Share

BAB 9

Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam ketika akhirnya mereka selesai berbelanja semua bahan-bahan roti. Tidak ingin terlalu malam untuk sampai ke rumah masing-masing, mereka pun langsung mengendarai mobil berjalan menuju arah pulang.

“Pertanyaan aku tadi belum kamu jawab loh!” Rian masih menyimpan rasa penasaran dengan semua kejadian tadi.

Citra menghela napasnya sebelum kemudian menjelaskan. “Baik! Pertama aku minta maaf karena tadi aku terpaksa harus menganggap kamu sebagai pacarku, dengan tujuan supaya Radit gak gangguin aku lagi!”

“Radit? Memang dia kenapa?” potong Rian.

“Iya, Radit itu mantan pacar aku! Satu bulan yang lalu aku mutusin dia secara sepihak karena aku udah gak tahan lagi sama sifat mesum dia. Selama kita pacaran Radit selalu maksa aku buat having sex sama dia, tapi untungnya hal itu belum pernah terjadi karena selalu aku tolak!” jelas Citra, kedua matanya sudah berkaca-kaca bersiap menjatuhkan air mata.

“Terus, kenapa tadi dia bilang ke aku kalau suatu hari nanti aku pasti tau alasannya bersikap mesum? Apa ada sebabnya sehingga dia ngelakuin itu sama kamu?” Rian kembali mengajukan pertanyaan, kini ekspresi wajahnya tampak lebih serius.

Citra mengusap kedua matanya yang telah berair dengan tisu. “Jujur aku juga gak terlalu paham sama kata-kata Radit yang itu, tapi aku yakin setiap orang yang mempunyai kesalahan pasti akan selalu mencoba mencari alasan untuk membenarkan apa yang ia perbuat!”

Rian hanya menganggukan kepalanya sambil tersenyum, ia tidak mau membuat Citra semakin bersedih dengan terus membahas persoalan tersebut. Lagi pula semua yang dikatakan Citra terdengar masuk akal dan bisa diterima. Rian tidak tertarik untuk terus memikirkan hal itu lagi, bagaimanapun juga masalah tersebut bukanlah menjadi urusannya.

Kemudian Rian secara tiba-tiba memberhentikan mobil ke pinggir jalan, membuat mobil itu seakan-akan sedang mogok.

“Loh, kok?”

Citra terheran-heran.

“Tau kenapa tiba-tiba mobilnya berhenti?” tanya Rian.

“Enggak tau!”

Rian tersenyum. “Mungkin mobil ini cukup kuat jika harus ditumpangi oleh sepuluh orang sekalipun, tapi mobil ini tidak akan kuat jika melihat ada gadis cantik yang bersedih di dalamnya.”

Rian lalu menyodorkan sehelai tisu kepada Citra. “Jadi kalau mau mobilnya jalan lagi, hapus dulu air mata kamu!”

“Makasih Rian!”

Sebuah senyuman manis tersungging di bibir indah milik Citra, wajahnya pun mulai terlihat sumringah.

Rian, kamu memang selalu bisa membuatku tersenyum apa pun keadaannya, batin Citra. Ia mulai bisa merasakan sebuah kenyamanan saat berada di samping Rian.

Sampai kemudian akhirnya mereka tiba di sebuah pertigaan jalan. Karena letak antara rumah Rian dan Citra berbeda arah, jadi Rian memilih untuk turun di pertigaan jalan ini, lagi pula jarak untuk sampai ke rumahnya tidak jauh lagi.

Sebelum pergi, Rian tiba-tiba teringat kalau besok ia mempunyai rencana untuk mengajak Citra jalan-jalan ke Bukit Cukul bersama Dodit dan pacarnya.

Rian menggaruk alisnya yang tidak gatal. “Citra, besok kamu ada waktu kosong gak?”

“Hmm... kayaknya kosong deh! Besok toko roti juga libur, memangnya kenapa Yan?”

“Jadi rencananya besok aku sama temanku mau jalan-jalan ke Bukit Cukul, apa kamu mau ikut?” Rian memperlihatkan tatapan memohon, berharap Citra bersedia untuk ikut.

Tanpa berpikir panjang, Citra langsung mengangguk, “Oh, of course! Aku mau ikut, lagian aku juga belum pernah ke Bukit Cukul sebelumnya. Kata orang sih tempatnya juga bagus!”

Citra tidak merasa keberatan untuk menyetujuinya, terlebih lagi hari ini Rian sudah banyak membantunya, tak elok baginya untuk menolak ajakan Rian.

“Oke, besok aku kabarin kamu!”

Rian mengacungkan jempolnya lalu langsung keluar dari mobil Citra.

Esok hari adalah Minggu. Rian sedang memberi makan ayam-ayamnya ketika kemudian bunyi panggilan masuk terdengar dari ponselnya. Panggilan itu ternyata berasal dari Dodit.

