Share

Bab 4 Piknik

Saat menjelang tidur, Nika menerima pesan WA dari Ana.

Ana - Nika, sabtu kosong engga?

Nika - Iya. Kenapa gitu?

Ana - Hayu maiiiiiiin.

Nika - Kemana?

Ana - Ciwidey. Hayu kita main ke Situ Patenggang.

Nika – Hayuuuuuu. Siapa aja yang ikut ke sana?

Ana – Rani, Aldi, Indri, Dian, Tari. Kuy ikut yaaaaa.

Nika – Okeeeee. Kumpul di mana? Jamber?

Ana – Kumpul di depan gerbang tol bubat ya jam 8.

Nika – Okeeeee.

Nika bergumam dalam hati ‘Huaaah besok gue ketemu dia lagi! Gimana gue harus bersikap? Sedangkan gue masih marah dan kesal sama dia.’ Ia lalu menarik selimutnya dan tidur.

Besoknya, Ana mengirim pesan pada Nika jam setengah 8 pagi.

Ana – Nika, cepetan siap-siap hayu kita main.

Nika – Iyaaaaa An. Emang kalian udah di mana?

Ana – Kita otw bentar lagi nyampe depan gerbang tol bubat. Cepetaaaaan!

Nika – Iyaaa iyaaaaa gue otw ya kalo gitu.

Nika pun bergegas pergi dari rumah. Sesampainya di depan gerbang tol Buah Batu, Nika menghampiri mobil CR-V putih.

“Maaf ya, aku telat.” Ucap Nika.

“Kebiasaan. Yaudah hayu kita jalan.” Ucap Indri.

Nika pun masuk ke dalam mobil. Di tengah perjalanan, Aldi menyetel dan menyanyikan lagu galau.

Haruskah kumati karenamu?

Terkubur dalam kesedihan sepanjang waktu

Haruskah kurelakan hidupku

Hanya demi cinta yang mungkin bisa mambunuhku

Hentikan denyut nadi jantungku

Tanpa kau tahu betapa suci hatiku untuk memilikimu

“Cieeeeeee yang galau gara-gara ditolak Sri.” Dian menggoda Aldi. Ia hanya diam seribu bahasa. Dian kemudian berkata lagi.

“Kata aku juga apa, mending sama Nika aja ya kan?! Hahaha siapa tau malah diterima.” Aldi tetap diam.

“Apaan sih Dian, gosip aja!” Nika membalas ucapan Dian.

“Hahahaha. Oh, Nika ga tau ya kalo Aldi udah menyatakan perasaan sama Sri?”

“Hah, ngapain gue mesti tau?! Ga penting sumpah!”

“Nika, kalo seandainya kalian saling suka gimana?” Dian terus saja menggoda Nika dan Aldi. Mereka hanya bisa terdiam, karena tak tahu harus menjawab apa. Ditambah, hubungan Nika dan Aldi saat ini masih belum membaik.

Sesampainya di Situ Patenggang, Ana mengajak kami semua naik perahu.

“Naik perahu yuuuuk guys!” Ana mengajak kami semua

“Hayuuuuuuuuuuu!” Ujar Tari dan yang lainnya.

Kami pun kemudian naik perahu. Saat di tengah danau, Tari meminta Nika untuk memotretnya. Sesaat sebelum foto, Ana berkata pada Tari dan Nika.

“Ih pengen ikutan dong.”

“Eh ntar dulu, pengen sendiri dulu hehehe.” Ujar Tari.

“Hahaha dasar Ana maniak foto.” Tukas Indri.

“Oke habis ini ya.” Nika menanggapi.

Nika pun memotret Tari di tengah situ. Setelah itu, teman-teman yang lain meminta foto selfie bersama.

“Hayu ih selfie dulu!” Ana bersikeras meminta foto bersama.

“Yuk sini-sini berkumpul.” Ujar Tari.

Kami pun berfoto ria. Sesaat sebelum difoto, Aldi mencoba mendekati Nika dengan berdiri di sampingnya. Nika langsung menghindarinya. Batin Nika ‘Ini orang bener-bener nyebelin sumpah. Kalo mau baikan ya tinggal bilang aja kali. Kode-kodean gak jelas kan bikin sebel!’ Setelah berfoto ria, Rani mengajak kami semua makan siang.

“Eh, ini udah siang. Makan yuk!

“Di mana?” Sahut Indri.

“Glamping lake” Jawab Ana.

“Yoooooo!” Semua setuju.

Kami semua berjalan menuju Glamping Lake. Di tengah perjalanan, Nika tak sengaja mendengar percakapan Indri dan Aldi yang berada agak jauh di belakangnya.

“Serius lo udah bilang ke Sri?”

“Udah. Gue ditolak.”

“Dia bilang gimana?”

“Ya gitu. Dia bilangnya temenan aja. Apalagi kita kan beda agama. Gitu.”

“Lah kan udah gue omongin ke elo dari zaman buhun! Yaudah sabar aja ya.”

“Iya Ndri.”

