Share

BAB 3

Dani!

Dani adalah teman Rian di desanya. Meskipun mereka berteman, tapi hubungan mereka berdua tidak baik. Dani yang mempunyai sifat arogan dan sombong, membuat Rian tidak menyukainya. Banyaknya pertikaian di antara keduanya pada masa lalu, membuat mereka menyimpan dendamnya masing-masing hingga saat ini.

“Duh! Kasihan banget sih kemana-mana cuma sendirian, telur bawah lu aja berdua,” ejek Dani. “Belum dibolehin pacaran sama papah mamah atau memang gak ada cewek yang mau sama lu?” lanjutnya.

Tidak tertarik menanggapi hinaan Dani, Rian lalu lanjut menyantap makanannya yang hampir habis.

“Atau memang udah takdirnya sampai tua lu gak bakal punya pasangan.” Dani semakin bersemangat menghina Rian.

Haaarggh!                         

Hanya bersendawa sebagai tanggapan, Rian yang telah menyelesaikan makannya bersiap untuk pergi membayar tagihannya. Rian sudah terlalu sering mendengar hinaan-hinaan seperti itu keluar dari mulut Dani, jadi ia tidak merasa perlu untuk menghiraukannya.

Dani yang merasa terhina oleh sikap Rian, kini menunjukkan raut muka kesal. Tangan kanannya langsung mencengkram kerah jaket Rian dengan kuat. “Heh, lu tuli atau buta? Gua disini lagi ngomong sama lu!”

“Jadi mau lu apa? Kalo gak ada, biarin gua pergi!” Rian menjawab dengan tenang.

Melihat Dani masih belum melepaskan cengkramannya, dengan senyum tipis di wajahnya Rian berdehem lalu berkata, “Ok, kalau gitu kayaknya gua harus ngomong deh, mumpung ada cewek lu disini.” Ia lalu beralih ke pacar Dani. “Kutebak kamu memang betul pacarnya Dani! Tapi sayangnya sekitar satu minggu yang lalu saya gak sengaja lihat Dani masuk ke Hotel OYO di dekat Stasiun Bandung bersama seorang cewek, dan saya yakin itu bukan kamu!”

Tubuh Dani langsung terguncang hebat setelah mendengar apa yang telah diucapkan Rian. Wajahnya mulai memerah, pikirannya kosong seketika. Semua yang dikatakan Rian adalah kejadian satu minggu yang lalu dan itu semua benar. Saat ini perasaan Dani campur aduk tidak karuan, marah sekaligus malu menjadi satu.

“Sayang, ini semua benar?” tanya pacar Dani yang telah mendengar semua ucapan Rian. “Jawab!” bentaknya.

“Saya orangnya gak pernah bohong kok, saya punya bukti fotonya.”

Rian tersenyum sambil mengeluarkan ponsel di saku celanannya lalu menunjukkan sebuah foto kepada Dani dan pacarnya. Di foto itu terlihat Dani sedang menggandeng mesra seorang wanita yang berusia sekitar delapan belas tahun memasuki hotel. Tentu saja ketika satu minggu yang lalu Rian melihatnya, dia langsung berinisiatif untuk mengambil gambar tersebut. Rian sadar gambar itu akan sangat berharga untuk menjadi sebuah senjata jika Dani mencoba mencari masalahnya dengannya. Terlepas dari itu, Rian berniat baik untuk memberitahu gadis tersebut yang merupakan pacar Dani, jika pria yang dipacarinya sekarang adalah seorang bajingan yang suka bermain dengan wanita lain.

Tanpa berkata apa-apa lagi, gadis itu sontak langsung berlari dengan air mata yang telah turun deras membanjiri pipinya. Tentu saja gadis itu merasa sangat kecewa dengan semua yang telah diketahuinya tentang Dani.

“Sayang, aku bisa jelasin....”

Dani langsung berlari mengejar pacarnya yang sudah semakin menjauh.

Rian merasa puas setelah melihat Dani termakan atas kelakuannya sendiri. Toh, ini semua juga demi kebaikan pacar Dani sendiri.

