"Cailey, tolong antarkan di lantai dua."
Hari kedua Cailey bekerja di pub dan dia sudah bisa beradaptasi dengan baik. Cailey sudah hafal seluruh bagian di kafe malam ini. Dia sangat bersemangat untuk bekerja, dia sangat hati-hati agar tidak membuat kesalahan.
"Tapi...." Shopia menahan lengan Cailey, "Kau harus hati-hati orang-orang ini sangat nakal."
"Eugh... Tolong aku, perutku sakit sekali." Shopia memegang perutnya, lalu pergi begitu saja. Cailey hanya menggelengkan kepalanya, dia mengambil napas untuk bersiap-siap menghadapi pria-pria nakal seperti kata Shopia.
Kedua mata Cailey menyusuri setiap meja yang ada di lantai dua ini. Setelah menemukan meja yang hendak ia tuju, Cailey memberanikan diri untuk mendekat. Sebelum menaruh minuman itu, dia tersenyum sangat ramah tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Saat Cailey berjongkok, satu tangan mengusap kepalanya lalu turun ke punggungnya. Cailey sudah panas dingin, tetapi dia masih bersikap tenang selama pria itu tidak melakukan hal yang tidak baik padanya.
"Permisi." Cailey undur diri, akan tetapi tangannya ditahan.
"Mau ke mana? Temani kami di sini," ucap pria yang mengelusnya tadi. Cailey berusaha tersenyum.
"Maaf, Tuan, tugas saya hanya mengantarkan pesanan ini." Cailey membungkukkan badannya.
"Tenang saja aku akan bilang pada bosmu bahwa aku akan menyewamu untuk bermain-main malam ini."
Pria-pria itu terbahak-bahak. Tangan Cailey ditarik kuat hingga duduk di atas pangkuan pria itu tadi. Cailey terlonjak, dia hendak lari hanya saja badannya dipeluk erat dari belakang.
"Tuan, mohon jangan bertindak seperti ini." Cailey meronta. Satu hal yang ia tidak sukai jika bekerja di klub malam dan semacamnya, dia takut menghadapi pria-pria hidung belang seperti ini.
Paha Cailey diusap dan diremas kasar, Cailey mulai panik. Dia terus meronta dan tanpa sadar menginjak kaki pria yang memeluknya tadi. Cailey lepas dan pria itu pun merintih kesakitan, dia membungkukkan badannya lalu pergi dari hadapan mereka.
Cailey berlari sedangkan kedua matanya sudah basah karena air mata. Dia menemukan Shopia, dia memeluk tubuh temannya itu. Shopia pun terkejut, tetapi dia bisa mengerti apa yang terjadi dengan Cailey. Shopia sangat hapal bagaimana kelakuan para pria gila di pub ini.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Shopia, dan Cailey hanya mengangguk. "Tenangkan dirimu." Shopia menyuruh Cailey duduk.
Jerome salah satu bartender di pub ini, tiba-tiba berhenti saat melihat Cailey menangis. "Wait, kenapa dengannya?" Shopia mendelik tajam, harusnya Jerome tahu mengapa Cailey sampai menangis seperti ini.
Jerome memutar bola matanya kesal saat Shopia justru menatapnya dengan marah. Dia hanya bertanya dan tidak ada yang salah dengan itu.
"Aku mendengar sedikit tentang kesulitanmu," ucap Jerome. Sontak Cailey dan Shopia saling pandang. "Maaf aku menguping." Tanpa rasa bersalah Jerome menunjukkan gigi kelincinya.
"Dasar tidak sopan." Shopia memukul lengan Jerome keras.
"Apa karena masalah itu kau menangis?"
"Aku disentuh oleh pria di lantai dua," balas Cailey yang membuatnya menangis lagi.
"Oh ayolah, Jerome masa kau tidak paham?" Lagi-lagi Shopia sangat kesal dengan kehadiran Jerome.
Jerome mengatupkan bibirnya, dia salah menilai situasi saat ini. Jerome turut prihatin, dia menemani Cailey sampai tangisnya mereda.
"Aku ingin berhenti, aku tidak ingin bekerja lagi di sini."
"Tapi bagaimana dengan Dad?" Cailey berpikir panjang, dia harus mencari nafkah untuk pengobatan ayahnya. Dia tidak bisa seenaknya berhenti bekerja, apalagi mencari pekerjaan dengan bayaran yang lumayan besar itu sangat sulit.
"Bolehkah aku memberi saran?" Jerome mengacungkan tangannya. "Aku punya kenalan tempat menjual organ."
Buk... Buk... Buk...
Jerome mendapat pukulan bertubi-tubi dari Shopia karena idenya itu sangatlah tidak masuk akal.
"Ginjalmu akan aku jual biar tahu rasa. Sembarangan saja kalau bicara."
"Hanya itu satu-satunya cara untuk mendapatkan uang dengan cepat." Jerome mulai kesal karena Shopia selalu memarahinya.
