Menatap kesal pada ponsel yang digenggamnya. Tatapannya sejak tadi tak lepas dari benda itu, genggamannya makin erat, seakan kapan saja bisa merusak benda pipih tak bersalah itu.
Sudah lebih dari sepuluh kali Maya berusaha menghubungi Mulan. Namun, tidak ada satupun yang tersambung. Dia jadi kesal sendiri. Apa sekarang Mulan melupakan janjinya dan terlena dengan kemewahan di saja?
Tidak. Maya menggeleng kuat. Dia tidak ingin berprasangka buruk pada Mulan. Dia berusaha memupuk pikiran positif untuk mengusir rasa kesalnya.
“Maya?”
Maya tersentak kaget. Dia menoleh ke samping dan menemukan Juliet tengah berada di ambang pintu.
“Ada apa, Juliet?” tanyanya dengan suara ramah.
Juliet tidak langsung menjawab. Dia semakin masuk ke dalam ruangan yang menjadi tempat kerja Maya akhir-akhir ini. Sangat nyaman dan luas. Bahkan terlalu bagus hanya untuk seorang asisten bar.
Tatapannya makin memicing tak suka melihat kegiatan
Karena rasa tidak enaknya pada Alfa, Mulan mempercepat kepergiannya dan alasan ingin mengunjungi Julian di kantornya. Awalnya Alfa bersikeras ingin mengantar, tapi Mulan menolak dengan keras. Bisa hancur rencananya bila pria itu masih berada di jarak jangkauannya. Dia sudah merasa bersalah melihat ekspresi sendu pria itu setelah penolakannya. Mulan sadar tidak baik membawa Alfa dalam rencananya. Dia harus melepaskan pria sebaik itu agar tidak menyakitinya semakin dalam. Setidaknya Mulan masih cukup berbaik hati saat ini. Setelah berhasil pergi dari Alfa, Mulan memilih menaiki taksi dan pergi ke rumah sakit untuk kembali mengunjungi sang ibu. Rindunya sudah sangat besar, ada banyak cerita yang ingin disampaikannya. Apalagi dengan ruang geraknya yang terbatas, dia akan memanfaatkan waktunya sebaik mungkin. Hingga tidak butuh waktu lama, Mulan akhirnya sampai. Dia segera masuk dan melangkah menuju ruang rawat sang ibu. Di sana sosok wanita itu masih sama
Sejak perdebatannya dengan Juliet saat itu, Maya tidak memiliki teman lagi. setiap hari semakin terasa sepi dan membosankan baginya. Meski Juliet kadang menyebalkan dan irit bicara, tapi wanita itu bisa menjadi teman bicara di sela pekerjaannya. Maya akan bercerita panjang lebar dan Juliet hanya menanggapi dengan deheman singkat.Maya mendesah. Hari ini sudah tidak ada pekerjaan yang harus diselesaikannya. Bahkan Maya merasa pekerjaannya di sini sangat ringan. Dia lebih banyak bersantai. Tidak salah bila Juliet menaruh curiga padanya.Maya tidak bisa sepenuh menyalahkan wanita itu. Karena semakin ke sini, Maya juga penasaran kenapa dirinya menjadi asisten yang sebenarnya tidak dibutuhkan sama sekali. Bahkan Maya sering memergoki sang manager berkerja sendiri dan tidak membiarkan Maya membantu. Lalu apa gunanya dirinya?“Menyebalkan sekali,” gerutunya mulai kesal.Dia melihat jam dinding yang hampir menunjukkan tengah malam. Pasti di luar sedan
“Ini imbalanmu. Aku harap kamu mengerjakan dengan benar.”“Pasti, Tuan. Semua sudah saya siapkan. Tuan hanya terima beres,” balas Juliet dengan seringai kecilnya. Tangannya menerima segepok uang untuk bayarannya malam ini.Juliet tersenyum miring. Dia sudah memiliki rencana matang. Sekaligus memberi sedikit pelajaran pada perempuan yang menurutnya terlalu naif. Ini adalah sebuah keberuntungan baginya.Ibartkan sekali dayung, dua pulau terlampui. Selain mengerjai Maya, dia juga mendapatkan uang yang banyak.Beberapa jam berikutnya ....“Maya, boleh aku minta tolong?”“Eh, iya?” Maya segera menghampiri Juliet yang berada di ambang pintu. Wajah perempuan itu tampak panik, dengan tatapan yang tak tenang.“Bisa kamu tolong gantikan pekerjaanku malam ini? Aku harus pulang sekarang karena ibuku sedang sakit. Sedangkan suasana di bawah sedang sangat ramai,” jelasnya dengan wajah memo
