Share

BAB 6

Rian yang penasaran akhirnya memasuki coffeshop itu untuk menghampiri kakaknya.

“Kak!” panggil Rian sambil berjalan menuju meja tempat kakaknya berada.

Ekpresi kaget tergambar di wajah Alvin begitu melihat adiknya yang tiba-tiba berada disini. Alvin menelan ludahnya lalu berkata, “Rian, lu kok ada disini? Bukannya habis kerja lu langsung pulang ke rumah?”

“Ya, tadi gua lewat sini terus gak sengaja lihat lu ada di dalam coffeshop ini.” Rian lalu melirik ke arah wanita yang sedang duduk di depan kakaknya. “Ini pacar lu kak?”

Raut kepanikan semakin terlihat jelas di wajah Alvin ketika adiknya menanyakan itu. Wanita itu memang kekasihnya, jadi dia takut jika Rian tahu dan melaporkan ke ayahnya.

“Yaelah, santai aja kali! Kalau ini memang pacar lu, gua gak bakal laporin ke ayah kok!”

Rian memaklumi itu karena ia tahu kakaknya adalah pribadi yang keras kepala, berbeda dengan dirinya yang mempunyai sifat penurut. Alvin akan tetap mengejar keinginannya meskipun hal yang buruk menjadi taruhannya. Pada dasarnya Rian juga tidak tega jika harus melihat Alvin dimarahi lagi oleh ayahnya seperti tempo hari.

“Huftt!”

Alvin menghembuskan napasnya panjang, ia benar- benar merasa lega sekarang.

“Betul, cewek ini memang pacar gua!” Alvin mengakuinya. “Gua gak bisa terus ngikutin perintah ayah, bagaimanapun gua punya dunia gua sendiri yang harus dijalanin, gua juga berhak dapat kebahagian yang gua mau!”

Rian memahami apa yang dikatakan kakaknya, karena dia juga merasakan hal yang sama pada dirinya sendiri.

Pacar Alvin yang dari tadi mendengarkan percakapan kakak beradik itu, hanya terdiam di tempat duduknya, ia juga baru tahu jika selama ini Alvin telah dilarang ayahnya untuk berpacaran.

“Ya, by the way gua sekarang juga lagi suka sama seorang cewek, gimana menurut lu?”

Rian mau tak mau akhirnya mengatakan hal itu pada Alvin, dia ingin mendengarkan pendapat dari kakaknya tentang hal ini.

“Hah, serius lu? Gua seneng banget. Kalau gitu lu harus terus berjuang buat dapat kebahagian lu sendiri, lu gak sendiri dan gua pasti selalu dukung lu! Satu lagi, perasaan seseorang gak bisa diatur oleh siapa pun.” Alvin mendapati dirinya merasa bahagia setelah mengetahui jika adiknya mulai berani untuk mencintai seseorang wanita.

Sejak kecil memang Alvin selalu menjadi figur kakak yang baik bagi Rian, dia akan melakukan apapun untuk kebaikan adiknya. Apa lagi selama ini mereka mempunyai keresahan yang sama sebagai seorang anak.

Adapun Rian merasa tercerahkan setelah mendengar perkataan kakaknya, tidak ada lagi alasan takut bagi dirinya untuk memperjuangkan kebahagiaannya.

Perasaan seseorang hanya bisa diatur oleh Tuhannya, tugas manusia hanyalah merasakan bukan ikut mengaturnya.

Setelah berbincang lama, akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke rumah karena hari sudah mulai larut malam.

*********

Atas kesepakatan imbalan yang diberikan oleh Citra, seharusnya keesokan paginya Rian datang ke Harvest Bakery untuk menikmati hidangan roti gratis. Tapi sayangnya hari ini Rian bangun terlalu siang, jadi ia terpaksa harus segera ke bengkel untuk bekerja.

Sementara itu di Harvest Bakery, Citra sudah menunggu kedatangan Rian sejak pagi-pagi sekali, ia berpikir jika Rian akan datang pagi ini ke toko rotinya. Namun setelah lama menanti, pria itu tak kunjung datang untuk menampakkan batang hidungnya.

Kenapa dia gak datang? Apa dia gak mau nerima imbalan yang aku berikan?

Citra bertanya-tanya di dalam hatinya, ia merasa sedikit gelisah sekaligus kecewa.

Setelah kemarin Rian membantunya, sekarang Citra mempunyai pandangan yang positif terhadap pria itu, Citra berasumsi jika Rian adalah pria yang baik dan tulus. Tidak heran jika ia begitu mengharapkan kehadiran Rian ke toko rotinya.

Rian yang tengah berada di bengkel, kini sedang asik bercengkrama dengan Dodit sambil mengotak-atik mesin mobil yang bermasalah. Rian menceritakan semuanya tentang Citra dan kejadian yang telah ia alami kemarin pada Dodit.

“Jadi gua harus mulai gimana nih?”

Rian menunjukkan sikap ingin tahu saat bertanya pada Dodit, ia menanyakan bagaimana seseorang pria yang ingin memulai hubungan percintaan dengan seseorang wanita.

Lebih-lebih lagi Rian tahu betul jika Dodit adalah orang yang telah banyak makan asam garam dalam kehidupan percintaan, tepat rasanya ia menanyakan hal itu kepada Dodit.

Tentu saja dengan sukarela Dodit akan memberitahukan semuanya kepada Rian, apalagi selama ini dia telah berharap agar temannya tersebut bisa memiliki seorang pacar.