Cailey semakin sedih, dia teringat ucapan ibunya yang ingin menjual salah satu organ ayahnya jika dia tidak segera merayu Mike untuk menikahinya. Cailey takut jika ibunya nekat menjual ayahnya ke broker ilegal penjual organ. Cailey merogoh sakunya, di sana ia menatap ponsel dan membaca pesan dari wakil presiden.
"Shopia, siapa nama wakil presiden kita?"
"Astaga bisa-bisanya kau tidak tahu."
"Aku tidak punya waktu untuk memikirkan pejabat pemerintah."
"George. George Hugoholt." Cailey menganggukkan kepala, dia ingat satu nama itu yang sering ia dengar di berita televisi.
"Permisi, Nona." Baru saja ia pikirkan, asisten sang wakil presiden menghampiri Cailey dengan tampangnya yang sangat datar. Pria tinggi berisi itu seperti tidak suka dengan Cailey dari raut matanya yang tajam saat beradu tatap. Ah... Bukan masalah bagi Cailey karena urusannya dengan sang wakil presiden bukan dengan pria di depannya saat ini.
"Tuan sedang menunggumu." Pria itu pun berlalu begitu saja tanpa menunggu Cailey. Cailey sudah tahu di mana ia harus menemui George, di kamar yang sudah mereka janjikan sebelumnya. Cailey berpamitan terlebih dahulu dengan Shopia sembari membawa nampan minuman yang akan ia sajikan untuk George.
Sesampainya di kamar 202, Cailey melihat George berbaring di sofa panjang dengan wajah yang tertutup lengannya. George menyadari keberadaan Cailey, pria itu menatap Cailey sangat intens dari atas ke bawah. Cailey menaruh minuman mahal yang selalu dipesan oleh George, minuman keras ini disediakan khusus untuk George tidak ada yang bisa memesan minuman ini selain pria itu.
"Bagaimana?" Hanya pertanyaan itu yang keluar dari mulut George.
"Saya bersedia, Tuan. Tapi pekerjaan apa yang harus saya lakukan?" George tersenyum miring, senyumnya itu mampu membuat jantung Cailey berdegup kencang. Pertama kalinya dia berhadapan dengan orang penting di negeri ini.
"Lahirkan anak untukku," ucapnya lagi.
Detik itu juga Cailey membulatkan kedua matanya, bibirnya bahkan terkatup rapat sampai tidak bisa berkata-kata.
Apa katanya? Melahirkan anak?
Pekerjaan macam apa itu, rasanya Cailey hanya membuang-buang waktu dengan mendengarkan omong kosong dari George. Dari awal pria itu hanya ingin mempermainkannya saja. Dengan status sosial Cailey yang jauh di bawah George, bukan berarti pria itu sangat mudah merendahkannya apalagi George adalah wakil presdien yang harus mengayomi rakyatnya.
Senyum smirk dari bibir Cailey terbit. "Dari awal saya sudah menduga bahwa anda hanya ingin mempermainkan saya. Mudah sekali bagi anda mengatakan hal konyol seperti barusan."
"Aku tidak pernah main-main,"' ucapnya dengan wajah tegas. Cailey menatap asisten George juga sama dengan wajah yang sangat datar.
"Lahirkan anak untukku, dan kau bisa dapatkan semua yang kau mau."
"Tuan, saya memang wanita miskin bukan berarti anda bisa membeli harga diri saya seperti ini."
Benar-benar tidak ada gunanya Cailey berdebat dengan George. George lebih gila dari Mike yang berselingkuh darinya.
"Dengan kau datang ke ruangan ini, itu tandanya kau setuju dengan tawaranku," ucap George sembari menyeruput minumannya.
