Part 12Syasya terus saja mendorong tubuhku ke pinggir jurang. "Sya aku mohon jangan lakuin ini padaku," ujarku dengan tubuh bergetar"Apa kamu takut hah?" jawabnya. Terlihat mata dia merah rambut panjangnya acak-acakan menutupi sebagian wajah. Aku sungguh tak percaya kalau di hadapanku saat ini Syasya orang yang sudah kuanggap seperti keluarga sendiri. Seandainya kalau aku tahu mas Aldi tungannganya tak akan pernah mau menikah dengannya. "Sebelum kau tiada, apa ada kata-kata yang ingin disampaikan?" Syasya kembali berkata entah mengapa melihat tatapannya bulu kudukku meremang. "Sya, ingat kamu orang baik. Kita pernah saling menyanyangi satu sama lain." "Jangan lanjutkan. Sekarang enyahlah!" teriaknya menggelegar"Aaaa arrrggghhh, tolong!" teriakku dengan kencang. Satu tanganku berhasil memegang akar pohon yang tidak terlalu besar. Suara air begitu jelas di telinga membuatku makin takut. "Mati saja dirimu. Ini yang aku tunggu- tunggu." Setelah berucap demikian aku tak lagi mel
part 13"Aku sudah mengetahui semuanya. Kamu harus bangkit, Yu. Proyek kita harus tetap berjalan," ungkapnya mengalihkan pembicaraan kami. Mungkin Daren tidak mau buru-buru, aku menyerngit saat dirinya .berkata mengetahui? "jangan terlalu dipikirkan, lebih baik fokus sama kesehatan."Daren mengajakku masuk untuk makan bersama, dia sangat peka sekali apa aku mulai ... ah tidak, saat ini harus pikirkan kesehatan batinku dulu. Setelah itu, aku ingin membalaskan rasa sakit pada mereka.Waktu cepat berlalu sudah tiga hari aku berada di sini. Setelah percakapan waktu itu aku tak pernah melihat Daren lagi entah ke mana. Mungkin saja dia sibuk, aku tak boleh diam seperti ini terus. Kuedarkan pandangan keseluruh sudut ruangan, mata ini berhenti di salah satu lemari kaca yang di dalamnya ada sebuah laptop.Aku berjalan secara perlahan dan membuka. "Maafkan aku Daren telah lancang mengambil. Nanti akan kuganti."Segera kulangkahkan kaki menuju atas yang menjadi tempat tidurku selama di sini. L
Bab 14 Setiba di rumah aku langsung menjatuhkan bo*ong ini di sofa ruang tamu. Nafasku masih tidak beraturan memikirkan hal tadi. Beruntungnya Daren dapat mengalihkan mereka sehingga tak ketahuan. Pikiranku melayang sebelum pulang. Di perjalanan aku melihat seorang Ibu- Ibu yang sudah tidak muda sedang mencari sesuatu di tong sampah. Badannya seperti kukenal saat dia membalikan tubuh sontak kedua tangan menutupi mulut tak percaya.Itu mantan mertuaku mengapa beliau mengacak-acak tong sampah. Ingin rasanya kuhampiri, tetapi … tanpa pikir panjang segera turun dari taksi yang membawaku pulang."Bu," panggilku dengan lembutWajah keriput itu sangat kaget melihat kedatanganku. Dia langsung berlari meninggalkan tanpa hiraukan panggilanku yang terus memanggilnya."Ibu tunggu. Kenapa bisa ada di sini?" teriakku. Namun, hanya sia-sia gegas kuperceoat langkah supaya bisa menyusulnya. Nafasku terengah-engah seraya memegang dada dan berhenti sejenak. Ibu terus berlari menjauh sesekali beliau me
Part 15Daren mencekal tanganku lalu berkata, "Aku ingin segera menghalalkanmu." Apa katanya? Dia ingin menghalalkanku?"Maksud kamu bagaimana? Bukannya kamu akan melamar wanita lain? Kenapa bicara itu padaku." Sejujurnya hatiku sudah bahagia saat dirinya mengungkapkan itu. Namun, aku tak boleh bahagia dulu. "Wanita itu kamu, Ayu." Tatapan kami saling bertemu sorot matanya tajam tak ada kebohongan. Kualihkan pandangan karena tidak sanggup melihat lama-lama. Wajah teduhnya membuat hatiku tentram."A-aku." "Masa idahmu akan segera berakhir. Aku mau kita melangsungkan pernikahan. Ibuku akan datang besok, beliau sudah tidak sabar ingin segera bertemu denganmu." Aku tak bisa lagi berkata-kata perlakuannya yang baik membuatku luluh padanya. Sehingga aku mengangguk pelan dan membuatnya berjingkrak bahagia."Serius kamu mau?" tanyanya lagi memastikan"Iya aku mau," jawabku malu-maluDia langsung memelukku beberapa kali mengecup pucuk kepala. Tangan satunya dilingkarkan di pinggang, begi