Sebagai orang yang telah mengenal lama Dani, tidak diragukan lagi jika Rian sudah paham semua sifat-sifat busuk Dani terutama terhadap wanita. Bagi Rian, menjatuhkan Dani lebih mudah daripada menyuruh kucingnya makan, dan Dani pantas mendapatkan itu.

Terlepas dari itu, sebenarnya Rian tidak tahan lagi mendengar semua ejekan dari teman-temannya yang sudah memiliki pacar. Rian selalu berharap untuk bisa mempunyai seorang kekasih, bukan hanya agar tidak dihina oleh orang lain, melainkan karena dia juga butuh kebahagiaan bagi dirinya sendiri.

Merasa tidak ada yang menghalanginya lagi, Rian langsung membayar tagihannya sebelum memutuskan untuk pulang ke rumahnya.

Sayangnya, permasalahan Rian di malam itu belum usai. Ketika Rian melewati sebuah gang yang tidak jauh dari rumahnya, tiba-tiba ia dihadang oleh sekitar lima pemuda yang terlihat sedang mabuk. Tidak disangka, salah satu dari kelima pemuda yang saat ini menghadang Rian adalah Dani, orang yang baru saja bermasalah dengannya tadi di cafe.

“Puas lu udah bikin gua sama pacar gua putus?” Dani berteriak dengan matanya yang memerah seperti orang kesetanan.

Kejadian di cafe tadi ternyata telah membuat hubungan Dani dan pacarnya kandas, tidak mengherankan jika Dani sangat murka terhadap Rian yang tentu saja adalah penyebabnya. Oleh karena itu, Dani langsung mengajak teman-temannya untuk membalaskan dendamnya kepada Rian.

“Oh, bagus dong kalau udah putus! Artinya cewek tadi gak buang-buang waktunya cuma buat pacaran sama orang hina kayak lu!”

Rian malah menghina Dani, ia mencoba tetap tenang meskipun saat ini telah dikepung oleh lima orang pemuda yang siap menghajarnya.

Ucapan Rian barusan tentu saja membuat Dani semakin naik pitam. “Anjing lu! Kali ini lu gak bakal bisa selamat, lu pasti habis di tangan gua!” Dani lalu mengambil sebuah botol anggur merah yang sudah kosong.

“Udah, habisin aja Dan!” teriak salah satu teman Dani.

Kelima pemuda itu termasuk Dani kini sudah bersiap melayangkan pukulannya masing-masing kepada Rian.

“Eitss, tunggu!” sergah Rian. “Dani, kalo memang lu laki-laki, kenapa gak lawan gua sendiri aja? Lagi pula ini masalah kita pribadi. Oh, atau nyali lu gak cukup buat lawan gua sendiri?”

Dani yang sudah hilang kesabaran, kini melihat Rian dengan tatapan ingin membunuh lalu langsung mengangkat botol anggur merah...

“Bacot!”

Pyarrr!

Terdengar suara pecahan botol yang sangat nyaring.

Namun suara pecahan itu bukan berasal dari botol yang akan dihantamkan Dani pada Rian.

Ternyata sebelum Dani sempat melayangkan botolnya ke kepala Rian, Arif yang tiba-tiba datang, secara mengejutkan langsung mengambil botol anggur lainnya dan dengan cepat menghantamkannya ke kepala Dani terlebih dahulu.

Dengan darah yang mengalir keluar dari bagian samping kepalanya, Dani jatuh ke tanah lalu pingsan.

Melihat salah satu temannya jatuh tak sadarkan diri, mau tak mau keempat pemuda lainnya langsung mengangkat Dani dan membawanya pergi. Keberanian mereka sebelumnya seolah-olah lenyap setelah melihat Arif dengan kejam menghantam kepala Dani dengan botol sampai pingsan.

“Lu gak apa-apa kan?” tanya Arif.

“Gua aman kok Rif! Btw, makasih banyak lu udah nolongin gua lagi!”