"Cailey, tolong antarkan di lantai dua."Hari kedua Cailey bekerja di pub dan dia sudah bisa beradaptasi dengan baik. Cailey sudah hafal seluruh bagian di kafe malam ini. Dia sangat bersemangat untuk bekerja, dia sangat hati-hati agar tidak membuat kesalahan. "Tapi...." Shopia menahan lengan Cailey, "Kau harus hati-hati orang-orang ini sangat nakal.""Eugh... Tolong aku, perutku sakit sekali." Shopia memegang perutnya, lalu pergi begitu saja. Cailey hanya menggelengkan kepalanya, dia mengambil napas untuk bersiap-siap menghadapi pria-pria nakal seperti kata Shopia. Kedua mata Cailey menyusuri setiap meja yang ada di lantai dua ini. Setelah menemukan meja yang hendak ia tuju, Cailey memberanikan diri untuk mendekat. Sebelum menaruh minuman itu, dia tersenyum sangat ramah tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Saat Cailey berjongkok, satu tangan mengusap kepalanya lalu turun ke punggungnya. Cailey sudah panas dingin, tetapi dia masih bersikap tenang selama pria itu tidak melakukan hal y
"Oh dia... pria yang waktu itu," ucap Cailey berbisik. Pria dengan tatapan tegas itu yang Cailey temui di acara pernikahan Mike. Ya dia ingat sekali wajah pria yang menatapnya sangat intens kala itu. Dan benar saja, pria itu juga menatapnya dengan tatapan elang seolah ingin melahap Cailey saat ini. Cailey segera menundukkan kepala. Namun, yang membuatnya heran, aroma parfum itu mengingatkannya dengan hal lain. Dia merutuki ingatannya yang kian hari menurun. "Silahkan dinikmati, Tuan." Cailey mundur beberapa langkah, lalu berbalik untuk kembali ke tempat Shopia. "Tunggu!" Cailey menghentikan langkahnya, dia berbalik lalu menghadap pria yang tak diketahui namanya itu. Pria itu menuangkan Limoncello ke dalam gelas, menyeruputnya dikit demi sedikit sembari memejamkan kedua matanya."Kulihat kau sedang kesulitan, Nona," ucapnya dengan suaranya yang berat. Itu pertama kalinya Cailey mendengar suara pria itu. "Tahu dari mana dia?" Cailey membatin, mungkinkah wajahnya begitu kentara jika
"Aku pulang...."Byuuurrrr...Satu ember air dingin itu membasahi tubuh Cailey. "Mom?" Plakkk...Cailey memegang pipinya yang perih. Sudah hal biasa dia mendapatkan perlakuan kasar dari ibunya seperti ini. Dia tidak perlu menebaknya, pasti ibunya telah tahu bahwa dia telah berpisah dengan Mike. Berita itu sudah menyebar ke seluruh negeri, itulah yang membuat ibunya marah karena gagal mendapatkan menantu kaya raya. "Dasar tidak becus. Bagaimana bisa kekasihmu menikah dengan wanita lain?" Nora, ibu Cailey hampir menamparnya lagi. Namun, Cailey segera menahan tangan sang ibu. "Itu kehendaknya, Mom. Aku tidak bisa memaksa Mike untuk menikah denganku.""Itu karena kamu bodoh. Merayu pria saja tidak bisa." Cailey memejamkan kedua matanya, dia tidak bisa mendebat perkataan sang ibu karena pastinya dia selalu kalah. Dia melihat ayahnya yang sedang menonton perdebatan mereka di belakang sang ibu dengan wajah pucat di atas kursi roda. Sang ayah seperti ingin berbicara untuk membela Cailey,
"Jangan ganggu aku lagi, aku batalkan rencana pernikahan kita." Bagai disambar petir, air mata Cailey luruh semakin deras. Dadanya kian sesak sehingga dia memukul-mukul pelan dadanya agar bisa bernapas. Kata-kata Mike membuatnya hancur, pria yang selalu mencintainya dan berjanji akan selalu bersama-sama, nyatanya mengkhianati Cailey sejahat ini. "Kamu jahat." Cailey memukul lengan, dada, dan perut Mike. Dia sangat kecewa, dia ingin meluapkan kemarahannya kepada pria di depannya ini. Cailey telah jatuh hati sedalam-dalamnya, dia sangat mencintai Mike. Sekarang cinta itu sirna di hatinya dan berubah menjadi kebencian. "Kamu jahat, Mike," teriak Cailey lagi dan dia lebih keras memukul dada Mike. "Hentikan wanita gila!" Cailey didorong kuat hingga terjatuh ke lantai. Sakit di tubuhnya tidak terasa apapun, tetapi di hatinya mulai sakit lebam membiru. MIke membuang muka, Cailey bisa melihat wajah Mike yang jijik saat melihatnya. Ah ya... Status mereka tidak setara, Mike adalah pria kay
"Tidak mungkin... Tidak mungkin." Tubuhnya lemah dan gemetar menembus jalanan yang padat dan ramai. Hingga berhenti di pembatas antara trotoar dan jalan raya, Cailey menghentikan langkahnya, lalu menunggu lampu lalu lintas itu menampakkan warna hijau. Namun... Cailey menghitung tiap detiknya di dalam hati, dia tidak sabar untuk menyeberangi jalanan aspal ini. Hatinya kian bergemuruh, kalau bisa dia ingin menerobos saja. Sayangnya dia masih sayang dengan nyawanya. Akhirnya lampu berwarna hijau itu muncul. "Tidak mungkin...." Cailey bergumam kecil, pikirannya sedang kacau saat ini. Tubuhnya gemetar saat mengingat berita yang bermunculan di televisi. Dia berjalan dengan sisa-sisa kekuatannya menuju lokasi yang disebutkan oleh berita beberapa menit yang lalu. "Dia mencintaiku, dia tidak akan...tidak-tidak." Tangis Cailey pecah, dia berusaha menjemput kekasihnya.Dari pintu masuk menuju gedung pencakar langit itu banyak mobil-mobil mewah berdatangan. Cailey berusaha tetap tenang. Dia