Share

BAB 5

Menoleh untuk mencari tahu pemilik suara itu, tubuh Rian langsung terguncang hebat saat kedua bola matanya melihat jelas wanita itu.

Wanita itu tidak lain adalah Citra.

Rian bisa merasakan jantungnya berdegup kencang.

Paras Citra yang cantik dengan rambut panjangnya yang bergelombang terayun, ditambah badannya yang langsing dibalut kaos ketat, benar-benar membuat Rian terpana. Rian hanya bisa mematung memandangi keindahan itu.

Sampai akhirnya Citra melambaikan tangannya untuk membuyarkan tatapan Rian.

Rian yang akhirnya tersadar lalu dengan gugup menjawab, “iya, saya… saya mau beli roti!”

“Maafin saya Mas! Karena tadi mobil saya tiba-tiba mogok di pertigaan jalan dekat jembatan, jadi saya harus ninggalin mobil dan jalan kaki kesini. Itu sebabnya toko roti ini terlambat buka.”

Citra menjelaskan situasinya sambil kedua telapak tangannya menyatu sebagai isyarat meminta maaf.

Rian mengangguk pelan seraya berkata, “Gak masalah kok, lagi pula saya juga belum lama menunggu disini!”

Rian terpaksa berbohong agar Citra tidak semakin merasa bersalah.

“Baiklah, saya akan segera membuka toko dan menyiapkan roti buat kamu!” ujar Citra sembari tersenyum lalu membuka pintu masuk toko. Rian lalu membuntuti Citra masuk ke dalam toko roti itu.

Setelah menunggu sebentar, akhirnya roti yang dipesan Rian telah siap. Citra sendiri yang mengantarkan roti hangat itu ke meja Rian.

Sambil meletakkan roti ke atas meja, Citra menatap Rian lalu bertanya, “Mas, kalo boleh tahu namanya siapa?”

Rian membuka matanya lebar, pipinya merah tersipu mendengar Citra bertanya dan menatapnya. Rian tidak mengira gadis yang ia sukai tiba-tiba menanyakan namanya.

Sedangkan Citra juga tidak mengarifi mengapa hatinya sontak terdorong untuk menanyakan itu.

“Oh, nama saya Rian!” jawab Rian dengan alis yang agak sedikit naik menatap Citra tak percaya.

“Kalo boleh tahu juga, siapa nama kamu?”

Pertanyaan Citra tadi mendorong Rian untuk balik bertanya, meskipun sebenarnya dia sudah mengetahui nama gadis itu.

“Citra Loka, tapi biasa dipanggil Citra!” balas Citra, sebuah senyuman manis tersungging di bibirnya.

Rian mengangguk paham.

Aduh, gila! Rasanya kaya mimpi dah, batin Rian.

Rian merasa sangat gembira karena akhirnya dia bisa berkenalan langsung dengan Citra, gadis yang selama ini wajahnya selalu terbayang di setiap kutup matanya.

“Oh iya, ngomong-ngomong tadi kamu bilang kalau mobilmu mogok? Karena aku kerja di bengkel mobil, mungkin aku bisa bantu!”

Rian yang sudah cukup berpengalaman dalam dunia montir, berniat menawarkan bantuan untuk memperbaiki mobil Citra yang tadi mogok di pertigaan jalan. Tentu saja hal yang menyenangkan jika dapat membantu gadis yang dia sukai, lebih-lebih lagi ini bisa menjadi awal yang baik dari pertemuannya dengan Citra.

“Mobil itu sudah sering banget mogok dan kayaknya punya masalah yang serius, bahkan udah bolak-balik bengkel tapi hasilnya tetap begitu. Bukan maksud merendahkan, tapi kayaknya kamu gak bakal bisa deh!” Citra menjawab dengan nada putus asa.

Mendengar itu, Rian hanya tersenyum sebelum kemudian mengeluarkan kartu tanda pekerja yang terselip di sakunya lalu menyerahkannya pada Citra.

Citra dengan cepat meraihnya untuk melihat.

“Hah! Jadi kamu kerja di SR Auto Grup?” Citra sedikit tercengang.

SR Auto Group adalah salah satu bengkel motor dan mobil yang sangat terkenal di daerah Antapani karena mempunyai para pegawai yang handal dalam bidangnya masing-masing. Tidak sedikit dari pelanggannya yang merasa puas setelah motor atau mobilnya diservis di tempat itu.

“Jadi gimana?” Rian tersenyum tipis.

