Laura gegas bangkit dari kursi dan mendekati gadis kecil yang tengah duduk di tepi kolam itu."Cela Sayaang, jangan pernah ngomong gitu lagi ya. Gak baik. Tante sedih loh dengernya. Lagian siapa bilang Ayah Cela sudah pergi? Ayah Cela 'kan masih ada cumaan dia belum datang aja."Zehra tersenyum polos."Ya udah, udah hampir sore nih, kita pulang dulu yuk Cel," ajak Nyonya Trissy seraya bangkit juga dari kursi taman.Walau tak mau berpisah dari gadis kecil itu, Laura akhirnya setuju saja."Gak apa-apa mulai besok 'kan Zehra tinggal di sini sama kamu, sekarang Zehra Mami bawa pulang dulu biar si Dewi bisa lihat Zehra dulu sebentar, walau bagaimanapun dia 'kan ibunya, besok Mami kesini lagi sekalian Mami bawain baju-baju Zehra," ujar Trissy panjang lebar, ia mencoba menghilangkan kesedihan Laura."Janji loh Mi, pagi-pagi bawa Zehra ke sini, 'kan mau daftar sekolah juga.""Iya."Pak Ebi pun gegas membawa Zehra dan Nyonya Trissy meluncur pulang. Sampai di rumah Nyonya Trissy langsung menyur
Untunglah kedua bola matanya melihat bangku yang ada di taman, secepat kilat ia pun duduk di sana."Siapapun yang sedang menuju ke sini, semoga orang itu akan percaya pada alasan yang akan kuberikan."Tap tap tap.Dewi melihat ternyata Nyonya Trissy yang berdiri di depan pintu. Sontak saja hal itu membuat keringat dingin berhamburan di wajah Dewi."Dewi? Kamu di sana? Ngapain malam-malam di luar?" "Emh a anu Nyonya, saya ... lagi nyari angin."Mata Nyonya Trissy menyipit, "Zehra mana?""Ti-tidur, Nyonya.""Kamu juga tidur, udah malem, gak baik membuka pintu malem-malem begini, takut ada orang berniat jahat.""Baik, Nyonya," balasnya seraya mengangguk dan menyeka keringat di keningnya.Nyonya Trissy kembali masuk, diikuti Dewi di belakangnya."Sial! Rencanaku gagal," dengusnya pelan.***Pukul 4 pagi Dewi sudah kembali bangun, sementara di sampingnya Zehra masih tidur lelap. Tangannya gatal, biasanya Dewi akan langsung menyeret Zehra agar gadis kecil itu juga gegas bangun, tapi kali in
"Enggak Mi, Laura nunggu di rumah, kasihan takut kecapekan kalau dia bolak-balik terus, nanti aja Fras jemput dia terus langsung ke sekolahan."Mata Dewi membeliak mendengar ucapan Fras untuk istri tercintanya.Apa dia bilang? Takut Laura kecapekan? Bolak-balik naik mobil aja takut kecapekan? Kemana aja kamu Fras? Aku di kampung menyusuri hutan dan kebun hanya untuk cari makan, duduk pinggir jalan demi uang tak seberapa, saat aku datang kamu malah acuhkan aku begini. Keterlaluan kamu Fras, keterlaluan! pekik Dewi dalam hatinya."Oh gituu, ya udah gimana baiknya aja."Fras mengangguk."Dew, mana bajunya Zehra?" Nyonya Trissy bicara lagi.Cepat Dewi memberikan tas berisi baju-baju gadis kecil itu lalu berjongkok di depannya."Zehra, jangan nakal ya Sayang. Kalau Zehra kangen Mamah, Zehra minta antar Om Fras aja ya," ucapnya seraya tersenyum lebar pada gadis kecil yang tengah berseri-seri itu."Ciap, Mamah."Alis Fras terangkat refleks. Dia merasa hari ini ada yang aneh dari Dewi.Tumben
"Bu ... Mas Fras, Bu ... Mas Fraaas.""Iya, kenapa dia?""Mas Fras pergi Bu, dia bilang kami selesai, Bu." Dewi menangis sesegukan di bawah kaki ibunya."Selesai? Selesai bagaimana?"Dewi tak bisa menjawab lagi. Lukanya begitu dalam, sakit di hatinya membekas bahkan hingga 4 tahun lamanya. 4 tahun Dewi lalui dengan susah payah, berpuluh-puluh kali ia menangis menyesali segalanya, dan beberapa kali wanita itu juga mencoba mengakhiri hidupnya.Untunglah ada Mbah Asti yang selalu mengingatkan Dewi, walau tak dipungkiri juga Mbah Asti sama sakit dan kecewanya dengan keadaan yang terpaksa harus mereka jalani.Mbah Asti sudah tua kala itu, dia juga sudah berhenti kerja dari rumah Nyonya Trissy, tapi terpaksa harus menjadi orang terdepan dan terkuat demi Dewi dan cucunya yang sekuat tenaga ia pertahankan."Jangan pernah coba-coba menyakiti apalagi menghilangkan nyawa anak tak berdosa itu Dewi. Ibu akan mengurusnya kalau kamu tidak mau." Ucapan itu yang kerap terlontar saat Dewi frustasi dan
