Share

Akhirnya Bertemu

“Hmm, ternyata ayahku super tajir melintir. Aku tidak akan pernah menyia-nyiakan semua ini,” batinnya masih tersenyum.

“Pen, aku mau ke sana. Biarkan aku ikut mengurus anak kita,” bisiknya pelan. Anggara masih berhati-hati mengungkap itu semua.

“Baiklah, kau kan bapaknya. Kita akan ke sana bersama. Bagaimana?” tanya Ana selalu tersenyum di depan Anggara yang masih saja terpaku.

Oh Tuhan! Penelope sama sekali tidak pernah menganggapnya. Walaupun kadang ... Anggara sebenarnya memaksa bertemu diam-diam, namun Pen masih saja tidak akan pernah mengakui lelaki itu lagi, apalagi masa lalu mereka sangat buruk.

“Pen? Kau tidak bercanda, bukan?” tanya Anggara semakin mendekat. Dia menundukkan kepala, menatap wajah wanita yang hanya sebatas pundaknya itu. Yang selalu dia bayangkan sepanjang malam. “Kalau kau tersenyum, sangat menggemaskan,” lanjut Anggara pelan dengan semringah.

“Tentu saja aku sangat cantik. Baiklah, kita akan pergi,” balas Ana.

Mawar yang masih berdiri tegang menatap semuanya, semakin tak percaya, “Pen, kau ... menggandeng suamimu? Pen, apa kau memang amnesia?" gumamnya pelan. Hingga dia terkejut Joko spontan menarik lengannya.

“Katakan. Apa ini rencana kalian?” tanyanya dengan pandangan sangat tajam. Mawar sekali lagi menelan ludahnya dengan susah payah. “Kalau sampai kau melakukan apa-apa dan membuat Raden sekali lagi patah hati, awas ya,” lanjut Joko semakin tajam menatap Mawar. Dia segera melambaikan tangan ke arah para pengawal dan akan mengikuti Raden yang sudah masuk ke dalam mobil bersama Ana.

“Aku akan mati,” gumam Mawar sambil memegang kepalanya.

Di dalam mobil, Ana semakin takjub. Dia tak hentinya tersenyum, menatap mobil super mewah milik Anggara. “Aku pikir tadi, naik mobil satunya. Hmm, ternyata tadi mobil milik Joko? Ah, asisten saja mobilnya sangat mewah. Sialan,” gumamnya membuat Anggara mengernyitkan kedua alisnya.

“Kau selalu menolak kalau mau aku belikan mobil. Padahal, anak kita membutuhkan. Dia kan sekolah di SMA paling mahal. Posisi rumahmu juga jauh. Kalau—,” ucapnya terpotong saat Ana semakin mendekat. Anggara menelan ludah, tak percaya jarak wajah mereka sangat dekat. Perutnya terasa panas dan mulas. Ini pertama kalinya melihat Pen mendekat seperti itu.

“Aku mau mobil. Ana ... memang sangat membutuhkannya. Kirim segera mobil sport warna pink. Pantas buat remaja yang sangat keren,” ucap Ana tersenyum, lalu segera menjauh. Anggara yang masih terpana, segera melonggarkan dasinya. Tak dia pungkiri, hatinya semakin hebat berdebar.

“Aku ... akan memberikannya,” balas Anggara masih kaku. Dia segera memberi pesan kepada Joko, “Kirim mobil sport terbaik warna pink ke rumah Pen,” lanjutnya kemudian menutup ponsel. Di seberang, Joko semakin tak percaya melihat perubahan Pen.

“Yes! Ah, aku tak sabar melihat wajah semua teman-temanku yang sangat berengsek itu. Hihihi,” gumam Ana pelan sambil meringis. Dia spontan menutup mulut dengan kelima jemarinya saat Anggara meliriknya serius.

“Apakah dia baik-baik saja?” batin Anggara sambil menggeleng. Hingga pandangannya teralihkan saat melihat gedung sekolah mewah milik Mangkunegara.

Mobil mewah sang raden akhirnya sampai di depan pintu masuk utama sekolah. Satpam sangat terkejut melihat mobil mewah pemilik sekolah tiba-tiba datang. Kepala Sekolah bersama jajaran guru segera menjemput di depan pintu. Mereka menundukkan kepala, membuat Ana terkekeh pelan.

