Share

The Bland Dish

Seluruh rombongan Im-Tech tercengang. Di tengah situasi mencekam, mereka tak menyangka Lenna sekeji itu menembak Dhea yang sama sekali tak bersalah. Berbeda dengan Yuriko, dia tampak biasa saja, seolah tidak peduli dengan situasi sambil asyik mencamil bungkusan snack.

Jessie tersenyum sembari membuang rantai borgolnya, “Adik kecilku yang bodoh, kau sama sekali tidak berubah!” gumamnya.

Lenna mengalihkan pandangan sembari menodongkan pistol ke arah rombongan Im-Tech di sekitarnya, “Apa yang kalian lihat?”

Para rombongan Im-Tech ketakutan sambil menundukkan pandangan mereka.

“Trixie!!” Lenna memanggil, Trixie langsung datang memenuhi panggilan. Lenna hanya melirik ke arah Trixie. Tanpa diperintah, Trixie langsung memahami apa yang hendak dikatakan Lenna.

“Kalian bantu aku perbaiki laboratorium ini, kau juga orang WG!” perintah Trixie , “Hari ini kita akan sangat sibuk! Jangan ada yang bermalas-malasan!”

“Bagaimana kau bisa memahami apa yang diperintah Lenna, padahal dia tidak memerintahmu?” tanya Yuriko.

“Tuan Putri adalah ….”

“Trixie!” bentak Lenna spontan memotong pembicaraan, “Siapa yang mengizinkanmu mengobrol?”

“Maafkan saya, Tuan Putri!”

“Kembali bekerja!” perintah Lenna ketus.

“Orang Im-Tech sangat aneh!” gumam Yuriko.

**

Terik matahari semakin terasa menyengat, sementara seluruh rombongan Im-Tech beserta Yuriko tampak kompak saling berbondong-bondong merenovasi laboratorium. Mulai dari mengevakuasi jasad para ilmuan WG, melakukan pengecekan, mendesain ulang arsitektur bangunan, membersihkan sisa puing-puing bangunan, membangun fondasi maupun menyiapkan beberapa material.

Lebih dari lima puluh orang ilmuan dan pasukan Im-Tech terlibat dalam pembangunan, sementara Jessie asyik memancing ikan, dan beberapa pelayan lain sibuk menyiapkan bahan makanan untuk dimasak.

Sikap Lenna tampak aneh. Tak ada yang menyadari gerak-gerik Lenna, dan dia sedang bersembunyi jauh dari kerumunan orang.

Di dalam hutan Lenna membawa Dhea ikut bersamanya. Lenna perlahan membuka perban yang menutup mulut Dhea dan membantu melepas borgol yang terpasang di lehernya.

Dhea perlahan membuka matanya, dia terkejut saat menyadari bahwa dirinya berbaring di atas pangkuan bos Im-Tech, Lenna Lavender.

“Bangunlah serangga kecil!” sapa Lenna.

Dhea tampak kebingungan. Dia meraba-raba seluruh tubuhnya seakan masih teringat saat Lenna menembak dadanya, “Aku masih hidup? Bagaimana mungkin?”

“Hanya peluru mainan. Siapa namamu?”

Dhea beranjak duduk, sembari menundukkan pandangannya ke bawah, “Dhea Kumala Anggraini.”

“Dhea,”

“Mengapa kau bisa tertangkap kakakku?” tanya Lenna.

“Em,”

“Saya tidak begitu ingat, saat itu pandangan saya sangat gelap. Saat Tuan Hans mengantarkan saya pulang, tiba-tiba beberapa orang berseragam militer berkumpul di depan rumah saya.” Jelas Dhea.

Lenna mengangguk seolah paham dengan situasinya, “Jadi ini memang direncanakan oleh si bos kucing itu, sangat tidak lavender!”

“Bisa kau ceritakan, siapa itu Robert Hans?” imbuhnya penasaran.

“Tuan Hans,”

“Dia bos Mira-Tech, orang pemalas dan sangat pelit, selebihnya saya tidak bisa memberitahu Anda.”

Lenna lalu menatap tajam ke dalam mata Dhea selama beberapa detik.

Dhea merasa tidak nyaman dengan sikap Lenna, “Ada apa?”

“Tidak ada,”

“Apa kau mau bergabung dengan Im-Tech?” Lenna menawarkan.

“Asal gaji saya tinggi, saya tidak keberatan. Tetapi saya tidak enak meninggalkan Tuan Hans.” ujar Dhea.

“Baiklah,”

“Tidak ada hal penting lagi yang akan kita bicarakan. Pergilah! Sebelum aku berubah pikiran!” perintah Lenna.

Dhea hanya terdiam sembari menundukkan kepalanya.

“Pergi!!”

Dhea menurut. Dia membalikkan badan dan beranjak pergi.

Dhuaar!

Tak disangka, Lenna malah menembak Dhea tepat mengenai lehernya.

Bruak.

Dhea jatuh tergeletak dengan leher bersimbah darah.

