Chris berdiri dengan tiba-tiba, dan berlari mengejar ayahnya yang baru saja keluar dari kamar pasien. Ia berhasil menyusulnya di lorong rumah sakit, menghadang jalannya dengan tubuh yang mungil dan mata yang penuh kecewa.
"Papa," seru Chris, menatap ayahnya dengan nanar.
"Ada apa lagi?" tanya Jeff, ayahnya, dengan kesal dan tidak sabar.
"Apakah semalam Papa bersama bibi asisten itu? Sehingga Papa mengabaikan pesanku?" tanya Chris dengan suara yang bergetar, mencoba menahan emosinya.
"Sejak kapan kau tahu soal ini?" tanya Jeff dengan tatapan tajam, seolah ingin menembus jiwa Chris yang lemah ini.
"Pa, tolong tinggalkan dia. Mama sangat membutuhkan Papa. Mama sedang hamil anak Papa juga!" pinta Chris dengan mata berkaca-kaca, menatap ayahnya yang kini sudah berbalik arah, namun masih belum memberikan jawaban.
"Masalah orang dewasa, kau tidak perlu ikut campur!" potong Jeff dengan dingin, meninggalkan Chris yang masih menatapnya dengan harapan.
Chris merasa tubuhnya lemas, sementara tangisnya yang terpendam akhirnya pecah, membiarkan air matanya mengalir deras. Kekecewaannya pada ayahnya semakin dalam, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa selain berharap agar keluarganya kembali utuh.
***
Wilson Zavierson dan putranya, Vic, keluar dari bandara yang ramai, disambut oleh sinar matahari yang hangat dan langit biru yang cerah. Mereka baru saja mendarat di California.
Vic, tak bisa menyembunyikan antusiasmenya. Ia melompat kegirangan, sambil menunjuk-nunjuk pemandangan indah di sekitarnya. "Wah...indah sekali California," teriak Vic girang, dengan senyuman lebar di wajahnya.
Wilson, yang berdiri di sampingnya, tersenyum melihat tingkah putranya yang satu-satunya itu. "Kamu bukan pertama kali datang ke California, kenapa seperti orang asing saja," komentarnya sambil mengelus kepala Vic dengan sayang.
"Papa, biar semua orang tahu kalau aku yang imut ini sudah tiba di sini," jawab Vic dengan bangga, sambil mengepalkan tangannya dan mengangkat dagunya, menunjukkan sikap percaya diri yang khas darinya.
"Selalu saja memuji diri sendiri," gumam Wilson sambil tertawa, kemudian ia mengarahkan pandangannya ke arah mobil mewah yang sudah menunggu mereka di depan. Beberapa pengawal yang ikut bersama mereka, bersiap untuk melindungi Wilson dan Vic sepanjang perjalanan.
"Cepat masuk ke mobil. Kita akan pulang ke rumah!" titah Wilson sambil mengayunkan tangannya, memerintahkan putranya untuk segera naik ke dalam mobil.
Vic menurut, dan tiba-tiba saja diam tanpa kata-kata dan berjalan menghampiri mobilnya. Saat masuk ke dalam mobil, Vic menunduk sedih tanpa sebab.
"Vic, Apa kamu menangis lagi?" tanya Wilson yang duduk di samping putranya.
"Papa, perasaanku sangat sedih. Tidak tahu karena apa," ujar Vic yang mengeluarkan air mata.
Wilson memeluk putranya sambil membujuknya," Jangan sedih, kamu bisa beli apa saja yang kamu inginkan di sini!"
"Papa, kenapa aku selalu sedih tanpa sebab? Apakah dulu saat mama mengandungku sering mengalami hari yang buruk dan sedih setiap hari?" tanya Vic.
"Jangan pikir yang bukan-bukan, pejamkan matamu. Setelah tiba, Papa akan membangunkanmu," jawab Wilson.
Tidak lama kemudian mereka tiba di mansion miliknya. Saat melangkah masuk, Vic hanya duduk di sofa dan diam di sana.
Wilson masih berdiri di ruang tamu dan melepaskan jas luarannya.
