Ketika Natasya masih berbincang dengan Kian, pandangan matanya menyapu ruangan, lalu terhenti saat melihat sosok yang tak asing sekarang.
Natasya tersenyum senang, lalu berbisik pada Kian. “Tunggu sebentar, aku harus menyapa seseorang,” ucap Natasya. Dia beranjak dan langsung mendekati sosok yang dia maksud. “Kak Nana?” Natasya menyapa, sembari menepuk bahu Nana dengan lembut. Nana berbalik, dan mendapati Natasya di sana. “Nat,” panggil Nana. Mereka berpelukan sejenak, dan Nana tampak begitu lega. “Senang kamu di sini.” kata Nana. “Aku bahkan sudah akan pergi jika tidak bertemu denganmu,” sambungnya lagi. Natasya mengangguk setuju. “Aku juga senang bisa bertemu lagi. Terima kasih sudah datang,” kata Natasya. Nana tersenyum sembari melihat penampilan Natasya. “Kamu cantik sekali malam ini,” puji Nana, yang terus menatap penampilan Natasya dari atas hingga bawah. “KaMusik sudah berhenti sejak tadi, ketika Natasya melangkah pelan menuju pintu keluar. Dia sudah berpamitan pada Ayah dan Ibunya, tetapi mereka menyuruh untuk berpamitan pada Laura juga. Itu sebabnya Natasya tidak langsung pergi. Sebelum benar-benar meninggalkan ruangan, Natasya menghampiri pasangan pengantin yang bahkan sudah berdiri menjauh satu sama lain. “Dia pasti akan mulai mengomel lagi,” batin Natasya. Ia menunggu sejenak hingga Laura menoleh ke arahnya. Begitu tatapan mereka bertemu, Natasya langsung berbicara. Dia tidak ingin berlama-lama lagi di sana. “Aku pamit pulang, Laura,” ucap Natasya, suaranya tenang. Laura melirik cepat dari atas ke bawah, seolah menilai setiap detail penampilan Natasya. Senyumnya tidak benar-benar hangat, tetapi ia masih fokus pada Natasya. Dia merasa seperti pilihannya sudah tepat. Gaun itu tidak kurang bahan, atau begitu terbuka. Tapi entah kenapa
Ketika Natasya masih berbincang dengan Kian, pandangan matanya menyapu ruangan, lalu terhenti saat melihat sosok yang tak asing sekarang. Natasya tersenyum senang, lalu berbisik pada Kian. “Tunggu sebentar, aku harus menyapa seseorang,” ucap Natasya. Dia beranjak dan langsung mendekati sosok yang dia maksud. “Kak Nana?” Natasya menyapa, sembari menepuk bahu Nana dengan lembut. Nana berbalik, dan mendapati Natasya di sana. “Nat,” panggil Nana. Mereka berpelukan sejenak, dan Nana tampak begitu lega. “Senang kamu di sini.” kata Nana. “Aku bahkan sudah akan pergi jika tidak bertemu denganmu,” sambungnya lagi. Natasya mengangguk setuju. “Aku juga senang bisa bertemu lagi. Terima kasih sudah datang,” kata Natasya. Nana tersenyum sembari melihat penampilan Natasya. “Kamu cantik sekali malam ini,” puji Nana, yang terus menatap penampilan Natasya dari atas hingga bawah. “Ka
Cahaya lampu gantung kristal menyinari aula dengan lembut. Musik klasik mengalun pelan, mengiringi suara riuh tamu undangan yang terus berbincang dengan bersemangat. Acara resepsi itu baru saja selesai, dan Natasya bisa bernapas lega. “Seperti harapan. Akhirnya semua berjalan baik-baik saja,” gumam Natasya. Natasya berdiri santai sembari meminum minumannya. Dia sudah mengenakan gaun yang berbeda. Meski tidak semewah gaun sebelumnya, gaun yang dia kenakan sekarang memiliki lengan sebahu, dengan dada berbentuk v. Hanya saja, itu tidak begitu terbuka. Bahkan tidak ada belahan tinggi di bagian paha. Sepertinya Laura memang sengaja melakukannya. Sorot matanya tenang, namun bibirnya melengkung sedikit ketika seseorang menepuk lengannya perlahan. “Hei, kak. Kamu masih ingat aku?” Pemuda itu tersenyum lebar. Natasya menoleh, mengernyit sebentar l
