Home / Young Adult / Alvaro Sang Genus / Bab 1. Tugas Pertama

Share

Alvaro Sang Genus
Alvaro Sang Genus
Author: Whieta Dy

Bab 1. Tugas Pertama

Author: Whieta Dy
last update Last Updated: 2022-01-22 19:34:48

“Apa?! Aku hanya dapat honor segitu untuk peran tokoh utama? Terlalu!” desis wanita itu kesal. Ia berbicara dengan seseorang melalui ponselnya. Tubuhnya yang ramping sebagian menutupi kereta dorong yang berisi seorang bayi dua tahun yang tertidur pulas. Taman kota hari ini tampak sepi.

“Tolong sampaikan, aku mengundurkan diri jika ....” Ucapan wanita itu terputus.

Seorang bocah perempuan berkulit putih menangis tersedu di sisi kereta dorong bayinya. Wanita itu menutup telepon dan menatap anak itu.

“Hai, jangan menangis. Di mana orangtuamu? Apa kau terpisah,” tanyanya.

Bocah petrempuan itu kini menangis lebih kencang. Sangat sedih. Wanita itu gugup. Ia melirik ke kereta dorong dan khawatir bayinya terbangun. Dengan gugup ia berbalik dan menekan tombol di ponselnya. Nomor kepolisian. 

Telepon itu tersambung. Wanita cantik itu baru akan membuka mulutnya dan berbalik untuk melihat si bocah perempuan. Bocah berusia sekitar empat tahun itu tidak ada. Si wanita tercengang lalu menoleh ke arah kereta dorong. Hatinya mencelus.

Bayinya yang tampan telah lenyap. Hilang tanpa jejak. Si wanita merasakan lututnya goyah. 

“Tidaaaak, jangan ambil anakkuu!” teriaknya. Lalu wanita itu jatuh pingsan.

                               ***

 

“Kasus penculikan anak belakangan ini semakin merebak. Sekitar 475 kasus anak hilang terjadi dari tahun 2017-2020. Perubahan tren penculikan anak pun terjadi. Pelaku bukan hanya berasal dari orang dewasa, namun kini juga melibatkan  sesama anak.  Modus pertemanan dan kedekatan menjadi jalan bagi tindakan kriminal ini.” Dialog itu terdengar jelas dari penyiar berita televisi di sudut rumah makan cepat saji Boobsger.

Alvaro Daharyadika, bocah berusia sembilan tahun mengabaikan siaran berita itu. Ia memilih untuk tidak melepaskan pandangannya pada seorang bocah laki-laki yang menjadi korban perundungan oleh empat bocah lain sebayanya. 

“Sini, lempar ke aku! Yes, aku mendapatkan tas buntalan ajaib!” seru salah satu dari keempat bocah itu yang bertubuh ceking diiringi oleh gelak tawa teman-temannya. 

Tian, bocah yang sedang dirundung itu berlari ke arah bocah bertubuh ceking untuk mengambil tasnya. Saat akan sampai, tas itu dilempar lagi dan berpindah tangan ke bocah yang lain hingga membuat Tian merasa frustasi.

Tian nyaris menangis ketika akhirnya tas itu dijatuhkan oleh anak lelaki bertubuh paling tambun ke arah tanah becek bekas hujan semalam. Setelah anak-anak iseng itu pergi, Tian tersedu dan mengambil tas miliknya dengan gontai. Ia sedikit lega, setidaknya lepas dari anak-anak berbahaya itu. Ia tidak sadar, bahaya yang lebih besar mengintainya.

 Alvaro mengikuti Tian dengan langkah cepat tapi tetap berjarak. Ia tak boleh menyolok karena itu akan sangat berakibat fatal. “Tak terlihat, tak terlihat,” desisnya terus-menerus pada dirinya.

Ini tugas pertama Alvaro untuk menculik bocah yang usianya tidak jauh darinya, untuk membuktikan bahwa dirinya layak untuk menjadi seorang Genus. Selama Alvaro mengikuti dan mengamati targetnya, sebuah tim sudah menunggu tanda panggilan dari Alvaro untuk menculik targetnya.

 Di sebuah persimpangan, Tian berhenti. Menoleh ke kanan dan ke kiri. Alvaro bersiap, dengan gugup ia meraba ujung kerahnya. Ia telah mencoba ini beberapa kali untuk tetap tenang. Namun, tetap saja degup jantungnya tak pernah normal. Sebuah tombol penyeranta berbentuk kancing yang tersemat di bajunya berhasil teraba oleh Alvaro.

Satu, dua, tiga. Hitungnya dalam hati. Ia menekan tombol itu.

 Dalam waktu lima menit, sebuah mobil melaju kencang menuju ke arah Tian. Sangat cepat, sangat dekat. Lalu tiba-tiba Alvaro memucat. Tanpa diduga Tian berlari menghambur ke pelukan seorang lelaki dewasa yang tampak seperti ayahnya di saat yang hampir bersamaan dengan kedatangan tim. Alvaro terperangah, sebelum tersadar sebuah tangan meraihnya dan tiba-tiba ia sudah berada dalam mobil tersebut.