Salah satu anggotanya bernama Elvis, datang menghampirinya," Bos," sapanya dengan hormat.
"Tuan, semua pelayan sudah pulang setelah menyelesaikan tugas mereka," kata Elvis dengan sopan sambil memberi hormat kepada Wilson yang sedang duduk di sofa ruang tamu.
" Lalu bagaimana dengan Richard Calvot? Apakah dia tidak menunjukkan tindakan yang mencurigakan?" tanya Wilson dengan ekspresi serius, menatap Elvis tajam.
"Untuk saat ini belum, Bos," jawab Elvis sambil menunduk hormat. "Saya akan terus mengawasinya dan melaporkan jika ada sesuatu yang mencurigakan."
Sementara itu, di Mansion Jeff, Viyone baru saja kembali ke rumah setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit. Ia duduk termenung di ruang makan, wajahnya pucat pasi dan matanya berkaca-kaca.
Ia merasa begitu rapuh dan tak berdaya.
"Aku akan pulang besok, tidak perlu menungguku!" kata Jeff dengan nada dingin, sambil mengenakan jas dan bersiap untuk berangkat.
Viyone menatap suaminya dengan pandangan kosong," Apa yang kamu lakukan di luar setiap malam sehingga jarang pulang?" tanya Viyone dengan nada kecewa.
Jeff menoleh ke arah istrinya dengan tatapan kesal," Aku harus pergi cari uang untukmu dan anak kita. Apakah kamu bisa mengerti?"
"Apakah karena uang? Kita tidak kekurangan uang, Jeff. Simpanan kita masih ada. Kenapa setiap kali kamu memberiku alasan yang sama?" tanya Viyone.
"Apa yang kamu harapkan dariku? Aku sedang berjuang untuk keluarga kita, sementara kamu bisa melakukan apa selain duduk dan sakit-sakitan?" tanya Jeff dengan ketus.
Mendengar ucapan suaminya, Viyone semakin sedih," Jeff, kenapa kamu bisa bicara seperti itu? Aku sedang hamil anakmu. Aku sakit-sakitan karena usia kehamilanku sudah memasuki 8 bulan," ujar Viyone.
"Kalau kamu tidak bisa membantuku cari uang, Maka, lebih baik jangan banyak protes. ingat baik-baik! Rawat anak dalam kandunganmu itu dengan baik. Jangan sampai terjadi sesuatu padanya seperti kemarin," kata Jeff dengan tegas.
Jeef menghempaskan pintu rumah dengan keras, wajahnya tampak sangat kesal dan geram. Ia berjalan dengan langkah cepat, seolah ingin segera pergi dari tempat itu. Dalam hatinya, ia merasa sangat kecewa dengan Viyone, wanita yang telah menjadi istrinya selama enam tahun ini.
Dahulu, mereka dikenal sebagai pasangan yang sangat bahagia dan harmonis, namun satu hal telah merubah semuanya.
Dalam rumah yang sunyi itu, terdengar suara tangis Viyone yang pilu. Wanita itu menutupi wajahnya dengan kedua tangan, menangisi nasibnya yang kini terasa sangat menyedihkan. Ia merasa telah kehilangan cinta suaminya yang dulu begitu hangat dan penuh kasih sayang. Sementara itu, Chris yang berada di kamarnya, mendengar semua pertengkaran yang terjadi antara kedua orang tuanya. Ia merasa sangat sedih dan kecewa dengan apa yang terjadi pada keluarganya.
Chris menahan amarah dan kesedihannya. "Papa sangat egois. Selama ini, dia tidak pernah peduli padaku dan sekarang dia mulai mengabaikan mama," gumam Chris dengan suara parau. Air mata mulai jatuh dari sudut matanya, menandakan betapa rapuhnya hati anak kecil itu.
**
Vic, yang sedang berada di kamarnya, tiba-tiba merasa sesak di dada dan air mata mulai mengalir dari matanya. Ia tak mengerti mengapa perasaannya tiba-tiba begitu sedih. Dengan langkah gontai, Vic membuka pintu kamarnya dan mencari Wilson, ayahnya, yang sedang duduk di ruang pribadinya.
