"Ma, bukankah kita akan menonton bioskop?"
Pertanyaan Levin membuat Andrea tersentak. Andrea menjanjikan mereka untuk menonton di bioskop bahkan sudah mengantre untuk memberi popcorn, tetapi pertemuannya hari ini dengan Elov mengacaukan segalanya. Andrea tidak bisa berlama-lama di tempat ini, ia khawatir Elov akan mengejar mereka."Ah, maaf sayang. Mama sedang tidak enak badan. Bagaimana jika menontonnya nanti saja?"Dengan sangat menyesal Andrea terpaksa berbohong dan mengingkari janjinya pada dua bocah yang bak pinang dibelah dua dengan aktor tampan itu."Mama sakit? Kalau begitu ayo kita segera pulang. Mama terlalu sibuk bekerja hingga lupa beristirahat," ujar Luvina.Andrea membuang napas pendek. Ia tahu kedua anaknya sangat perhatian. Dalam hati ia berdoa agar selalu diberi kesehatan agar bisa terus menjaga kedua anaknya dan memberikan kehidupan yang layak untuk mereka.Sesampainya di rumah, Andrea meminta kedua anaknya untuk beristirahat saja di kamar mereka. Meski Levin dan Luvina mengajukan diri untuk merawatnya, Andrea menolak.Satu hal yang ia butuhkan saat ini adalah waktu untuk menyendiri. Ia harus bisa menenangkan diri karena jika sampai salah mengambil tindakan maka semua akan berakibat fatal."Aku lupa satu hal, meski aku telah menipu banyak orang dengan kecelakaan pesawat itu, tetapi wajah kedua anakku tidak akan pernah bisa menipu. Aku hanya harus berdoa semoga aktor mesum itu tidak memperhatikan mereka."Sementara itu di kamar si kembar, keduanya sedang duduk bersandar di tempat tidur masing-masing. Di dalam satu kamar terdapat dua ranjang terpisah."Kak, apakah kamu memperhatikan wajah Paman tadi? Mengapa terlihat sangat mirip denganmu?" tanya Luvina.Levin memutar bola matanya malas. Ia sebenarnya tahu tetapi ia memilih untuk tidak mempermasalahkannya."Bagaimana jika sebenarnya dia adalah Papa? Aku merasa Papa kita belum berada di surga. Ingin menanyakan pada Mama tetapi aku takut dia akan marah atau tersinggung," lanjut Livina."Dia bukan Papa. Sekalipun dia adalah Papa, seharusnya dia mengenali kita, bukan? Kalau pun iya, aku tidak akan mengakuinya karena dia membiarkan Mama membesarkan kita berdua seorang diri. Aku tidak suka lelaki pengecut sepertinya," ujar Levin.Luvina memangku dagu dengan satu tangannya. Gadis kecil itu sedang memikirkan ucapan saudara kembarnya barusan. Ada rasa setuju dan juga penolakan dalam hatinya. Bagaimana pun ia sangat merindukan sosok Ayah."Baiklah, tetapi aku berharap memiliki Papa. Jika memang mereka memiliki masalah, kita bisa membantu mereka untuk berdamai," usul Luvina."Haih ... bersikaplah seperti anak kecil, Lulu. Masalah orang dewasa tidak perlu dicampuri. Sebaiknya kamu tidur saja, biar aku yang memikirkan semuanya. Kamu terlalu kecil dan otakmu tidak perlu dibebani hal sebesar ini," ujar Levin.Oh apakah dia sadar mereka bahkan memiliki usia yang sama meskipun bedanya hanya sepuluh menit saja?"Dasar lelaki menyebalkan. Bukankah kamu juga masih kecil? Tetapi sudahlah, aku tidak ingin menguras tenaga untuk berpikir. Kamu saja yang atur rencananya," ucap Luvina kemudian ia menarik selimut menutupi tubuhnya hingga leher.***Hari ini Andrea terlihat sangat malas. Bukan karena ia pemalas tetapi semua ini karena jadwal pekerjaan yang sangat ingin ia hindari. Siang nanti Elov dan timnya akan ada pengambilan adegan dan mereka para pemburu berita tentu berbondong-bondong untuk datang demi mendapatkan informasi.Potongan kejadian saat itu kembali berputar di benak Andrea. Ia masih trauma tetapi jika ia menyesali malam itu maka sama saja ia menyesali kehadiran dua anaknya ini."Mama, apakah sudah sehat?" tanya Luvina saat ia mendapati Andrea sedang menyiapkan sarapan.Wajah lesu Andrea langsung berubah cerah. Bergantian ia memandangi wajah kedua anaknya. Napasnya tersengar sesak.'Benar-benar duplikat aktor mesum itu. Seharusnya mereka meniru