 Dua orang pria yang meraihnya membuka topeng mereka menampakkan wajah kesal karena kegagalan Alvaro.

 Plak!

 Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Alvaro hingga membuat bibir tipis Alvaro sobek. Alvaro mengernyit nyeri sembari memegangi bagian wajahnya yang terasa panas dan perih.

 “Genus goblok! Sudah berulang kali Metira berpesan, jangan menekan tombolnya jika masih ada kemungkinan target meleset. Kau membahayakan kita semua. Bocah sialan!” hardik pria dewasa yang baru saja menampar Alvaro.

 Tiba-tiba lelaki di samping supir menoleh. Sebuah kaliber teracung, mengarah tepat di kepala Alvaro. Senyum lelaki itu begitu bengis. Alvaro menutup mata. Degup jantungnya terdengar keras. Namun, Ia pasrah.

 “Doorr!” teriak lelaki itu, lalu tertawa. Alvaro membuka mata, berkedip, dan menggembungkan pipinya dengan marah.

 “Kenapa, Bocah? Kau marah, heh? Punya nyali? Kau ini lebih tepat menjadi Spesies ketimbang Genus,” ledek lelaki di samping Alvaro yang membuat mereka semua tertawa, kecuali Alvaro.

 Mobil berhenti di sebuah bangunan luas berpagar baja tinggi. Penjaganya adalah empat orang berseragam hitam. Di depan bangunan bertuliskan ‘Panti Asuhan Rumah Berwarna (RB)’.

 Alvaro didorong ke luar. Bocah lelaki itu hampir terjungkal. Ia berbalik dan menggigit  tangan pria yang mendorongnya. 

 “Brengsek!” Pria itu mengumpat dan tangannya berusaha mencengkeram Alvaro. Namun, Alvaro berkelit, lalu berlari tunggang langgang ke arah sayap kiri bangunan, ke tempat tinggal para Genus dan Spesies seusianya. 

 Di organisasi terlarang berkedok panti asuhan inilah, Alvaro dan anak-anak korban penculikan—yang disebut dengan Spesies—tinggal untuk menanti giliran diekstraksi demi sebuah produk kecantikan dengan harga yang fantastis..

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Alvaro Sang Genus   Bab 72. Bertemu Gio Kembali

    Alvaro berbaring di samping Davira. Mereka bertatapan, tersenyum canggung. Jemarinya mengelus pipi halus Davira. “Maaf, aku tak menanyakan kesiapanmu. Ini menjadi tak seromantis yang diinginkan oleh setiap wanita.” sesal Alvaro. “Apa yang diinginkan oleh setiap wanita?” Davira tersenyum. “Aku tahu hari itu akan tiba. Hari di mana aku menjadi istri sesungguhnya. Aku sudah cukup siap.” “Kau membuatnya menjadi seperti melakukan kewajiban saja. Aku suami yang buruk.” Alvaro megerang. Elusannya di pipi Davira terhenti.” “Tidak, bukan begitu. Itu sangat luar biasa, sungguh.” Davira meremas tangan Alvaro, cemas oleh kekecewaan yang tergurat di wajah kekasihnya. “Meski rasanya aneh karena kita sangat terburu-buru. Tiba-tiba saja aku menjadi berbeda dan ada sesuatu yang menggelegak di tubuhku dan menuntut untuk dipenuhi.” Ucapan itu membuat Alvaro tersentak. Ia pun memikirkan hal yang sama. “Kau benar, Vira. Aku menjadi sangat bergairah sejak memasuki ka

  • Alvaro Sang Genus   Bab 71. Si Muka Dua

    Alvaro dan Davira tak pernah menyangka bahwa di Rumah Berwarna ada kamar seluas dan seindah itu. Lantainya mengkilat dan separuhnya ditutupi dengan karpet empuk dan tebal berwarna hijau mint. Ranjang di tengah ruangan berukuran king ditutupi seprei lembut dan wangi. Di dalamnya terdapat kamar mandi dengan bath up yang besar. “Aku tak percaya bahwa kita masih menginjakkan kaki di RB. Ini sangat kontras dengan seluruh ruangan di RB yang kaku dan hanya berwarna silver,” ucap Davira meraba furniture dan seprei dengan hati-hati. “Kau salah. Seharusnya justru kamar ini representasi dari RB. RB itu artinya rumah berwarna. Tapi kenyataannya, tak ada warna dalam kehidupan RB. Kita tak dibiarkan memilih ‘warna’ kita sendiri.” Alvaro bersungut-sungut. Mengerjapkan mata, Davira tersadar Alvaro masih kesal. Sebuah kulkas berwarna merah elegan menarik perhatiannya. Ia menuju ke sana, membuka pintunya dan melongok isinya. Sebotol air dingin, sirup lemon dan bua