"Papa..," seru Vic dengan suara bergetar, sambil menyeka air matanya yang semakin deras. Wilson segera menoleh, terkejut melihat putranya dalam keadaan menangis. Ia segera berdiri dan menghampiri Vic, lalu mengangkat tubuh kecil anak itu dan memeluknya erat.
"Vic, kenapa kamu menangis?" tanya Wilson dengan suara lembut, penuh kekhawatiran.
"Tidak tahu, Pa. Perasaanku sangat sedih dan ingin menangis lagi. Tidak tahu apa sebabnya," jawab Vic dengan isak tangis.
Wilson memperhatikan wajah Vic yang memerah dan mata sembab akibat menangis. Ia merasa hatinya teriris melihat putranya dalam keadaan seperti itu. "Apakah ada yang mengganggumu, Sayang?" Wilson mencoba mencari tahu penyebab tangisan Vic.
Vic menggeleng, "Tidak, Pa. Tiba-tiba saja aku merasa sangat sedih dan terpuruk. Perasaan ini sangat menderita."
Wilson terdiam dan memikirkan sesuatu yang berkemungkinan bersangkutan dengan tangisan putranya itu." Apakah dia sedang menangis di sana? Selama ini Vic selalu saja menangis tiba-tiba tanpa sebab. dan itu berarti dia hidup tidak bahagia selama ini," batin Wilson.
Di sisi lain, Viyone kemudian keluar mengemudi mobilnya sendiri, Ia berencana mengikuti suaminya saat itu. Dengan mata dipenuhi air mata dan kekecewaan ia telah mengetahui perbuatan suaminya saat di luar.
"Kalau bukan karena aku masuk rumah sakit, Aku tidak tahu ternyata kamu sudah berselingkuh dengan wanita itu selama ini. Jeff, Aku tahu kamu merasa jijik padaku setelah aku melahirkan Chris. Tapi, kenapa kau tidak menceraikan aku saja sejak awal," gumam Viyone yang mengeluarkan air mata.
Tak lama kemudian Jeff menuju ke sebuah hotel mewah, Begitu juga Viyone yang menghentikan mobilnya di jaraknya yang cukup jauh agar tidak diketahui oleh suaminya itu.
Mata wanita itu berkaca-kaca saat melihat suaminya melangkah masuk ke dalam hotel itu.
"Kenapa harus ke hotel? Siapa yang ingin dia temui?" gumam Viyone yang semakin takut jika suaminya berselingkuh.
Viyone mengikuti langkah suaminya, Jeff, dengan perlahan dan gemetar. Ia sangat takut bahwa suaminya akan berselingkuh dengan wanita lain yang tak lain adalah asisten Jeff sendiri. Dalam kondisi hamil besar, Viyone merasa tekanan yang sangat besar. Di sisi lain, Chris yang mencemaskan ibunya, anak 5 tahun itu mengikuti langkah mereka dengan taksi. Jeff berhenti di salah satu kamar hotel dan mengetuk pintu tersebut. "Tuk! Tuk!"Pintu kamar hotel terbuka, dan seorang wanita cantik dengan rambut panjang terurai keluar dari kamar tersebut. Dia tersenyum lebar, melihat Jeff yang sudah menunggu di depan pintu. Wanita itu merangkul Jeff dan menciumnya dengan mesra. "Sudah datang," sahut suara wanita dari dalam kamar."Kamu sedang menungguku?" tanya Jeff dengan mesra."Iya, Aku tidak sabar melayanimu lagi,"jawab wanita itu dengan mengoda. Viyone menahan napasnya, mencoba menyembunyikan keberadaannya di balik pilar. Air matanya mengalir, mengetahui bahwa kecurigaannya mungkin benar. Viy