wajahku saja. Ini sungguh mengerikan,' gerutu Andrea dalam hati."Mama sudah sehat. Hari ini di sekolah akan ditemani Bibi Lanny ya. Mama ada banyak pekerjaan dan mungkin akan pulang terlambat. Nanti Mama akan menghubungi kalian," ucap Andrea, ia menutup tempat bekal untuk kedua anaknya ke sekolah.Tangan Andrea sibuk mengisi piring anaknya dengan roti yang telah diberi selai kesukaan masing-masing. Dibalik kejadian kelam enam tahun silam, ia mendapatkan berkah dengan dianugerahi dua anak yang cantik, tampan dan keduanya sangat cerdas."Oh ya Ma, Paman kemarin yang menolong Lulu mengapa mata kami begitu mirip dengannya ya? Menurut artikel yang aku baca, pemilik bola mata dengan warna yang sama dengan kami adalah jenis yang langka. Mungkinkah kami masih satu golongan?"Andrea tersedak hingga terbatuk-batuk mendengar pertanyaan Levin tersebut. Dengan cepat Luvina memberikannya segelas air. Ia meneguknya hingga habis, bukan karena haus atau menolong makanan agar segera masuk ke dalam perutnya, tetapi ia gugup memikirkan jawaban apa yang harus ia berikan pada putranya geniusnya itu.Tanpa Andrea sadari, Levin dan Luvina saling menatap penuh arti. Sepertinya Andrea baru saja masuk dalam jebakan kedua bocah aktif dan memiliki banyak ide di otak mereka itu."Warna bola mata kalian itu sama persis seperti Grandpa. Kalau Mama mengambil keturunan Granda dengan bola mata cokelat. Sayang sekali Mama tidak memiliki foto mereka. Paman kemarin hanya kebetulan memiliki warna bola mata yang sama. Benar langka, tetapi bukan berarti tidak bisa berjumpa dengan pemilik warna mata yang sama, bukan?""Tetapi Ma, Paman itu juga sangat mirip seperti Kak Levin? Apakah wajah Kak Levin pasaran?""Ah ...?"Kehebohan terjadi, Andrea masih memegang pipinya yang memerah karena tamparan tak terduga. Si kembar bahkan tak sempat siaga, beruntung Andrea bisa memeluk Luvina dengan sekuat tenaga.Di sisi lain, Lusiana yang melihat itu semakin bersemangat. Dia tidak menyangka, selain dirinya di sini ternyata ada lagi yang tidak menyukai Andrea. Diam-diam Lusiana mulai mengaktifkan kamera ponselnya, tetapi dia sadar sejak tadi ternyata sudah banyak ponsel yang merekam sejak kejadian dia mengatakan Andrea memiliki anak haram.'Astaga ... hari ini aku benar-benar terberkati. Puas rasanya melihat Kak Rea dipermalukan,' Lusiana membatin."Aku sudah lama ingin memberikan tamparan di wajahmu yang sok polos itu," ucap Serena dengan begitu angkuh. Dia berkata lagi, "Kamu dan kedua anak harammu ini tidak layak berada di sini. Aku nggak tahu apa yang dilihat keluarga Graff dari wanita sepertimu, tetapi karena kedatanganmu semua menjadi kacau. Dasar tidak tahu malu"Andrea hendak bicara namun sebelum dia me
Andrea melepaskan pelukannya pada sosok yang selama ini selalu ada untuknya dan juga anak-anaknya. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya pelariannya saat itu jika dia tidak bertemu dengan Alvons. Padahal Alvons hanyalah sahabat mendiang ibunya, tetapi lelaki ini sangat berjasa padanya lebih dari seorang ayah. Dibandingkan keluarga kandung, Alvons menyayanginya dan juga anak-anak dengan begitu berlebihan. Seandainya saja dia tidak bertemu lagi dengan Elov saat itu, mungkin dia tidak akan berada di sini dan masih bahagia dengan kehidupannya yang sebelumnya."Paman hanya pulang, Rea. Kau dan anak-anak bisa mengunjungiku kapanpun yang kalian inginkan. Kamu sudah memutuskan untuk menetap dan hidup bersama pria itu, aku nggak bisa memaksa kamu untuk ikut. Lagi pula, anak-anak sudah mengetahui siapa ayah mereka, pasti akan cukup berat untukmu memisahkan mereka. Paman tahu anak-anakmu terkadang berkata mereka nggak masalah tanpa ayahnya, tetapi siapa yang tahu kedepannya."Alvons ber
