Share

59. Cemburu

Author: W.M.G
last update Last Updated: 2025-12-14 22:17:45

Prabu melanjutkan percakapannya dengan Barata, sesekali melibatkan Sira dalam topik bisnis dengan senyum bangga, seolah Sira adalah pasangan yang benar-benar cerdas dan mendukung. Sementara itu, Gavin terpaksa berdiri kaku di samping Raina.

Gavin tidak mendengarkan apa pun yang dibicarakan Prabu. Matanya terus mencuri pandang ke arah Sira. Sesekali menatap sinis pada pria di sampingnya yang berhasil membakar rasa cemburu dan amarahnya.

Raina, yang merasakan lengan Gavin menegang, menoleh. "Mas, kamu kenapa? Wajahmu tegang sekali," bisik Raina khawatir.

"Tidak apa-apa, Sayang. Hanya memikirkan bisnis baru," jawab Gavin cepat, memaksakan senyum yang tidak sampai ke matanya.

Di sisi lain, Sira merasa tercekik. Senyum palsunya terasa sakit di pipi. Ia bisa merasakan tatapan Gavin yang membakar di setiap gerak-geriknya. Prabu, seolah sengaja, semakin meningkatkan kontak fisiknya, beberapa kali ia menangkup pundak Sira dengan sangat sopan namun tegas, menyatakan kepemilikannya yang membuat
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Aku Istri Pertama, Tapi Hanya Jadi Simpanannya    65. Surat Ancaman Kedua

    Sira baru saja menyelesaikan tahiyat akhir dalam salat Subuhnya. Pagi ini, ia bersujud jauh lebih lama dari biasanya, melantunkan doa-doa panjang dalam hening, memohon kekuatan kepada Sang Pemilik Semesta. Ia tahu hari ini akan terasa berat; ia harus mengumpulkan keberanian untuk bertemu Gavin di sekolah nanti setelah kejadian traumatis kemarin malam. Namun, belum sempat salam kedua terucap dari bibirnya, keheningan kamar itu tiba-tiba koyak oleh suara notifikasi ponsel yang berderu tanpa jeda.Ting! Ting! Ting! Ting!Bunyinya beruntun, nyaris seperti rentetan tembakan otomatis yang saling bersahutan tanpa ampun. Sira merasai sebuah firasat buruk yang sangat kuat mencengkeram dadanya. Jika ledakan masalah dengan Gavin dan Elyza di pesta kemarin diibaratkan sebagai bom atom yang dijatuhkan di Nagasaki dan Hiroshima, maka pagi ini, sepertinya sebuah bom yang jauh lebih dahsyat baru saja dijatuhkan untuk meluluhlantakkan sisa-sisa dunianya.Dengan rasa takut yang menggerogoti hingga ke t

  • Aku Istri Pertama, Tapi Hanya Jadi Simpanannya    64. Luka dan Rasa bersalah

    Gavin masih mematung di tengah dapur, menatap tangannya yang menggantung di udara dengan tatapan kosong. Bayangan wajah ngeri Sira dan bagaimana tubuh wanita itu gemetar hebat saat ia sentuh tadi, terus berputar-putar di kepalanya bagaikan mimpi buruk yang nyata."Apa yang sudah aku lakukan?" bisiknya lirih, suaranya tercekat di tenggorokan.Ia merutuki dirinya sendiri. Alkohol mungkin membuat kesadarannya menipis, tapi itu bukan alasan untuk berubah menjadi monster. Ia telah menghancurkan satu-satunya hal yang masih tersisa di antara mereka, rasa aman. Ia yang seharusnya bisa melindungi dan menjadi tempat paling aman untuk istrinya, kini justru menjadi yang paling menyakitinya.Gavin menyeret langkahnya yang terasa sangat berat menuju kamar Sira. Ia berdiri di depan pintu kayu yang tertutup rapat, pintu yang kini menjadi benteng pemisah antara rasa bersalahnya dan rasa sakit istrinya.Ia mengangkat tangan, lalu mengetuk pelan."Sira ...," panggilnya, suaranya bergetar. "Maafkan aku.

