Share

62. Puncak Keretakan

Author: W.M.G
last update Last Updated: 2025-12-17 16:17:56
Perjalanan pulang terasa seperti keheningan yang mematikan. Sira hanya menyandarkan kepalanya pada kaca mobil, menatap lampu-lampu jalanan yang kabur oleh air mata yang terus menggenang. Di sampingnya, Prabu sesekali melirik, namun ia cukup bijak untuk tidak memaksa Sira bicara. Ia tahu, harga diri wanita di sampingnya baru saja dihancurkan berkeping-keping.

Begitu mobil berhenti di depan rumah, Sira langsung keluar tanpa sepatah kata pun. Ia berjalan gontai masuk ke dalam rumah yang sepi, lalu menutup pintu kamarnya rapat-rapat.

Sira meletakkan ponselnya di atas nakas. Sebuah notifikasi muncul, dari Prabu.

"Sira, maafkan aku untuk kejadian malam ini. Aku tidak menyangka Elyza akan senekat itu. Beristirahatlah, aku akan urus sisanya."

Membaca pesan itu justru membuat Sira merasa semakin menyedihkan. Permintaan maaf Prabu seolah mempertegas bahwa ia hanyalah objek dalam permainan sandiwara ini. Sira ambruk, terduduk lemas di lantai samping tempat tidurnya. Tangannya yang gemetar menarik
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Aku Istri Pertama, Tapi Hanya Jadi Simpanannya    67. Dia Suamiku

    Waktu seolah tak pernah memberi ruang bagi Sira dan Gavin untuk menuntaskan luka dan pembicaraan mereka. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 07.30 pagi. Suara klakson kendaraan yang mulai ramai di luar sana mengingatkan Gavin bahwa dunia sudah memulai harinya.Gavin masih berdiri terpaku, menatap Sira dengan pandangan nanar. Ia ingin membantah, ingin memeluk Sira lagi dan menolak mentah-mentah permintaan cerai itu. Tapi ia tahu, saat ini Sira pun sedang tidak bisa berpikir jernih dan diajak bicara dengan tenang. Semetara segudang pekerjaan dan tuntunan sudah menantinya di sekolah untuk di selesaikan. Ia tidak ingin Sira benar-benar hancur karena surat ancaman itu."Istirahatlah dulu, Raa. Aku selesaikan dulu masalah surat ancaman itu, dan nanti baru kita bicara lagi." Gavin mengecup kening Sira lembut, kemudian berlalu pergi tanpa menunggu jawaban dari istrinya.Tepat di saat Gavin keluar dari kamar. Terdengar suara pintu depan di ketuk dengan terburu-buru.Gavin tersentak. Dengan langk

  • Aku Istri Pertama, Tapi Hanya Jadi Simpanannya    66. Ceraikan Aku

    BRAAAK!Suara hantaman keras itu sejenak menggantikan keriuhan suara dering ponsel Sira. Pintu kayu tua kamar Sira dengan mudah di buka oleh Gavin dengan sekali dobrakan. Gavin berdiri di ambang pintu dengan napas memburu, bahunya naik turun tak beraturan, dan wajahnya pucat karena panik.Gavin segera melangkah masuk, namun langkahnya mendadak melambat. Ia terpaku melihat istrinya yang hanya diam. Sira masih bersimpuh di atas sajadah dengan mukena putih yang masih melekat. Namun, ia tidak menoleh karena terkejut. Sira hanya memutar kepalanya perlahan, menatap Gavin dengan sepasang mata yang benar-benar kosong.Sejenak, mereka saling menatap dalam keheningan yang menyesakkan. Gavin merasa semakin khawatir, ia tidak melihat Sira yang biasanya. Sira yang ada di depannya seakan-akan hanyalah raga tanpa jiwa. Wanita itu seolah-olah telah pergi jauh ke suatu tempat di mana rasa sakit tidak lagi bisa menjangkaunya.Getaran ponsel di atas sajadah memecah kebisuan itu. Layar ponsel Sira terus