“Eh, lo sama Nika gimana? Masih marahan?”

“Yah kayak yang lo liat tadi. Dia masih ngejauhin gue. Terus gue mesti gimana?”

“Yaudah lo kayak biasa aja kali ke dia. Ga usah pake bingung-bingung segala. Heran gue!”

Nika pun mempercepat langkahnya karena tak ingin menguping lebih jauh pembicaraan mereka. Nika sendiri tak mengerti mengapa ia ingin segera menjauhi mereka. ‘Duh, kok nyesek gini ya? Aku gak paham sama perasaanku sekarang. Apa salahnya kalo Aldi suka dan nembak Sri?! Ini aneh.’ batinnya.

Sesampainya di Glamping Lake, kami segera menuju tempat duduk dan mulai antre memesan makanan. Saat sedang mengantre, Nika tiba-tiba teringat sesuatu. Ia membatin ‘Duh gawat! Gue belum ambil uang. Ini gimana bayarnya ya huhuhu. Yaudah deh coba pinjem aja ke Dian.’

“Eh, Dian, bawa uang lebih engga?”

“Oh ada-ada. Emangnya buat apa Nika?”

“Aku lupa gak bawa uang cash. Buat bayar makanan sama jajan huhuhu.”

“Kenapa gak pinjem ke Aldi aja? Dia kan yang udah kerja di antara kita.”

Nika hanya bisa diam. Tak mungkin ia berkata bahwa dirinya masih belum berbaikan dengan Aldi. Melihat reaksi Nika yang ganjil, Dian memutuskan untuk membantunya.

“Yaudah mau pinjem berapa Nika?”

“150 ribu deh. Ada engga?”

“Oh ada-ada, nih Nika. Hahaha lain kali kalo maen jangan lupa bawa uang ya.”

“Iyaaaa iyaaaaa deh. Sori ya gue jadi ngerepotin elo.”

“Hahaha santai aja.”

Aldi yang mengantre tepat di depan Dian hanya mampu menyimak percakapan mereka. Saat sedang melihat papan harga menu, Nika kebingungan. ‘Duh aku harus berhemat biar ini duit gak cepet habis.’ batinnya.

“Mbak, mau pesan apa?” Tanya pelayan.

“Pesen nasi 1 porsi, sama oseng tempe, tahunya 2, sama mie goreng ya mbak.” Jawab Nika.

“Gila pesenannya karbo semua hahaha. Pantes gendut!” Aldi mengomentari pesanan Nika. Ia hanya bisa diam mendengar celotehan Aldi. ‘Males banget gue ladenin elo.’ batinnya.

Setelah mengambil pesanan, kami kembali ke tempat duduk. Kami semua menyantap pesanan dengan lahap setelah lelah bermain. Rani memperhatikan meja Nika yang tak ada air minum.

“Nika, gak pesen minum?”

“Oh enggak Ran. Aku udah bawa kok.” Nika bergegas membuka tas dan mengeluarkan botol minum 1 liternya.

“Buset dah udah kayak galon air aja hahaha.” Komentar Aldi.

“Biarin aja! yang penting gue gak kehausan, dan ngirit.” Nika membalasnya.

“Ini anak dua berantem aja ya. berisik tau! Cepetan Nika habisin makanannya, terus kita lanjut main lagi.” Indri langsung menengahi mereka.

“Iyaaaaaa ummi Indriku hehehe.”

Diam-diam, Nika menangkap ekspresi Aldi yang tersenyum tipis ke arahnya. ‘Meni kudu kitu nya (oh jadi harus gitu ya).’ batinnya.

“Eh, abis ini kita ke mana?” Tanya Ana.

“Ke Kawah Rengganis aja yuk, terus udah gitu ke Ranca Upas. Gimana?” Indri menimpali.

“Okeeeeeeee. Let’s go guys!” Aldi mengiyakan. Kami semua bergegas masuk mobil.

Sesampainya di Kawah Rengganis, kami mengumpulkan uang ke Aldi untuk membayar tiket masuk. Saat Nika hendak membayar tiket masuk, Aldi berkata “Udah tiket masuk kamu aku aja yang bayarin.”

“Gak usah Al. aku ada uang kok ini.” Nika mengeluarkan uang pecahan Rp 100.000 dari dalam sakunya.

“Elah itu kan uang minjem dari Dian. Lagian ini gak ada kembalian. Dari aku aja ya?”

“Yaudah deh makasih ya Al.”

“Ya, sama-sama. Padahal pinjem ke aku juga toh aku juga ada uang lebih.”

“Hmmmmm ga enak gue sama lo.”

“Masih marah sama kejadian kemarin?” Aldi tiba-tiba menanyakan hal itu. Nika tak menjawabnya dan hanya berlalu begitu saja.

‘Ini aneh. Padahal gue biasanya nyablak aja kalo marah. Kok ini gue malah gak bisa jujur ya? Terus ini apa kok gue ngerasa deg-degan gini ya? Ah udah jangan dipikirin.’ batinnya.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status