“Jadi yang pertama adalah komunikasi, salah satu kunci agar dapat menarik hati wanita adalah berkomunikasi dengan baik dan terbuka, sehingga si wanita bisa merasakan jika dirinya diperhatikan. Terlebih, jika obrolan yang dihasilkan terasa asik dan menyenangkan bagi si wanita!” jelas Dodit. “Kalau gua boleh saran, lu harus bisa minta nomor W******p Citra buat sekedar chating atau sering ketemu aja sama dia buat ngobrol-ngobrol!”

Dodit berusaha menjelaskannya serinci mungkin berharap agar Rian paham, karena ia tahu ini adalah kali pertama Rian ingin mendekati seorang wanita untuk dijadikan pacar.

“Bentar nih, masalahnya si doi udah punya pacar atau belum?” tanya Rian yang sebenarnya belum mengetahui hal tersebut.

Dodit tergelak kecil lalu menjawab, “Tenang aja bro! Setahu gua Citra belum punya pacar, selama ini hidupnya cuma fokus buat ngurus toko rotinya.”

“Oke lanjut, terus apa lagi yang harus gua lakuin?” Rian masih serius ingin mengetahui cara mendapatkan hati wanita.

Namun sebelum Dodit bisa mengeluarkan sepatah kata apapun untuk menjawabnya, tiba-tiba ada sepasang pria dan wanita berjalan menuju ke arah pelataran bengkel. Pria itu terlihat sedang mendorong motor vespa yang sepertinya mogok, diikuti gadis di belakangnya yang terus menampilkan ekspresi cemberut di wajahnya.

“Sudah beberapa kali kita seperti ini, seharusnya kamu itu bisa beli mobil buat kita jalan pacaran!”

Gadis itu menggerutu sambil memukul-mukul jok motor, kini raut mukanya semakin terlihat merah. Sedangkan si pria tidak bergeming sedikitpun, dia hanya memajang wajah putus asa sambil terus mendorong motornya yang mogok.

“Kalau besok masih begini, lebih baik kita putus aja deh! Aku malu jadi pacar kamu!” lanjut gadis itu mencibir kekasihnya.

“Kamu harusnya bisa ngertiin aku dong! Kalau mungkin bukan karena keadaan, aku juga gak mau begini!” Si pria yang dari tadi hanya terdiam, kini mulai angkat bicara.

Seperti halnya kebanyakan wanita, tentu saja seseorang wanita tidak mau mengalah begitu saja. “Kamu yang seharusnya bisa ngertiin aku! Selama ini aku udah berusaha sabar, tapi kamu tetap seperti ini!” cecar sang gadis.

Dengan amarah yang sudah memuncak, gadis itu tidak bisa menahannya lagi, ia lalu membanting helmnya dan langsung pergi keluar dari bengkel meninggalkan sang kekasih begitu saja.

Rian yang telah memahami permasalahan sepasang kekasih itu, kemudian berbisik lirih kepada Dodit, “Dit, gimana menurut lu? Semua cewek memang begitu ya?”

“Enggak lah, dia cuma cewek yang gak tahu diri!”

Dodit langsung buru-buru menjawab sambil menunjuk samar ke arah gadis itu berjalan, ia tidak mau Rian mempunyai pemikiran seperti itu kepada semua wanita. Dodit khawatir jika Rian akan mengurungkan niatnya untuk memulai hubungan berpacaran karena hal sepele seperti itu.

Rian mengangguk percaya, dia tidak mau memperdulikan masalah kedua sejoli itu lagi dan lanjut menggarap pekerjaannya.

Hari sudah sore saat Rian telah menyelesaikan semua pekerjaannya di bengkel. Berhubung tadi pagi Rian tidak bisa pergi ke Harvest Bakery, maka sore ini ia akan pergi kesana untuk memenuhi imbalan yang diberikan Citra.

Rian yang telah memasuki Harvest Bakery, langsung berkeliling untuk mencari keberadaan Citra. Namun alhasil nihil, Rian tidak menemukan sosok gadis itu ada di dalam toko roti.

Rian menyesal karena tadi pagi tidak bisa kesini. Ia juga berpikir pasti Citra sangat kecewa dengannya.

Kemudian salah satu gadis pelayan yang sedari tadi memperhatikan Rian seperti orang kebingungan, mau tak mau langsung menghampirinya. “Maaf Mas, ada yang bisa saya bantu?”

“Iya, saya kesini mencari Citra, saya punya janji sama dia,” jawab Rian.

“Oh maaf Mas, tapi teh Citra baru setengah jam yang lalu pergi dari toko ini, dia pulang lebih awal karena merasa badannya capai,” jelas gadis pelayan itu. “Ngomong-ngomong, apakah Mas ini temannya teh Citra?”

Gadis pelayan yang juga merupakan saudara Citra tidak pernah melihat Rian sebelumnya, jadi ia tidak tahu jika pria ini adalah teman dari saudara perempuannya.

“Betul, saya baru kenal sama Citra kemarin dan dia menyuruh saya kesini hari ini, tapi sayangnya dia gak ada disini.” Rian menundukkan kepalanya merasa patah semangat.

“Gini aja, mungkin Mas bisa kesini besok!” saran gadis pelayan itu.

Rian terdiam sejenak lalu berkata, “Ok, tapi sebelum saya pergi, boleh saya minta nomor telepon Citra?” Rian yang hari ini telah mengingkari janjinya dengan Citra, berniat menghubungi gadis itu untuk meminta maaf.

Gadis pelayan itu memegangi dagunya seolah-olah sedang berpikir.

“Tapi, saya enggak....”

Belum sempat gadis pelayan itu menuntaskan kalimatnya, tiba-tiba pintu toko terbuka...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status