Rian buru-buru mengambil ponselnya dan menjawab panggilan tersebut.

“Halo, Yan! Gimana? Citra mau ikut sama kita gak?” Dodit langsung bertanya dari ujung telepon.

“Aman dit! Begitu gua ngomong, Citra tanpa mikir langsung bilang setuju buat ikut.”

“Cakep! Belum pernah pacaran tapi segitu gampangnya lu ngajak cewek buat jalan, good!”

Dodit tidak menyangka jika Rian yang belum pernah sekalipun mempunyai seseorang kekasih bisa dengan mudah mengambil hati wanita layaknya seorang playboy berpengalaman.

Rian terkekeh. “Ya udah, jadi gimana nih?”

“Nanti sekitar jam sembilan kita kumpul dulu di depan bengkel, terus habis itu baru kita berangkat bareng!” jelas Dodit.

“Siap! Ya udah, gua kabarin Citra dulu ya!”

Rian menutup panggilan dari Dodit dan langsung mencari nomor kontak telepon Citra untuk menghubunginya.

Tidak sampai sepuluh detik setelah Rian memencet tombol panggilan, Citra langsung mengangkat panggilan tersebut.

“Iya, Rian! Kita jadi ke Bukit Cukul kan?” terdengar suara lembut Citra dari ujung sana bertanya.

“Hehe... jadi dong! Memangnya wacana bukber, sampai Lebaran gak jadi-jadi!”

“Gak juga sih, Puasa kemarin teman-teman SMA aku jadi kok ngadain bukber! Ya, walaupun jadinya pas malam takbiran sih, udah gitu datangnya pada abis isya’ semua lagi,” sahut Citra menimpali guyonan Rian.

“Memang agak lain ya teman-teman SMA kamu!” Rian tergelak kecil. “Oke langsung aja, nanti jam sembilan kita ketemu dulu di bengkel ya!”

”Siap!” Citra dengan senang hati menjawab.

Rian tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya jika setelah ini ia akan pergi berjalan-jalan bersama Citra, gadis yang saat ini mempunyai tempat di hatinya. Dengan begitu ia langsung meninggalkan aktifitasnya dan bersiap untuk merapikan diri.

Jarum jam di dinding rumahnya sudah menunjukkan pukul setengah sembilan. Dengan mengenakan jaket bomber dan juga aroma wangi parfum yang sudah melekat di seluruh tubuhnya, Rian kini telah siap untuk berangkat.

Rian pergi menggunakan sebuah motor Honda CB Gelatik yang khusus hari ini ia pinjam dari kakaknya.

Sementara itu, Dodit dengan pacarnya yang bernama Sofia terlihat sudah tiba di bengkel, disusul setelah itu Citra yang datang menggunakan mobilnya.

“Hei, kayaknya aku pernah liat kamu sebelumnya deh!” Citra langsung membuka pembicaraan pada Dodit setelah turun dari mobil.

“Iya, namaku Dodit! Aku memang sering makan di toko roti kamu, dan aku juga sahabatnya Rian!” Dodit tersenyum lalu mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.

“Oh iya, kenalin juga ini pacar aku namanya Sofia!” lanjut Dodit dengan bangga memperkenalkan sang pacar.

“Hai Sofia, aku Citra!” dengan ramah Citra menyapa Sofia. “Hmm... ngomong-ngomong apa Rian masih belum datang?” lanjut ia bertanya.

Dodit tersenyum palsu. “Rian orangnya memang begitu, apa pun kegiatannya pasti dia selalu telat kecuali hari gajian.”

Tidak lama setelah ketiganya berbasi-basi, akhirnya Rian datang dengan menggunakan motornya, sekilas ia terlihat gagah menungganginya.

Rian membuka helmnya lalu berkata, “Sorry banget ya, tadi jalanan sedikit macet.”

“Mau Williem Daendels bikin jalan dari Anyer sampai Panarukan cuma buat lu doang, kayaknya lu tetap bakalan telat deh! Giliran mau gajian doang lu datengnya subuh, hahaha...” Dodit tertawa keras, ia sudah bosan mendengar permintaan maaf dari Rian karena terlambat.

Rian menampilkan wajah cemberut. “Yee... daripada lu, suka tidur waktu kerja udah kayak...”

“Rian, please! Hari ini aku lagi gak mau makan bakso.” Citra buru-buru memotong ucapan Rian. “Udah, mending kita cepat berangkat!”

“Heh, bukan bukan! Maksud aku bukan yang itu kok.” Rian buru-buru menyangkal ucapannya yang tadi.

Lagian di bengkel mana bisa tidur nyenyak, orang kaga ada kursi empuk sama AC, xixixi!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status