"Sayang, udah waktunya jemput Cela, kamu gak lupa 'kan?""Oh enggak doong, jahat banget kalau aku sampe lupa hehe.""Hehe makasih istrikuu Sayang, aku percaya sama kamu, kamu baik-baik ya, tolong jaga Cela baik-baik juga.""Siap, Pak Bos."Obrolan mereka berakhir. Laura tersenyum lebar. Kadang ia merasa tak percaya karena punya suami sebaik Fras yang selalu mendukung apapun keinginannya."Makasih Mas, aku mencintai, mu."Dreeet."Astagfirullah." Laura menginjak pedal rem mendadak saat seekor kucing melompat ke kaca mobilnya."Kucing siapa sih? Tapi kayaknya kucing liar. Duh mati enggak ya?"Laura pun turun sebentar. Ia lantas memeriksa kolong mobilnya."Ah gak ada apa-apa, kemana kucingnya ya?"Setelah mencari sebentar, Laura kembali naik dan melajukan mobilnya."Ada-ada aja sih, padahal lagi buru-buru begini," katanya sambil menggeleng-geleng kepala dan terus fokus menyetir.---Teeettt!Bel sekolah Zehra bunyi nyaring. Sejurus dengan itu pintu gerbang juga terbuka lebar. Anak-ana
"M-Mas, aku ... aku ...." Laura tergagap, air matanya mulai menggenang karena untuk pertamakalinya Fras membentak."Maaf Ma, Pa, kami akan bantu lapor polisi saja untuk kasus ini, tapi Mama dan Papa diharap untuk tenang ya," kata seorang pengajar yang tengah bersama mereka. Pengajar itu cukup paham rupanya kondisi antara Fras dan Laura mulai memanas."Ya sudah tunggu apa lagi?! Memang itu tugas kalian 'kan? Bisa-bisanya kalian lalai!" sentak Fras.Mereka terperanjat, tak kecuali Laura, sampai dengan refleks air matanya luruh membasahi pipi."Kalau sampai anak saya gak cepat ditemukan, saya akan tuntut sekolah ini," kata Fras lagi.Gegas pria itu pergi ke mobilnya. Laura cepat mengekor. Mereka pun akhirnya memutuskan pulang dengan harapan Zehra sudah ada di rumah. Tapi saat sampai rumah lagi-lagi mereka harus kecewa."Gak ada Non Cela pulang, Nyonya," jawab Pak Iglo yang merupakan security rumah mereka."Ya ampun, Cela ... kemana kamu, Nak?" Laura makin terisak. Pikirannya kacau dan be
"M-Mami?" gumamnya dengan bibir bergetar. Wajah Fras memucat seketika saat menyadari mertuanya sedang berdiri melihat mereka dengan tatapan tak percaya.Sementara Dewi tersenyum jahat."Baguslah," gumamnya pelan, meski Dewi tak menduga Nyonya Trissy akan secepat itu tahu soal rahasia mereka."Fras, kamu? Jadi kamu?"Plak!Tangan Nyonya Trissy mendarat hebat di pipi Fras sebelum pria itu bicara. Panas menjalar di tangan Nyonya Trissy seperti panas yang sepuluh tahun lalu ia rasakan. Sepuluh tahun lalu saat ia menampar Aris suaminya."Mami, ini ....""Jadi kamu ..? Kalian ..? Apa benar apa yang Mami dengar ini?" Nyonya Trissy menggeleng-geleng tak percaya seraya menatap keduanya secara bergantian.Fras mematung dengan tubuh bergetar. Sementara Dewi hanya mengerling malas."Kenapa diam, Fras?! Apa benar semua yang Mami dengar tadi? Apa benar kamu adalah suaminya Dewi yang kabur 4 tahun lalu?!" sentak Nyonya Trissy lagi.Mulut Fras mengatup-ngatup. Lidahnya juga mendadak kelu."Katakan, F
"Loh memangnya kenapa, Mi?" tanya Laura cepat."Biar kamu istirahat di sini saja dulu malam ini, supaya Mami gak terlalu khawatir.""Oh gitu, gimana, Mas?" Laura minta pendapat Fras.Pria itu meremas wajah, "ya sudah, gimana baiknya saja."Malam itupun mereka sepakat menginap di rumah Nyonya Trissy.---Sementara Zehra di tepi jalan. Dia masih duduk termenung di atas tembok pembatas jalan menunggu Dewi datang. Sejak tadi gadis itu tak berpindah, ia juga terus memeluk tas sekolahnya sambil menggoyang-goyangkan kaki kecilnya dengan pelan.Di atas sana. Matahari mulai meninggi, menyorot tepat pada kepala gadis kecil itu sampai membuat seragam sekolah yang dipakainya basah oleh keringat."Mamah di mana? Kenapa lama cekali?" lirihnya.Bayang-bayang Dewi sedang tersenyum padanya akhir-akhir ini terus saja melintas, membuat gadis kecil itu mau dengan sabar menuggu ibunya lebih lama, agar ibunya merasa bangga padanya. Padahal perut Zehra mulai terasa lapar, tapi gadis itu tak melakukan apap