Gadis kecil berambut lurus sebahu itu berlarian di taman. Anak-anak yang lain mengikutinya dengan riang di belakang. Beberapa ada yang hanya tertarik untuk bermain. Yang lain juga karena terpesona dengan kecantikannya. Sifatnya yang angkuh karena mengetahui kelebihannya itu sangat ketara terlihat. Ia dengan berani memilih siapa teman yang boleh dekat dengannya dan yang tidak.
“Mama …!”
Momen inilah yang selalu membuat Monik bersinar. Momen ketika mamanya melambai dan menyerukan namanya. Gadis kecil yang ponggak tersebut menjadi anak biasa. Bukan lagi si sombong yang mendapatkan segalanya. Atau anak nakal yang hampir mengatur teman-temannya.
“Kamu senang berada di sini?”
Monik mengangguk. Tentu saja ia senang. Di sini dirinya adalah ratu yang tidak bisa diinterupsi. Ia mendapatkan semua keiinginannya.
“Ya,” jawab Monik riang.
Ia memegang jemari mamanya dengan erat. Bernyanyi kecil seperti anak-anak l
Reno sudah mendekam di balik jeruji selama tiga hari. Tidak ada kabar yang disampaikan padanya, baik oleh Mama atau Rayna. Gadis cantik itu sesekali terlihat di rumah dengan mata sembab dan begitu Sena ingin mendekati maka datang orang lain yang mengalihkan perhatiannya. Saat ia sadar Rayna sudah tidak lagi terlihat.Yang mengiringinya pergi ke lokasi syuting dua hari ini juga Mama. Perempuan yang sudah melahirkannya itu menatap dengan khawatir setiap kali Sena mengajukan pertanyaan. Maka setiap kali terjadi, ada nyeri di dadanya yang tak bisa diterjemahkan.“Capek, Sena?” tanya Mama sambil mengelus rambutnya yang lurus.Ia habis dimarahi Tora lagi. Pria tersebut mengatakan jika Sena tak maskimal dalam berakting. Ia memandang sang mama dan tersenyum. Mungkin Mama akan segera sadar jika itu bukan senyum tulus Sena, tetapi ia hampir tak peduli.“Lepas minggu ini, Senam au liburan?”Sena berpaling, menatap kerumunan kru yang te
Adit tahu betul jika kedatangannya sama sekali tidak diharapkan. Saat pintu terbuka di depannya, bola mata mama Sena seolah akan bergulir keluar. Namun, ia tetap saja memamerkan deretan gigi yqng rapi miliknya.“Sena ada, Tante?” tanyanya.Ia benar-benar berusaha kepercayaan dirinya sama sekali tidak terpengaruh dengan ekspresi kaget dan tidak suka yang berlebihan ini.Bukannya menjawab, Ratih segera menutup pintu. Adit dengan sigap menahan menggunakan sebelah tangannya. Dengan keangkuhan yang tiba-tiba mencuat dari kemarahan atas sikap buruk wanita di depannya ini, ia masuk tanpa lagi bertanya.“Sopan santunmu benar-benar sudah lenyap, ya?” sindir Ratih padanya.Adit duduk tanpa dipersilakan, punggungnya tegap dan buket bunga terletak dengan rapi di atas meja ruang tamu. “Tentu saja saya akan bersikap sopan pada orang yang memperlakukan saya dengan begitu pula.” Ia merasa berhak bertemu dengan Sena dan mama Sena
Monik meminta untuk diantarkan terlebih dahulu ke rumahnya. Namun, Adit tak membawa Sena pulang. Ia memutar mobil menuju tepian pantai. Deburan ombak dan koak burung menyambut indra pendengaran begitu pintu terbuka. Adit membiarkan Sena masih di dalam mobil tanpa meminta untuk keluar segera. Sena menempelkan kepalanya pada dashboard mobil, pandangannya buram, dan dadanya terasa sesak. Satu tetes air mata akhirnya jatuh juga. Ia sama sekali tak menyangka reaksi Reno akan seperti itu. Kalau tidak ada jeruji besi di antara mereka tadi, sudah pasti Sena disakit. Reno menatapnya dengan penuh kebencian. “Kamu baik-baik saja?” tanya Adit pelan. Sena memejamkan mata, mengingatkan diri bahwa tak bisa egois dan mengabaikan orang lain. Sambil memandangi ujung sepatu olahraga yang dikenakan, ia menghela napas dalam. Selanjutnya ia menoleh ke arah adit dan tersenyum. “Aku baik-baik saja,” ungkapnya tulus. “Mau coba jalan-jalan di pantai?” tanya Adit. Sena