Setelah mengetahui itu, membuat Citra yakin Rian akan benar-benar bisa memperbaiki mobilnya. Dari pengamatannya, Citra juga bisa menilai jika Rian adalah orang yang jujur dan dapat dipercaya.

“Oke!”

Citra mengangguk menyetujuinya lalu menjelaskan semua tentang mobilnya kepada Rian.

Selesai mengabiskan rotinya, Rian langsung membayar tagihannya lalu segera menuju ke tempat dimana mobil Citra mogok.

Mobil dengan merek Honda Brio berwarna putih tampak sedang terparkir di pinggir trotoar. Rian yang melihatnya langsung yakin itu adalah mobil milik Citra sesuai yang tadi dijelaskannya. Rian dengan cepat menghampirinya lalu membuka kap mobil itu untuk memeriksanya.

Karena sudah cakap dalam hal ini, tidak butuh waktu lama bagi Rian untuk memperbaikinya sampai akhirnya mobil itu bisa kembali menyala. Dia langsung mengendarainya menuju Harvest Bakery untuk mengembalikannya pada Citra.

Sesampainya disana dia segera menemui gadis itu.

“Sudah beres! Gak ada kerusakan yang serius, jadi kamu sudah bisa mengendarai mobilmu!” Rian berkata lalu menyerahkan kunci mobil kepada Citra. Ekspresi bahagia terpancar dari wajah Citra setelah mendengar itu.

“Terima kasih, Rian!” pinta Citra sambil tersenyum. “Bilang saja berapa aku harus bayar kamu?” 

Rian menggelengkan kepalanya sambil terkekeh lalu menjawab, “Udah, gak usah repot-repot! Mobil kamu cuma bermasalah pada injektor mobil yang tersumbat karena debu dan kotoran yang menumpuk, jadi aku cukup membersihkannya saja. Lagi pula gak ada yang harus diganti kok!”

“Jangan begitu! Bagaimanapun memperbaiki mobil adalah pekerjaan kamu, jadi aku harus membayarmu!”

Citra bersikeras agar Rian mau menerima bayaran atas apa yang telah ia kerjakan. Citra merasa tidak enak hati jika menerima bantuan tanpa memberikan imbalan apapun kepada orang yang telah membantunya.

Tidak peduli seberapa ngotot Citra memaksanya untuk menerima bayaran, Rian tetap bersiteguh untuk menolaknya, lagi pula dia juga berniat membantu gadis itu dengan ikhlas.

Citra menyerana, seolah-olah sedang berpikir.

“Gini saja, kalau kamu menolak untuk menerima imbalan dalam bentuk uang, bagaimana kalau aku memberikanmu makan roti gratis selama satu minggu di toko rotiku sebagai imbalan?”

Citra yang tidak putus asa untuk membujuk Rian, mencoba memberikan opsi lain sebagai imbalannya.

Rian menggaruk alisnya mencoba mencerna tawaran dari Citra.

Jika aku menerimanya, itu artinya aku bisa bertemu dengan Citra setiap harinya selama satu minggu. Kata Rian dalam hatinya. Konsen utamanya adalah bukan pada makan roti gratis, melainkan karena dia mempunyai kesempatan untuk bertemu dengan gadis itu setiap hari.

Dengan opini itu, Rian kemudian langsung mengangguk untuk menyetujuinya.

“Hahaha! Rian… Rian… kayaknya kamu lebih suka roti deh dari pada uang!” Citra berkata sambil tertawa dan di saat yang sama juga merasa lega karena akhirnya Rian mau menerima imbalan yang dia berikan.

Menganggap semua urusannya telah selesai, Rian lalu meninggalkan Harvest Bakery untuk kembali bekerja di bengkel, lagi pula dia masih bisa bertemu dengan Citra besok hari.

Hari ini adalah hari yang terasa sempurna bagi Rian, dari akhirnya dia bisa berkenalan secara langsung dengan Citra sampai bisa membantu gadis yang dicintainya itu. Rian merasa dunianya sedikit berwarna sekarang.

Malam pun tiba, langit mulai merubah warnanya menjadi gelap. Rian yang telah menyelesaikan pekerjaannya, kini mulai pergi dari bengkel untuk menuju ke rumahnya.

Saat sedang berjalan melewati sebuah coffeshop, Rian tidak sengaja melihat Alvin berada di dalam tempat itu. Kakaknya tampak sedang mengobrol bersama seorang wanita.

Kenapa dia berada di sini? Dan apakah wanita itu adalah pacarnya ?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status