Rian tidak bisa untuk tidak mengucapkan rasa terima kasih yang besar kepada Arif. Pasalnya, dalam dua hari belakangan ini ia telah mendapatkan bantuan dari Arif saat kondisinya sedang terdesak. Bahkan selama di SMA, Arif juga sering membantu Rian dalam hal-hal seperti ini.

“Santai aja! Kalau udah gak ada lagi, ayo gua antar pulang!” ucap Arif.

Rian mengangguk, tanpa berbasa-basi lagi lalu keduanya langsung berjalan menuju rumah Rian.

Jam dinding di kamarnya menunjukkan pukul sebelas malam, artinya Rian harus segera tidur agar besok tidak bangun kesiangan. Saat mulai memejamkan matanya tiba-tiba...

Ting!!!

Ponselnya berbunyi menandakan ada sebuah pesan w******p yang baru saja masuk. Rian segera membuka ponselnya.

Besok berangkatlah lebih pagi, aku akan mengenalkanmu dengan seseorang!

Pesan singkat itu ternyata berasal dari Dodit, tanpa alasan yang jelas dia menyuruh Rian besok untuk berangkat lebih pagi.

Tidak ingin bertele-tele karena sudah mengantuk, Rian hanya membalasnya dengan simbol jempol berwarna kuning lalu mematikan ponselnya dan segera tidur.

Pagi telah tiba, Rian pun langsung bergegas menuju ke tempat kerjanya lebih pagi sesuai dengan apa yang disuruh Dodit semalam. Meskipun Rian tidak paham dengan apa yang akan direncanakan Dodit dan dengan siapa ia akan diperkenalkan, dia tidak merasa keberatan untuk mengikuti perintah dari Dodit.

Sementara itu di depan bengkel, Dodit sudah berdiri disana sambil menghisap rokoknya menunggu kedatangan Rian. Dari kelihatannya Dodit memang serius ingin merencanakan sesuatu.

Tidak berselang lama kemudian, akhirnya Rian tiba di bengkel dengan tas berwarna hitam yang terselempang di pundaknya. Rian menunjukkan wajah yang terlihat masih mengantuk.

Dengan sesekali mulutnya menguap, Rian lalu bertanya pada Dodit. “Lu mau ngapain lagi sih? Jangan bilang kalau kita mau ke taman lagi cuma buat ngeliatin cewek-cewek lari pagi!”

“Udah gak usah banyak omong, nanti lu juga tahu sendiri!”

Dodit langsung menarik tangan Rian dan segera mengajaknya pergi. Masih ada waktu satu jam bagi mereka sebelum bengkel mulai beroperasi.

Sekitar sepuluh menit berjalan kaki, akhirnya mereka tiba di sebuah toko roti di pinggir jalan. Dengan meja dan kursi yang berbaris di dalamnya, toko roti ini lebih mirip sebuah coffeshop.

“Harvest Bakery? Lu ngajakin gua sarapan disini? Dih, mendingan juga di warung ceu Edah, tempenya bisa dapat lima.”

Rian merasa sedikit kecewa, pasalnya dia tidak pernah tertarik untuk makan-makan di tempat mewah atau estetis seperti ini.

“Iya lu dikasih tempe lima, tapi yang gosong kan? Udah lah, pokoknya ini lebih dari itu!”

Dodit menjawab dengan bersemangat lalu mendorong tangannya untuk membuka pintu masuk toko.

Aroma harum khas roti yang baru saja dipanggang menyambut kedatangan mereka berdua, suasana toko pun cukup ramai dengan beberapa orang yang sedang menikmati hidangan roti.

Melihat sekeliling ruangan, tiba-tiba mata Rian tertuju pada wanita yang baru saja keluar dari dapur sambil membawa sebuah roti di nampan yang dia pegang. Gadis berambut panjang itu terlihat cantik dan elegan dengan menggunakan apron yang menutupi sebagian tubuhnya.

Alis matanya bergerak-gerak memandanginya, Rian sangat terpana melihat kecantikan gadis itu.

Gadis itu bagaikan bulan empat belas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status