Langit sore tampak cerah saat tamu-tamu mulai berdatangan di aula besar tempat pernikahan Laura dan Kevin akan diadakan. Dekorasi serba putih dan emas mendominasi ruangan, menghadirkan kesan elegan dan mewah. Di sudut aula, deretan kursi berlapis satin tersusun rapi, bunga-bunga segar memenuhi setiap sisi ruangan. Natasya berdiri di dekat pintu masuk, mengenakan gaun panjang berwarna biru keabu-abuan, buatan Laura yang tidak ingin Natasya datang dengan pakaian kurang bahan miliknya, dan mengacaukan acara. Rambutnya disanggul rapi, dihiasi jepit kristal kecil yang berkilau samar. “Sudah siap?” suara lembut ibunya, Lyly Watson, terdengar dari samping. Natasya menoleh, mengangguk kecil. “Mom cantik sekali malam ini.” puji Natasya. Lyly tersenyum, memeluk lengannya. “Kamu juga, Sayang. Ayo, kita masuk. Kita duduk bersama keluarga besar di depan.” ajak ibunya. Mereka berjalan perlahan ke area khusus keluarga, melewati tamu-tamu yang beberapa di antaranya menyapa ramah. Natasya men
Natasya baru saja selesai mengganti bajunya dan menyerahkan kembali gaun keluarga pada asisten butik ketika suara lembut yang familiar menyapanya dari dekat pintu masuk. “Nat!” Ia menoleh. Sosok Kevin berdiri dengan tangan di saku celana dan senyum tipis di wajahnya. Tidak ada perubahan banyak sejak terakhir mereka bertemu, kecuali matanya yang tampak sedikit lelah. “Hai,” balas Natasya, sembari melangkah mendekat. Mereka berbincang sebentar, dan begitu larut dalam percakapan mereka. Saat itu, Lyly Watson datang menghampiri dari arah ruang ganti. Langkahnya ringan dan anggun, dan ia langsung tersenyum ketika melihat Kevin berdiri di samping putrinya. “Oh, Kevin. Sudah lama tidak bertemu.” sapa Lyly lebih dulu. Kevin membungkuk sedikit dengan sopan. “Selamat siang..” Saat itu, Kevin tidak tahu harus memanggil Lyly dengan sebutan apa. Dia ingin memanggilnya ta
“Mom,” panggil Natasya pelan, senyum kecil terbit di wajahnya. Hanya saja saat itu, dirinya dan Kenan masih berada dalam posisi yang ambigu. Natasya buru-buru melepaskan diri dari Kenan, dan langsung menjaga jarak. Kenan yang melihat keberadaan ibu Natasya itupun, langsung tersenyum dengan sopan. “Halo nyonya,” sapa Kenan. Mendengar Kenan yang menyapa ibunya dengan ramah, Natasya langsung menatapnya dengan tatapan ragu. Tapi dibanding menjelaskan keadaan mereka, Natasya lebih dulu melangkah dan merangkul ibunya. “Dia Kenan. Dia dekat dengan Laura, dan ayahnya teman dekat Dad,” kata Natasya menjelaskan. Kali ini, Kenan tidak senang dengan cara Natasya memperkenalkan dirinya. Dia tampak tenang, seolah tidak ada yang akan salah paham di sana. Tapi sebelum Kenan mengatakan sesuatu, mereka lebih dulu mendengar suara Thomas Watson yang memanggil Kenan. Mel