Maya terbangun dari tidurnya yang sebentar. Dia merasa badannya berguncang dengan sesuatu yang bergerak maju mundur di intinya. Alisnya berkerut samar, berusaha berpikir apa yang sedang terjadi. Perlahan kelopak matanya terbuka. Pemandangan seseorang pria yang mendongak dengan miliknya yang terasa penuh di bawah. Maya membulatkan matanya saat mendapati kesadarannya kembali. Pria itu kembali memperkosanya. Paddahal baru beberapa jam yang lalu berhenti setelah pria itu mendapatkan kepuasannya berkali-kali. Sedangkan Maya sudah lelah dengan intinya yang terasa perih dan lecet. Maya bergerak gelisah dengan air mata yang kembali mengucur deras. Dia tidak berhenti mengutuk nasib buruknya saat ini. Dia bukan hanya kotor, tapi juga tak ubahnya jalang yang menyedihkan. Mahkota yang dirampas paksa dan kejadian ini akan terus menjadi kenangan buruk baginya. “Shhh, sedikit lagi,” desah pria itu yang makin bergerak dengan brutal. Memompa miliknya, menyentak makin dalam da
Mulan kembali menginjakkan kaki di perusahan ini. Seperti rencananya, dia akan menyapa dan memerankan adik yang baik di depan keluarganya. Mulan jadi tak sabar melihat wajah-wajah orang di dalam sana. Dia ingin tahu bagaimana efek pemanasan yang sudah Alex lancarkan.Baru masuk saja, dia sudah disuguhi dengan kegiatan padat para karyawan. Sejauh matanya memandang, hanya orang-orang yang sibuk dengan jari-jari yang menari di atas keybord komputernya. Mereka tampak sangat serius dan berkonsetrasi. Mereka dituntut lebih teliti dan tidak boleh ada sedeikit pun kesalahan jika tidak mau karir hancur saat ini juga. Walter memang tidak main-main dengan ancamannya.Mulan tidak bisa menahan diri untuk tidak semakin tersenyum lebar. Dia memeluk bekal yang sengaja dibawanya. Tujuan pertama dia akan ke ruangan Julian. Dia akan mengambil hati pria itu lebih dulu, sekaligus menggali informasi.Setelah menaiki lift dan tiba di lantai atas, Mulan menghampiri asisten kak
Setelah beberapa saat, suasana menjadi canggung. Baik Mulan dan Juan duduk di sofa dalam ruangan itu. Sesekali Mulan melirik pria itu yang tampak sangat kusut. Entah dia harus senang atau malah iba. Bagaimanapun ini semua juga ulahnya.“Ekhem.” Mulan berdehem keras, berusaha mencuri atensi pria itu barang sesaat saja. Dia tidak bisa diam saja di sini, sedangkan otaknya memikirkan banyak hal. Dan lagi, dia juga penasaran apa maksud Juan barusan.Namun, Juan tak bergeming. Dia pura-pura tak berpengaruh. Pria itu sedang berperang dengan pikirannya sendiri. Dia sadar sejak tadi perempuan di sampingnya selalu mencuri pandang.“Kamu kenapa?”Kali ini Juan menoleh, mengulas senyum tipis saat melihat tatapan penasaran perempuan itu. “Tidak apa-apa,” balasnya. Sebelah tangannya terulur dan mengusap surai perempuan itu dengan lembut. “Kamu masih marah sama aku?”“Marah?” ulang Mulan dengan sebelah a
Beberapa hari ini Mulan merasa sangat puas. Dia sudah mendapatkan laporan tentang perkembangan perusahaan Walter yang belum stabil. Sangat susah untuk memulihkannya bila system keamanan sudah diretas sedemikian rupa. Apalagi model produk yang bocor ke perusahaan lawan. Mereka harus berkerja dari awal.“Sementara biarkan mereka istirahat dulu. Aku memiliki rencana lain untuk bajingan itu.”“Rencana apa?” tanya Alex di seberang sana. Selama ini dialah yang akan menjalankan rencana dari luar, sementara Mulan yang akan menjalankan misi di dalam.Mulan menarik sebelah bibirnya membentuk seringai kecil. “Lihat saja nanti,” katanya penuh misteri.“Baiklah. Ingat, kapanpun kamu butuh, segera hubungi aku.”“Pasti,” jawab Mulan dan setelahnya mematikan panggilan begitu saja.Sekarang dia hanya sendiri di ruang tengah. Suasana rumah yang hanya terisi pelayan dan pengawal tera
“Maaf, Sir.”“Ada apa?”“Ini ada titipan dari Sir Bruce.”Mendengar nama tersebut, Kriss yang sejak tadi fokus pada berkasnya, terpaksa mendongak. Dia melihat pria di depannya dan mengambil map tersebut.“Saya permisi.”“Hmm.” Kriss hanya berdehem. Dia membiarkan pria itu meninggalkan ruang kerjanya. Sementara setelah benar-benar sendiri, dia menatap map tersebut dengan lekat. Tangannya bergetar dengan degub jantung yang tak tenang. Jika tidak salah tebak, mungkinkah ini permintaannya waktu itu?Terlalu dimakan rasa penasarannya, Kriss perlahan membuka map tersebut dengan tangan bergetar. Dikeluarkannya beberapa lembar yang memuat banyak informasi tentang seseorang yang telah dicarinya selama ini. Tatapannya bergulir dengan pelan, semakin lama keringat dingin semakin terasa. Tatapannya tak lepas pada setiap kalimat dalam kertas tersebut. Dagub jantungnya semakin keras, sesaat Kriss