  • Aku Istri Pertama, Tapi Hanya Jadi Simpanannya    65. Surat Ancaman Kedua

    Sira baru saja menyelesaikan tahiyat akhir dalam salat Subuhnya. Pagi ini, ia bersujud jauh lebih lama dari biasanya, melantunkan doa-doa panjang dalam hening, memohon kekuatan kepada Sang Pemilik Semesta. Ia tahu hari ini akan terasa berat, ia harus mengumpulkan keberanian untuk bertemu Gavin di sekolah nanti setelah kejadian traumatis kemarin malam. Namun, belum sempat salam kedua terucap dari bibirnya, keheningan kamar itu tiba-tiba koyak oleh suara notifikasi ponsel yang berderu tanpa jeda.Ting! Ting! Ting! Ting!Bunyinya beruntun, nyaris seperti rentetan tembakan otomatis yang saling bersahutan tanpa ampun. Sira merasakan sebuah firasat buruk yang sangat kuat mencengkeram dadanya. Jika ledakan masalah dengan Gavin dan Elyza di pesta kemarin diibaratkan sebagai bom atom yang dijatuhkan di Nagasaki dan Hiroshima, maka pagi ini, sepertinya sebuah bom yang jauh lebih dahsyat baru saja dijatuhkan untuk meluluhlantakkan sisa-sisa dunianya.Dengan rasa takut yang menggerogoti hingga ke

  • Aku Istri Pertama, Tapi Hanya Jadi Simpanannya    64. Luka dan Rasa bersalah

    Gavin masih mematung di tengah dapur, menatap tangannya yang menggantung di udara dengan tatapan kosong. Bayangan wajah ngeri Sira dan bagaimana tubuh wanita itu gemetar hebat saat ia sentuh tadi, terus berputar-putar di kepalanya bagaikan mimpi buruk yang nyata."Apa yang sudah aku lakukan?" bisiknya lirih, suaranya tercekat di tenggorokan.Ia merutuki dirinya sendiri. Alkohol mungkin membuat kesadarannya menipis, tapi itu bukan alasan untuk berubah menjadi monster. Ia telah menghancurkan satu-satunya hal yang masih tersisa di antara mereka, rasa aman. Ia yang seharusnya bisa melindungi dan menjadi tempat paling aman untuk istrinya, kini justru menjadi yang paling menyakitinya.Gavin menyeret langkahnya yang terasa sangat berat menuju kamar Sira. Ia berdiri di depan pintu kayu yang tertutup rapat, pintu yang kini menjadi benteng pemisah antara rasa bersalahnya dan rasa sakit istrinya.Ia mengangkat tangan, lalu mengetuk pelan."Sira ...," panggilnya, suaranya bergetar. "Maafkan aku.

  • Aku Istri Pertama, Tapi Hanya Jadi Simpanannya    63. Trauma

    Pagi itu datang dengan cahaya matahari yang terasa terlalu terang dan menyakitkan. Sira sudah terjaga sebelum fajar menyingsing. Ia telah mandi cukup lama, mencoba membilas sisa-sisa aroma alkohol dan sentuhan kasar yang masih terasa menempel di kulitnya. Kini, ia berdiri di dapur dengan rambut panjangnya yang masih setengah kering. Rambutnya ia biarkan terurai begitu saja hingga meninggalkan jejak basah di bagian belakang kaus rumahannya yang tipis. Entah apa yang dipikirkan Sira, hari ini ia sudah tidak berniat menutup tubuh dan kepalanya dengan rapat seperti biasanya ketika ada Gavin. Padahal sebelumnya Sira selalu mengenakan kerudung saat di rumah, meski Gavin sudah menjadi suaminya. Karena bagi Sira, status seuami istri mereka tidak lebih dari sumpah kosong.Tatapan Sira kosong, tapi tangannya bergerak lincah di atas kompor. Ia menyiapkan sup telur hangat dengan irisan jahe serta segelas teh hangat, makanan dan minuman yang ia harap bisa membantu menenangkan lambung dan mengurang

  • Aku Istri Pertama, Tapi Hanya Jadi Simpanannya    62. Puncak Keretakan

    Perjalanan pulang terasa seperti keheningan yang mematikan. Sira hanya menyandarkan kepalanya pada kaca mobil, menatap lampu-lampu jalanan yang kabur oleh air mata yang terus menggenang. Di sampingnya, Prabu sesekali melirik, namun ia cukup bijak untuk tidak memaksa Sira bicara. Ia tahu, harga diri wanita di sampingnya baru saja dihancurkan berkeping-keping.Begitu mobil berhenti di depan rumah, Sira langsung keluar tanpa sepatah kata pun. Ia berjalan gontai masuk ke dalam rumah yang sepi, lalu menutup pintu kamarnya rapat-rapat.Sira meletakkan ponselnya di atas nakas. Sebuah notifikasi muncul, dari Prabu."Sira, maafkan aku untuk kejadian malam ini. Aku tidak menyangka Elyza akan senekat itu. Beristirahatlah, aku akan urus sisanya."Membaca pesan itu justru membuat Sira merasa semakin menyedihkan. Permintaan maaf Prabu seolah mempertegas bahwa ia hanyalah objek dalam permainan sandiwara ini. Sira ambruk, terduduk lemas di lantai samping tempat tidurnya. Tangannya yang gemetar menarik

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status