"Jeff, Kamu juga tahu aku adalah korban di malam itu, Kenapa kamu tidak bisa memahamiku? Aku sangat terluka dan sedih. Aku tidak sengaja dan bukan mengkhianatimu. Chris juga tidak bersalah. dia tidak tahu siapa ayah kandungnya. yang dia butuhkan adalah kasih sayang darimu," ucap Viyone."Aku tahu kamu tidak bersalah! Tapi, aku telah melakukan yang terbaik. Perasaanku terhadapmu semakin pudar setelah kamu melahirkan Chris. Aku memilih tetap diam agar keluarga kita tetap bahagia. Oleh sebab itu aku ingin kamu melahirkan anak untukku. Setelah anak ini dilahirkan aku tetap akan membiayai hidupmu dan Chris. Hanya satu yang aku minta. Jangan melarang hubunganku dengan Meliza. Aku akan menikahinya dalam waktu dekat!" kata Jeff dengan nada tegas.Bagaikan disambar petir setelah mendengar pengakuan suaminya yang dia cintai, Viyone semakin lemas dan tak berdaya. Hanya bisa menerima kenyataan yang telah menyayat hatinya sehingga hancur berkeping-keping.Jeff yang tidak peduli dengan istrinya, Ia
Setelah Jeff masuk ke mobil, ia ingin pergi begitu saja. Chris berlari sekuat tenaga, mengejar mobil yang mulai melaju dengan cepat. "Papa, aku akan ikut denganmu!" pintanya dengan suara yang penuh harap. ia menarik lengan Jeff yang sedang mengemudi. Namun, Jeff, ayahnya, tak menunjukkan belas kasihan. Ia menarik tangan Chris dengan kasar, membuat anak kecil itu jatuh ke jalan. "Pergi dari sini, dasar anak pembawa sial!" bentak Jeff dengan wajah memerah. Bentakan itu seolah menusuk jantung Chris yang baru berusia lima tahun. Ia tak mengerti, apa yang telah ia lakukan hingga ayahnya begitu membencinya. Tak peduli dengan air mata yang membasahi pipi Chris, Jeff langsung menginjak pedal gas mobilnya, meninggalkan anaknya terkapar di sana. Ia sama sekali tidak mencemaskan kondisi anak itu. Chris merasa tercabik-cabik, hatinya hancur berkeping-keping. Tak bisa ia menahan isak tangisnya yang pecah. "Aku bersalah karena tidak melindungi mama," gumam Chris terisak, merasa bahwa semua
Chris mengeleng kepalanya dan mengabaikan Vic," Aku pergi dulu!" pamit Chris yang melangkah pergi.Vic masih menatap Chris yang berjalan semakin jauh darinya. "Alis, mata, bibir, hidung dan wajah, kenapa mirip dengan papa?" tanya Vic pada diri sendiri. Dokter kandungan yang menangani Viyone keluar dari ruangan dengan wajah murung dan langkah berat. Jeff yang sudah menunggu di luar segera mendekatinya, wajahnya pucat dan penuh kecemasan. "Dokter, bagaimana dengan bayinya?" tanya Jeff dengan suara gemetar. Hatinya hanya peduli dengan anak yang seharusnya menjadi darah dagingnya. "Maaf, bayinya tidak berhasil diselamatkan," kata dokter itu dengan nada sedih. "Sementara istri Anda sangat lemah karena kehilangan banyak darah. Kami hampir gagal menyelamatkannya." Mendengar kabar itu, Jeff merasa seolah dunia runtuh di hadapannya. "Anakku meninggal? Kenapa bisa gagal? Kalau kamu bisa selamatkan ibunya, kenapa tidak bisa selamatkan anakku?" tanya Jeff dengan nada tinggi, emosi yang ta
Viyone terbaring lemah di atas ranjang dengan wajah pucat pasi. Chris duduk di samping tempat tidur, menatap sedih pada ibunya yang masih belum sadarkan diri. Ia memandang perut ibunya yang sudah kempis, rasa sedih dan penyesalan semakin menyelimuti hatinya. "Adik, Kakak gagal melindungimu dan mama. Sehingga kami tidak bisa datang ke dunia ini," ucap Chris terbata, menahan isak tangis yang mulai menggumpal di kerongkongannya. Chris kemudian mengeluarkan tasnya dan membuka laptop. Ia bersumpah dalam hati untuk mengubah nasib keluarganya. "Aku harus mencari uang untuk mama, kalau papa tidak membiayai mama lagi. Setidaknya aku masih ada uang," gumam Chris sambil mengutak-atik laptopnya dengan penuh semangat. Tetesan air mata Chris jatuh ke layar laptop, namun ia tak peduli. Fokusnya hanya satu, yaitu mengumpulkan uang agar dapat menghidupi ibunya. Tidak tahu dengan cara apa anak 5 tahun itu menghasilkan uang dari laptop yang dia miliki. Ia duduk di lantai dan menyandarkan diri ke temb