“Astaga, aku punya ayah super tajir melintir. Keren amat anjir ....,” gumam Ana pelan sambil terkekeh. Anggara mengernyit, tak percaya melihat wanita yang biasanya terlihat anggun berubah seperti anak kecil.

“Hah, bukankah itu Ibu Ana?” tanya salah satu siswa di sana ketika melihat Ana dan Anggara keluar dari mobil. Semua siswa yang sekarang beristirahat itu, saling berbisik ketika melihat.

“Wadew, jadi memang Mak Lampir pelakor?” gumam Bambang menatap kaku.

“Hahaha. Ah, rasakan kalian. Aku sebentar lagi akan menjadi penguasa di sekolah ini,” batin Ana masih saja tertawa sendiri.

“Raden ... kok datang gak bilang-bilang?” tanya Kepala Sekolah mengejutkan lamunan Anggara. Pandangannya yang semula menatap keanehan Pen, seketika teralihkan. "Apa ada masalah?" lanjut lelaki berkaca mata dan sangat kurus itu dengan gugup.

“Ah, ada sedikit masalah yang harus aku selesaikan. Bisa kita menemui gadis bernama Ana?”

Kepala Sekolah dan semua guru saling menolehkan pandangan. Mereka tak percaya orang sepenting itu menanyakan gadis paling nakal dan liar di sekolah? Begitu juga dengan semua siswa yang semakin menganga saking terkejutnya.

“Ana? Yang sangat nakal itu?” tanya Kepala Sekolah memastikan.

“Nakal? Pak, jangan berkata macam-macam! Bawa aku ke sana sekarang juga!” balas Anggara tegas. Semua orang semakin menatapnya tajam tak percaya. Mereka segera mengajak Anggara menuju ke sana.

“Gila, keren banget. Ayahku membelaku. Aku sangat beruntung. Oh, Ibu, terima kasih kau sudah melahirkan aku,” gumam Ana semringah, sambil mengikuti langkah cepat Anggara di belakang. Hingga dia terkejut saat masuk ke dalam ruangan guru. “Pen ... kenapa duduk sebelah anak sialan itu?!” batinnya berteriak.

Brian adalah pemuda yang pernah membuatnya sangat marah. Peristiwa di gudang itu akan selalu Ana ingat. Sejak kejadian itu, dia bersumpah akan membenci Brian sampai kapan pun. Tapi, kenapa sekarang malah duduk sangat dekat dengan Pen? Ana berjalan cepat mendekati Pen dan menariknya.

“Jangan dekat-dekat, sialan!” umpat Ana kesal. Sementara, Pen melotot tajam melihat kehadiran lelaki yang sangat dia benci!

“Apa yang kau lakukan di sini?!” teriak Pen sangat keras, mengejutkan semua orang. Dia melotot ke arah Anggara. Ana sangat bergetar melihat ibunya super marah. “Kau!” tunjuk Pen semakin tegas ke arah lelaki yang membuat hidupnya hancur. 

"Ana, aku adalah--"

"Diam!" teriak Pen. Dia mendekati Anggara dan menamparnya keras.

Semua orang semakin melotot saat melihatnya. Anggara masih terdiam dan membiarkan hal itu. Dia merasa bersalah karena sudah menjadi pengecut dan meninggalkan anak semata wayangnya.

"Kau!" teriak Amel tidak terima. Dia mendekati Pen dan berkacak pinggang. "Berani-beraninya kau menampar pemilik sekolah ini. Siapa kau ... orang miskin?"

Ana semakin tak terima melihat Amel berbicara kasar kepada Pen. Dia akan berjalan mendekati ibunya, namun langkahnya terhenti karena tertahan cengkeraman Anggara. Lelaki itu berdiri di hadapan Pen.

"Maafkan aku, anakku," ucapnya pelan mengejutkan semua orang.

"Apa? Anak?" tanya Amel sambil melotot.

"Mulai sekarang, pastikan tidak ada yang mengganggu Ana di sekolah," lanjut Anggara semakin mengejutkan semua orang.

"Jadi ... Ana anak dari Raden Anggara? Kok bisa?" Bambang dan semua siswa yang mengintip di kaca jendela tak percaya dengan pendengaran mereka.

"Rasakan kalian. Aku, dan ayahku super tajir melintir sudah bersatu," batin Ana tersenyum sambil menatap semua temannya yang masih menganga. "Aku ... akan menyatukan mereka yang ternyata masih saling mencintai," lanjutnya sambil menatap Anggara dan Pen yang masih saling berpandangan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status