  • Alvaro Sang Genus   Bab 70. Negosiasi

    Perempuan itu sedang menatap layar laptopnya saat Alvaro dan Davira menyerbu masuk ke ruangan kerjanya. Di belakangnya, petugas keamanan tergesa mengikuti. “Maaf Metira, saya sudah menahan mereka tapi mereka memaksa masuk,” ucap petugas itu khawatir. Sebagai jawaban, Metira menggeleng dan memberi isyarat agar petugas itu pergi. “Hai, kalian rindu padaku? Terima kasih akhirnya kalian mau mendatangi ibu kalian ini,” sindirnya. Senyum sinis terukir di bibirnya. “Tak perlu basa-basi. Kembalikan gadis itu. Kau menginginkanku. Bukan dia,” sergah Davira, kesal. “Aku menginginkanmu?” Metira mengangkat alisnya. “Yang tepat adalah, aku menginginkan kalian. Kau dan terutama Alvaro.” “Aku tahu. Kau butuh darahku dan ketangguhan Davira,” timpal Alvaro tanpa menyembunyikan kekesalannya. “Ya.” Metira menjetikkan jari. “Jika kemurnian darah Alvaro bisa didapat dengan keturunan, maka aku mau kalian punya anak. Generasi yan

  • Alvaro Sang Genus   Bab 69. Siluet Masa Lalu

    Davira memerhatikan garis pembatas putih di jalan raya. Ia tak bicara sepatah kata pun selama di mobil. Saat mengisi bahan bakar, Alvaro mampir ke mini market dan membelikan air mineral dingin untuknya. Davira menerimanya dalam diam tapi kemudian ia sadar, Alvaro mengkhawatirkan dirinya. “Hai, apa kau pikir reaksiku tadi berlebihan?” tanyanya sedikit malu. Alvaro menatapnya lembut. “Aku tahu. Tak apa. Kau panik. Kau tak suka dengan seseorang yang terlalu banyak bicara apalagi itu mengenai sesuatu tentangmu.” Davira mengangkat kepalanya. “Selama sembilan belas tahun aku bertanya-tanya, apa di luar sana aku memiliki keluarga? Seperti apa mereka? apakah rambutnya selurus rambutku dan bola matanya coklat sepertiku? Dan apa yang ia katakan tadi ….” Napas Davira tercekat.“Adalah jawaban yang selama ini aku cari. Aku tak siap. Fakta tentang saudara kembarnya yang hilang saat berumur tiga tahun dan itu adalah usia saat aku diculik. Warna biru itu ….” Ia

  • Alvaro Sang Genus   Bab 68. Keyakinan Geisha

    Apa yang akan dilakukan seseorang ketika bertemu dengan orang yang begitu mirip dengannya? Apakah ia akan antusias bertanya berasal dari mana ia? Siapa namanya? Mengapa mereka bisa memiliki tekstur rambut dan gigi yang sama seolah Tuhan menuangkan mereka pada cetakan yang sama? Alih-alih melemparkan semua pertanyaan itu, Davira justru duduk menatap perempuan di depannya dengan senyuman kaku. Meski ia mengenal dirinya seorang yang cukup mudah bergaul. Dulu, dulu sekali, kemampuannya itu ia gunakan untuk mendapatkan Spesies dengan mudah. Itu sebabnya Metira bangga padanya. Mengingatnya justru memperburuk keadaan. Perasaan aneh yang karib tadi hadir semakin kuat. “Aku Davira. Maaf ya, aku biasanya tak secanggung ini terhadap orang baru. Tapi kita benar-benar mirip … meski kuakui kau lebih lembut atau feminin? Ah semacam itu.” Davira berusaha mencairkan suasana dan tertawa. Geisha ikut tertawa lirih. “Tapi lekuk tubuhmu lebih feminin. Kau pasti seo

  • Alvaro Sang Genus   Bab 67. Doppelganger?

    “Hai, sudah berapa lama kau temukan kafe ini? Minumannya enak.” Davira menyeruput es kopinya dengan nikmat. “Aku baru sekali ke sini. Dean yang mengajakku,” jawab Alvaro. Tubuhnya condong ke depan dan lagi-lagi ia melirik meja bar.“Kulihat kau gelisah dari tadi. Kenapa, Al?” Alis Davira terangkat, menyentuh jemari Alvaro. Lelaki itu sudah dari setengah jam yang lalu terus-menerus menatap ke sekeliling mereka. Bahkan pelayan yang menyajikan pesanan mereka tadi, Alvaro tatap berkali-kali. Alvaro meringis, menggeleng pelan. “Nggak. Nggak ada masalah,” jawabnya kikuk. Dielusnya jemari Davira yang berada di atas meja untuk meyakinkan perempuan itu, sementara pupilnya tetap bergerak-gerak gelisah. “Ada yang kau tunggu, Al? Dean?” “Nggak. Sudahlah, aku ke toilet dulu, ya.” Alvaro buru-buru berdiri, menghindar dari pertanyaan Davira dengan melangkah cepat, meninggalkan perempuan itu. Davira menggigit-gigit sedotan minumannya. Aura kegelisaha

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status