"Elvis, kamu keluar dulu!" titah Wilson."Iya, Tuan," jawab Elvis dengan patuh dan meninggalkan ruangan itu.Vic masih sedang menunggu jawaban dari ayahnya itu," Aku sedang menunggu penjelasan Papa. Papa berhutang satu jawaban denganku!" Wilson tersenyum dan menjawab," Papa tidak bermain dengan wanita lain. Kamu jangan mulai bicara yang tidak masuk akal. Kembali ke kamarmu dan belajar menulis dan membaca!""Aku tidak mau belajar, Aku sudah pintar. Belajar hanya membuang waktuku saja. Setelah dewasa aku akan menjadi mafia tampan dan hebat?" jawab Vic dengan membanggakan dirinya."Jangan membantah perintah, Papa! Pergi kembali ke kamarmu!" kata Wilson dengan nada tegas.Vic melirik tajam pada ayahnya," Papa, Lalu kapan kita bertemu dengan mama?" tanyanya."Papa sedang meminta paman Elvis menyelidiki tempat tinggalnya. Mamamu sudah pindah dan kita butuh sedikit waktu," jawab Wilson yang beralih fokus pada layar laptopnya setelah melihat banyak foto-foto unik yang tampil di sana."Iya,
Jeff yang tinggal bersama Meliza di sebuah rumah mewah, Ia menghabiskan beberapa gelas minuman keras. Rasa kecewa dan putus asa setelah kehilangan darah dagingnya yang telah usia 8 bulan dalam kandungan."Jeff, Jangan terlalu sedih! Kita masih muda dan akan memiliki anak juga. Kenapa kamu harus terpuruk hanya karena wanita itu. Semua karena kelalaian dia yang suka ikut campur urusanmu," ujar Meliza.Jeff mengusap wajahnya dan berkata," Kami menikah selama enam tahun dan selama ini aku berharap bisa memiliki seorang anak. Kami menunggu kelahiran anak ini. Tapi, pada akhirnya aku harus kehilangan."Meliza sengaja memprovokasi pria itu yang sedang putus asa," Jangan terlalu sedih. Kamu masih ada aku. Lupakan saja dia. Sekarang kamu tidak ada alasan lagi untuk bersamanya. Anakmu sudah meninggal karena dia. Mungkin saja dia sengaja ingin membunuh anakmu agar bisa membalas dendam karena kita diketahui bersama."Jeff mengepal tinjunya dan menahan emosi, Ia termakan hasutan wanita itu."Perca
"Akhirnya kamu mengatakan yang sebenarnya, Jeff Hamilton, saat itu aku tidak memaksamu menikahiku. Kamu berjanji akan setia padaku. Aku sudah mengatakannya jika suatu saat kamu berubah tolong beritahu aku. Jangan menyakitiku seperti ini. Tapi, apa yang kamu janjikan...Kamu memberiku janji tidak akan ada wanita lain yang akan muncul dalam hubungan kita," ujar Viyone."Saat itu aku merasa sangat kejam kalau aku meninggalkanmu, Padahal dalam hatiku merasa jijik. Apa lagi setelah aku mendapati kamu mengandung darah daging pria itu. Aku tetap berusaha bersabar walau pun aku tidak bisa menerimanya," ujar Jeff.Vivian mengeluarkan air mata dan betapa sakit hatinya setelah mendengar ungkapan suaminya yang dia cintai selama ini."Kau tahu aku adalah korban, Kejadian itu bukan aku yang menginginkannya. Aku disekap dan dibawa ke kamar hotel oleh orang yang aku tidak kenal. Aku berusaha melawan tapi aku tidak berdaya. Aku sangat sakit dan malu. Kamu merasa aku jijik? Aku juga merasakan diriku sud