"Kau tak apa-apa?"Geez membeku di tempat. Dia mengingat suara ini, bahkan sangat ingat karena dia terus menyimpannya dalam hati.Tatapan Geez lansung tertuju pada lelaki yang baru saja menahan tubuhnya. Benar saja, sosok itu ada di depannya."T–tidak. Aku tidak apa-apa. Terima kasih," ucap Geez dengan gugup.Ayden menatapnya dengan sedikit heran. Dia seperti mengenal sosok wanita di hadapannya ini tetapi dia lupa di mana mereka pernah bertemu."Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Ayden.Geez menipiskan bibirnya, dia senang jika ada sedikit ingatan tentangnya di benak Ayden walaupun lelaki ini tidak mengenalinya.Belum sempat Geez menjelaskan, dari belakang ibunya berlari mengejarnya. Kali ini dia punya alasan untuk berlari selain karena dia malu akibat perjodohannya yang gagal bersama Elov.Tanpa perhitungan sama sekali Geez segera berlari dan dia menarik paksa tangan Ayden untuk ikut dengannya. Ayden yang dibawa pergi oleh wanita ini menjadi bingung. Dia juga masih melihat
Langkah Morgan begitu berat mendekati Elov dan Brandon, dia ingin mendengar semua kejelasan tentang yang terjadi malam ini di acara yang sengaja dibuatnya untuk menunjukkan kedekatannya bersama keluarga Graff. Di sini juga nantinya dia yang akan memilih siapa yang berhak mendapatkan proyek besar ini, tetapi dia justru mendapatkan pengkhianatan sebelum dia sempat melepaskan proyek tersebut pada keluarga Graff. "Aku sangat tersanjung sekali mendengar berita hari ini. Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi, Tuan Brandon? Brandon tahu itu adalah sebuah sindiran, dia juga seharusnya memperingati Elov untuk menyingkirkan Harry pada acara ini sebab mereka sedang berebut untuk mendapatkan proyek besar kota Clove yang akan dipilih langsung oleh Tuan Morgan. Brandon tersenyum tipis, dia membalas tatapan Morgan yang begitu sinis padanya dengan lembut dan matanya tampak memperlihatkan jika dia tak mudah diintimidasi. "Sepertinya sudah saatnya yang tua mengalah untuk kebahagiaan anak mud
Elov baru saja sampai di kediaman Alvons, tidak tenang hatinya karena sudah dua hari dia tidak mendapatkan kabar tentang Andrea sedikitpun, bahkan orang-orang yang disebar oleh Brandon untuk mencari Andrea juga kedua anaknya sama sekali tidak membuahkan hasil. Terpaksa Elov datang ke negara ini dan langsung menuju ke rumah Alvons, tetapi ternyata usahanya sia-sia. Dia bersama Finn sama sekali tidak menemukan jejak Andrea di sana, bahkan Alvons sendiri tidak berada di rumahnya. "Tolonglah, aku sedang mencari Andrea," pinta Elov pada kepala pelayan di rumah itu. "Nona Andrea tidak pernah pulang lagi setelah Anda menjemputnya tempo hari. Seharusnya Anda yang tahu di mana keberadaannya. Tuan juga sedang tidak berada di rumah, sedang ada perjalanan bisnis ke luar negeri," ucap kepala pelayan tersebut, wajahnya terlihat datar hingga Elov tidak ingin bertanya banyak hal lagi. Tidak menemukan apa yang dia cari di negara ini akhirnya Elov memilih untuk pulang. Dia juga sudah memeriksa pene
"Bagaimana perasaanmu terhadap Elov? Bertahan atau pergi?"Ruangan yang sepi itu menjadi saksi dimana untuk pertama kalinya Andrea merasa ragu dengan perasaannya sendiri. Jika selama ini dia selalu melangkah tanpa banyak berpikir, maka kali ini dia merasa dilema dan tak tahu harus mengambil keputusan seperti apa."Kamu bingung? Jika sikapmu seperti ini maka bisa Paman katakan jika cintamu sudah tumbuh untuk lelaki itu. Bukan begitu, Rea?"Kepala Andrea semakin tertunduk, dia menatap lantai yang begitu bersinar entah mencari apa di bawah sana.Tak mudah baginya untuk mengakui jika dia menginginkan Elov saat ini dan juga akan sulit baginya jika dia mengatakan dia ingin berpisah dari lelaki itu. Sungguh, hubungan yang baru mereka mulai ini sudah mulai tertanam di hati Andrea.Diamnya Andrea menjadi tolak ukur bagi Alvons jika keponakannya ini memang benar sudah mencintai Elov. Mungkin dia belum menyadari bagaimana perasaannya terhadap pria itu tetapi sikapnya sudah menunjukkan segalanya.