Part 16Hatiku menjadi gelisah mengingat ibunya Daren, bagaimana kalau beliau menolak dan sikapnya sama seperti mantan mertuaku dulu. Kupejamkan mata supaya melupakan sejenak kerisauan ini. Namun, mata makin terpejam malah terbayang-bayang. Kulirik jam yang ada di ponsel ternyata sudah pukul 23.05 rasa kantukku tak kunjung datang. Kini kaki jenjang ku turun dari ranjang berniat mengambil wudhu dan berserah diri. Akan kuserahkan pada-Nya supaya hati ini menjadi damai. Tetesan air wudhu yang mengenai wajah membuatku langsung adem. Sekitar lima menit selesai dan kuambil mukena serta sajadah. Shalat malam dua rakaat membuatku terasa sangat tenang. Hati tidak lagi risau seperti sebelumnya. Ku menengadahkan tangan bermunajat pada sang Khaliq. "Ya Allah kuserahkan semuanya pada-Mu. Aku yakin Engkau telah memberikan yang terbaik bagi hamba Amiin." Rasanya sangat tenang kini kubisa tidur, apapun yang terjadi besok akan kuterima dengan lapang dada. [Bu Syasya akan menjual sahamnya sekitar
part 17Saat wanita itu hendak mendekat tiba-tiba pria bersamanya berkata, "Kamu telpon saja pria yang bodoh itu, minta sama dia kalau anak yang kamu kandung ngidam sesuatu. Ya, walaupun sebenarnya itu bukan anak kandungnya." Aku yang akan hendak pergi mengurungkan niat karena perkataannya mampu membuatku penasaran. "Eh, jangan keras-keras kalau ada yang tahu bagaimana? Nanti si Syasya tidak akan memberikan kita uang lagi," balas MilaYa, wanita hamil yang tengah merengek itu adalah temanku Mila, dia menikah secara diam-diam dengan mas Aldi. Namun, yang membuatku bingung kenapa Syasya tidak menikah dengan mas Aldi malah bersama Mila. "Iya, wanita yang bersama pria bodoh itu juga sama. Mengapa tidak dia saja yang menikah denganya ini malah kamu, aku cemburu tahu." "Kamu mau tahu, kalau sebenarnya Syasya itu Mandul. Dia menginginkan anak dari Aldi mangkanya setelah kuberitahu aku mengandung anak Aldi, dia sangat girang. Dan aku disuruh untuk menikah agar si Ayu sakit hati. Kamu tahu
Bab 18"Kamu Ayu?" tanyanya dengan mimik wajah yang sulit diartikan. Aku mengangguk pelan, menundukan wajah. Kedua tanganku meremas baju kuat rasanya sangat gugup. Takut, ibunya Daren akan membenci karena statusku janda. "Bu, dia cantik kan?" ucap Daren dengan antusias. Namun, hatiku belum tenang. Tanganku dipegang Aku olehnya dengan lembut."Ayo, jangan takut," bisiknya tepat di telinga. Kini, aku memberanikan untuk mengangkat wajah melihat ibunya Daren dengan jelas."Sini duduknya dekat Ibu kok jauh gitu sih, apa saya menyeramkan?" Apa aku tak salah dengar kalau Beliau tersenyum hangat padaku. Lalu? Mengapa tadi saat pertama melihatku wajahnya sangat datar. Tak ada ekspresi suka hingga aku berargumen sendiri kalau ibunya tak menyukaiku."I-iya Bu." Aku pun duduk di dekatnya tanpa diduga beliau memelukku. Daren tersenyum dan mengangguk. "Kamu sangat cantik, bahkan lebih cantik dari yang Ibu lihat di foto," ujarnya yang langsung melirik Daren. "maafkan Ibu, tadi sengaja sedikit me
part 19Aku telah memikirkan cara untuk membalas Mila, tentunya bukan diri ini yang akan melakukannya, melainkan Syasya. Mereka berdua sangat licik aku juga akan berbuat yang sama. Kami memesan gaun pengantin yang paling mahal. Perut Mila yang kian membesar membuat dirinya kerepotan hanya untuk berjalan. Ngapain juga dia bekerja di sini? Bukannya dia masih istri mas Aldi? Mila terus memperhatikanku sambil menulis alamat rumah Daren. Semoga saja dirinya tak dapat mengenaliku, kalau itu terjadi entah bagaimana rencana yang telah disusun."Kami akan kirim tepat waktu, terima kasih telah percaya dengan butik ini." Mila menyerahkan nota dan Ibu langsung mengambilnya. "Kita ke restoran dulu Ibu sudah lapar," ujarnya yang langsung mendapat anggukan dariku. Ibu berjalan duluan, tiba-tiba tangan kananku ada yang mencekal dengan kuat. Sontak aku melihatnya dan sedikit terkejut dengan perkataannya."Kamu pasti Ayu, jangan membohongiku kita berteman sudah lama. Aku yakin kalau itu kamu, meski