  • Aku Istri Pertama, Tapi Hanya Jadi Simpanannya    63. Trauma

    Pagi itu datang dengan cahaya matahari yang terasa terlalu terang dan menyakitkan. Sira sudah terjaga sebelum fajar menyingsing. Ia telah mandi cukup lama, mencoba membilas sisa-sisa aroma alkohol dan sentuhan kasar yang masih terasa menempel di kulitnya. Kini, ia berdiri di dapur dengan rambut panjangnya yang masih setengah kering. Rambut itu ia biarkan terurai begitu saja hingga meinggalkan jejak basah di bagian belakang kaus rumahannya yang tipis. Entah apa yang dipikirkan Sira, hari ini ia sudah tidak berniat menutup tubuh dan kepalanya dengan rapat seperti biasanya ketika ada Gavin. Padahal sebelumnya Sira selalu mengenakan kerudung saat di rumah, meski Gavin sudah menjadi suaminya. Karena bagi Sira, status seuami istri mereka tidak lebih dari sumpah kosong.Tatapan Sira kosong, tapi tangannya bergerak mekanis di atas kompor. Ia menyiapkan sup telur hangat dengan irisan jahe serta segelas teh hangat, makanan dan minuman yang ia harap bisa membantu menenangkan lambung dan mengura

  • Aku Istri Pertama, Tapi Hanya Jadi Simpanannya    62. Puncak Keretakan

    Perjalanan pulang terasa seperti keheningan yang mematikan. Sira hanya menyandarkan kepalanya pada kaca mobil, menatap lampu-lampu jalanan yang kabur oleh air mata yang terus menggenang. Di sampingnya, Prabu sesekali melirik, namun ia cukup bijak untuk tidak memaksa Sira bicara. Ia tahu, harga diri wanita di sampingnya baru saja dihancurkan berkeping-keping.Begitu mobil berhenti di depan rumah, Sira langsung keluar tanpa sepatah kata pun. Ia berjalan gontai masuk ke dalam rumah yang sepi, lalu menutup pintu kamarnya rapat-rapat.Sira meletakkan ponselnya di atas nakas. Sebuah notifikasi muncul, dari Prabu."Sira, maafkan aku untuk kejadian malam ini. Aku tidak menyangka Elyza akan senekat itu. Beristirahatlah, aku akan urus sisanya."Membaca pesan itu justru membuat Sira merasa semakin menyedihkan. Permintaan maaf Prabu seolah mempertegas bahwa ia hanyalah objek dalam permainan pria itu. Sira ambruk, terduduk lemas di lantai samping tempat tidurnya. Tangannya yang gemetar menarik ker

  • Aku Istri Pertama, Tapi Hanya Jadi Simpanannya    61. Kebenaran yang Pahit

    Raina membimbing Sira melewati koridor rumah ayahnya yang luas, menuju kamar mewahnya dulu sebelum menikah di lantai atas. Suasana di dalam rumah jauh lebih tenang dibandingkan kegaduhan di taman tadi."Duduk dulu, Mba," ucap Raina lembut setelah mereka masuk. Ia bergegas menuju lemari besar di sudut ruangan. "Aku masih punya beberapa koleksi gaun dan kerudung baru di sini yang belum sempat kupakai. Warnanya pasti cocok untukmu. Pakailah ini, daripada kamu harus memakai baju basah seperti itu."Sira menatap gaun indah yang disodorkan Raina, lalu beralih menatap pantulan dirinya di cermin besar. Jejak air wine merah terlihat membahasi hampir seluruh kerudungnya, menodai wajah dan gaun mahalnya."Terima kasih banyak, Raina. Tapi tidak perlu," jawab Sira lirih, suaranya parau. "Aku mau membersihkannya saja di kamar mandi.""Tapi itu tidak akan benar-benar bersih, Mba. Noda wine merah sangat sulit hilang," desak Raina khawatir.Sira menggeleng pelan dengan senyum tipis yang dipaksakan. "T

  • Aku Istri Pertama, Tapi Hanya Jadi Simpanannya    60. Wanita Simpanan

    Prabu tampak sangat menikmati perubahan yang Sira lakukan. Setelah Sira menggandeng lengannya, Prabu semakin menunjukkan sikap calon suami yang posesif dan bangga. Ia menarik Sira menjauh dari kerumunan, menuju sudut taman yang agak sepi di bawah rimbunnya pohon yang dihiasi lampu-lampu kerlip."Aku tidak tahu apa yang membuatmu tegang, tapi aku suka attitude yang kamu tunjukkan barusan," bisik Prabu, tersenyum bangga. "Terima kasih sudah membantuku."Sira hanya mengangguk kecil. Ia merasa kebas, energinya terkuras habis setelah drama di toilet dengan Gavin. Ia melirik ke belakang, Gavin masih berdiri di samping Raina, tetapi kini ia sudah mulai terlibat dalam percakapan dengan Raina, mungkin sedang menenangkan istrinya itu."Sira, aku harus menerima telepon sebentar. Proyek di Surabaya ada masalah kecil," ujar Prabu, merogoh saku jasnya. "Tetap di sini, jangan kemana-mana."Sira mengangguk, lega mendapatkan waktu untuk bernapas. Prabu menjauh, berbicara dengan suara pelan dan serius,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status