Lenna tampak puas dibalik senyum jahatnya, “Ah, nikmat sekali! Sekarang aku mendapat hal yang menarik!”

**

Para pasukan Im-Tech tampak sibuk bekerja, sementara para ilmuan juga turut membantu. Dengan teknologi nano, hanya dalam kurun waktu beberapa jam, pembangunan ulang laboratorium WG hampir selesai dilakukan.

Di lain sisi, para pelayan Im-Tech tampak riang membawa beberapa nampan hidangan berkelas. Mereka berbondong-bondong menyajikan beragam menu masakan di atas sebuah tikar yang digelar seadanya. Aroma sedap dari kepulan asap, membuat siapa pun tergoda untuk menyantapnya. Mengamati dan hanya dapat menelan ludah, para rombongan Im-Tech tak ada yang berani menyantap hidangan tersebut tanpa perintah dari Lenna. Berbeda dengan Yuriko, dia dengan santainya mengawali menyantap hidangan.

Lenna tak kunjung datang, Jessie akhirnya turut bergabung.

Seluruh rombongan Im-Tech tampak tak berhenti mengamati Jessie.

“Makanlah!” ajak Jessie kepada mereka, “Baiklah, akan kuhabiskan seluruh makanan ini!”

Mereka akhirnya menurut dan turut bergabung tanpa sepengetahuan Lenna. Hanya Trixie, para pelayan beserta enam orang pasukan dan dua orang ilmuan yang tetap melanjutkan pembangunan.

Lenna tak sengaja mendapati beberapa anak buahnya asyik menyantap hidangan, dia sangat geram sampai membuang muka. Dengan teknologi nano dari gaunnya, Lenna memutuskan menyamar menjadi seorang ilmuan dan turut bergabung bersama mereka. Tak ada yang mengetahui kemampuan khusus Lenna, membuatnya dengan mudah berbaur tanpa ada yang mengetahui.

Beberapa rombongan Im-Tech tampak lahap menyantap hidangan di depannya, sementara Yuriko dengan perut kenyang langsung berbaring tidur dengan headset terpasang dari telinga pandanya.

Jessie hanya sedikit makan, dia langsung saja beranjak dari tempatnya dan melanjutkan memancing.

“Hidangan ini sangat enak! Makan tanpa Lenna berasa di surga.” ucap salah seorang ilmuan mencibir Lenna, padahal yang dicibir sedang duduk di sebelahnya.

“Dengan tidak ada Lenna makanan ini terasa sangat lezat! Kita habiskan saja semuanya, jangan sisakan satu pun untuk nenek itu!” sahut salah seorang pasukan.

“Aku setuju! Dia semena-mena seperti ratu, padahal hanya penggila jus markisa! Dia tak akan bisa berbuat apa-apa tanpa kita!” sahut pasukan lain mengejek.

“Jika bukan karena gaji tinggi, aku tak akan bekerja di sini!” sahut gadis ilmuan di sebelahnya.

Sementara Lenna tetap menahan diri, melahap makanan sembari menyimak pembicaraan mereka. Salah seorang pasukan tampak mabuk setelah menghabiskan sebotol penuh tequila. Dia tampak riang dan tak ragu menepuk punggung Lenna yang kala itu duduk di sampingnya, “Kau tampak tenang sekali nona, makan saja sepuasmu! Hahaha!”

“Kalian berhentilah menjelek-jelekkan Tuan Putri!” tegas seorang gadis ilmuan di depannya, “Jika bukan karena kebaikan Tuan Putri, kalian tidak dibutuhkan di sini!” pungkasnya membela Lenna.

“Jangan terlalu naif, kau hanya orang baru di sini! Kau belum mengerti seberapa buruknya si Lenna Lavender!” sanggah pasukan yang tengah mabuk tersebut, “Hidup ini indah, sangat indah tanpa Lenna Lavender!!”

“Jika aku bertemu Lenna, aku ingin sekali meludahi wajah angkuhnya itu!” sahut pasukan lain setelah meneguk segelas vodka.

Tanpa mengucap sepatah kata pun, Lenna meletakkan piring makan dan langsung beranjak dari tempatnya.

**

Perkataan anak buah yang sangat menusuk, membuat Lenna tertunduk lesu sembari bersandar dengan tatapan kosong. Beragam hidangan makanan lezat yang menjadi menu favoritnya, seakan menjadi hidangan hambar yang telah masuk ke kerongkongannya.

Di balik sebuah pohon, mendadak sebuah layar hologram muncul di hadapan Lenna, terpancar dari sinyal biru yang berkedip tiada henti di tangannya. Tampak sebuah panggilan masuk dari Trixie.

Lenna menjawab panggilan tersebut tanpa berkata apa pun.

“Tuan Putri!”

“Kami diserang! Mereka  ….” panggilan Trixie mendadak terputus.

Lenna geram.

Wajahnya tampak cemas bercampur rasa penasaran, “Sangat tidak lavender!”

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status