Bagaimana Sena mendeskripsikan datangnya ingatan itu? Ia tak bisa. Sebab saat Adit mengatakan akan meminjamkan bahunya untuk bersandar, banyak gambar bagai bayangan slide film menyerbu masuk ke dalam kepalanya. Awalnya buram, tetapi semakin lama memandang wajah Adit semakin jelas saja tampak gambar itu.Karena itulah begitu Adit melepaskan genggaman tangannya dari jemari Sena, seluruh tubuh Sena bergetar. Ia ingin lari, tetapi bahkan tak sanggup menggerakan jemari kakinya. Ia ingin berteriak, tapi tak ada setitik suara yang berhasil keluar. Seluruh tubuhnya lumpuh untuk beberapa saat.Pada akhirnya Sena bisa berkata-kata, ia hanya meminta untuk pulang. Adit sedikit kaget mendengar permintaan Sena, tetapi memahami apa yang sudah terjadi tadi. Ia mengatarkan Sena dengan segera dan membiarkan begitu saja saat Sena memintanya segera pulang.Kenapa aku harus kehilangan ingatan? Sena menengadah menatap langit-langit kamarnya yang ditempel dengan stiker
Dada Reno naik turun. Ah, harusnya ia tidak meledak seperti itu. Ia bisa melihat jelas kekagetan Sena tadi begitu mendengar gelegar suaranya. Namun, hatinya sudah terlanjut benci melihat sosok Monik di belakang Sena. Kenapa Sena harus datang dengan gadis itu. Sena bisa saja datang sendiri.“Aku segera datang ke sini karena polisi menelepon! Kenapa kamu berteriak-teriak?” Rayna bertanya dengan napas pendek-pendek.Di pelipisnya mengalir peluh. Sepertinya ia berlari begitu mendapat panggilan dari kantor polisi tentangnya.“Ya … itu.” Reno berhenti sebentar. Ia berpikir untuk tidak melibatkan siapapun dalam masalah kali ini. Akan tetapi, rasanya percuma tidak melibatkan siapa-siapa saat kamu terkurung dalam sebuah ruangan berukuran 5x5 meter dengan batas jeruji besi. “Sena kemari.”“Kamu meneriakinya?” Wajah Rayna pucat.Pasti kakaknya kini membayangkan mendapatkan masalah dari kelakuan tidak desa
Kecepatan mobil Adit hampir 60 kilometer per jam. Kecepatan ini di dalam kota cukup berbahaya karena begitu banyak halangan seperti kendaraan lain dan lampu merah yang tidak bisa diprediksi waktunya. Namun, Adit sama sekali tidak peduli. Ia hanya ingin segera sampai dan berbicara dengan Monik secepatnya.“Sialan!” makinya saat ia terhenti ketiga kalinya di lampu merah. Jika saja antrian lampu merah ini pendek, maka ia pasti bisa menerobos.Namun, kini ia terhenti tepat di tengah-tengah dan tidak memiliki kesempatan menerobos. Ia tidak mau menambah masalah dengan menabrak hampir semua pengemudi motor di depannya.Monik: Ada apa?Akhirnya Monik membalas pesan Adit. Ia sudah mengirimi pesan sejak tadi—begitu keluar dari rumah Sena.Anda: Aku ada perlu denganmu? Kamu di mana?Monik: Di rumah
Mereka bertemu karena Monik adalah salah satu saksi dalam persidangan Reno senin depan. Reno membayangkan dirinya meloncat ke arah Monik dan mencekik Monik. Namun, kesadarannya akan kebenaran dan juga borgol di tangan menghalangi itu semua. Semua yang menghalangi kegilaannya membuat Reno frustrasi sendiri. Ia hanya bisa mengeram pelan meluapkan amarah yang terpendam.Ketika mereka cukup dekat, Monik menoleh dan tersenyum padanya. Senyum paling mengejek yang pernah dilihat Reno. Ia mengumpat dirinya sendiri yang tak bisa bertindak cukup gila. Ia sebenarnya masih bisa mencekik Monik kalau mau. Dengan borgol di tangan pun kalau memiliki niat pasti kejahatan terlaksana.“Senang bisa melihatmu lagi, Reno.”Reno mengumpulkan semua rasa marahnya, mengalokasikannya pada satu tempat di dalam hati dan menutupnya rapat-rapat. Hingga wajah yang ditampilkannya terkesan dingin dan tak berperasaan sedikitpun.“Kamu pasti sangat dendam padaku, kan?&rdqu
“Sudah kubilang akan menyelesaikannya, bukan?” Monik memandang Adit yang masih saja cemberut.Pemuda itu membukakan pintu rumah dan mempersilakannya masuk, tetapi tak ada kesan ramah dalam gestur tubuh yang ditampilkan.“Tetap saja itu tidak sama.” Adit masih saja sempat-sempatnya memprotes padahal rencana mereka berdua berjalan lancar.Monik membentangkan tangan dan menggela napas lega. Jika bukan karena Adit memang masuk dalam rencana awalnya, tak mungkin Monik akan bersabar memaklumi tingkah Adit yang seperti anak kecil.“Menyingkirkan Reno dari dekat Sena adalah alasan aku melakukan ini! Kamu jadi lebih leluasa mendekati Sen ajika begini.” Monik sama sekali tak ingin Adit mengerti, maka ia kemudian berdiri dan bersiap pegi.Kedatangannya ke rumah Adit hanya mengabarkan hal itu saja. Ia sudah punya janji lain hari ini dengan sang papa sehingga tak bisa berlama-lama. Atau Tora akan mulai panik dan menyuruh oran