Share

Berubah

Author: LinDaVin
last update Last Updated: 2023-10-06 09:25:00

"Ya enggak bisa dong, Mas." Kembali aku membantah perintah yang bagiku tidak berdasar itu.

"Pak, panggil aku Pak. Bukankah aku atasanmu di kantor ini." Mas Satria meninggikan intonasi suaranya.

"Astaga kesambet apaan, sih. Salah makan palingan, makanya sarapan itu pake nasi bukan petasan cabe." Sengaja suaraku aku pelankan sehingga yang terdengar hanya seperti ngedumel saja.

"Apa? Bicara yang jelas. Jangan kayak orang kumur-kumur," bentaknya padaku.

Tanpa sadar kertas yang berada di tangan aku remas-remas hingga tak berbentuk lagi. Aku bukanlah orang yang pandai mengontrol emosi. Bukan dengan kata-kata atau makian. Aku terbiasa melampiaskan dengan cara meremas apa saja.

"Hei … kamu, ya." Pria itu mengambil kertas yang sudah menyerupai bola tanpa bentuk itu dari tanganku.

Aku hanya melihatnya dengan tatapan malas dan kesal. Masih terlalu pagi untuk merusak mood seseorang. Aku merasa dia ingin membuatku tidak betah dan hengkang dari kantor ini. Oh … tidak bisa, aku yang lebih dulu berada disini.

"Harusnya Bapak lebih profesional, jangan melibatkan masalah pribadi dengan pekerjaan," ucapku kemudian, setelah sesaat mengatur perasaanku yang sebenarnya sedikit berantakan.

"Masalah pribadi? Kamu merasa memiliki masalah pribadi denganku? Berarti kamu yang bermasalah. Aku merasa tidak memiliki masalah pribadi dengan kamu." Pria itu bicara sambil menunjuk ke arah dadanya.

"Kok, saya." Benar-benar sedang menguji kesabaranku sepertinya. Untung Mama menyiapkan sarapan empat sehat dan lima sempurna tadi pagi. Sehingga bukan badanku saja yang sehat, tapi, pikiranku juga. Ada hubungannya? Entahlah.

"Kan kamu yang bilang punya masalah pribadi, bukan aku." Pria itu menjatuhkan bobot tubuhnya ke kursi. 

"Sudah, kerjakan saja. Jangan membantah kalau masih ingin bekerja di sini." Mas Satria bicara tanpa melihatku. 

"Lah …." Aku masih melihatnya dengan tatapan kesal, sedangkan dia sudah sibuk dengan laptop di depannya.

Dia pikir ini perusahaan punya dia, bisa berbuat seenaknya. Jelas aku tidak bisa menerima perlakuan pria tidak jelas itu. Bagaimana bisa melakukan rotasi mendadak. Meski aku memang beberapa kali di rotasi tapi, selalu ada pemberitahuan sebelumnya.

"Kerja, ngapain masih berdiri di situ. Dah sana … bikin polusi pandangan aja," ucap Mas Satria dengan nada ketus.

Polusi pandangan? Lalu dia apa? Pagi-pagi sudah membuat orang emosi. Tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba main rotasi pekerjaan.

"Sabar Ran … sabar, orang sabar pasti kesel." Aku hanya bisa ngedumel sambil meremas ujung baju.

"Bicara yang jelas," bentaknya  lagi, aku hanya menggeleng dan kemudian berbalik untuk beranjak keluar ruangan.

"Tunggu!" Baru beberapa langkah pria itu sudah memanggil lagi.

'Ck'

Aku akhirnya menghentikan langkah, tapi, tidak memutar tubuh untuk berbalik melihatnya. Aku hanya memiringkan kan kepala sebagai ekspresi capek dan menunggu kalimat berikutnya.

"Pekerjaanmu, bawa!" 

Dengan terpaksa aku memutar badan untuk berbalik kemudian berjalan mendekat ke arah meja. Pria itu menunjuk gumpalan kertas di meja dengan dagunya. Aku mengambil dengan tangan kanan dan kembali membukanya menjadi lembaran.

"Rusak," ucapku menunjukkan kertas yang sudah lusuh tak berbentuk itu padanya.

"Salahku?" tanyanya dengan senyum menyebalkan.

Aku menarik napas dalam dan mengembuskan perlahan sambil menekan dada dengan tangan kanan. Bukan hanya satu kali karena aku sebenarnya benar-benar kesal. Semalam aku tidak mimpi buruk padahal, kenapa hari ini buruk sekali.

Tanpa bicara apa-apa lagi aku membalik badan dan segera beranjak berjalan ke arah pintu. Membawa lembaran kertas tak berbentuk di tangan kananku. Setelah keluar aku langsung menuju ruangan kepala cabang. Sayang Pak Agus sedang keluar ada acara dengan relasi.

"Kenapa?" tanya Tika sesampainya aku di meja kerja. "Kusut banget tuh muka kek cucian belum disetrika."

"Nggak, cuma kena rotasi dadakan," jawabku sambil menghempaskan pelan tubuhku ke kursi.

"Kok bisa ndadak? Biasanya kan dikasih tau dulu." Tika mendekati mejaku.

"Gantiin Mbak Titin yang cuti, sepertinya." Aku melebarkan kertas yang tadi aku bawa. Menekan dengan telapak tangan di atas meja agar tidak terlalu kusut.

"Iya, dia ndandak memang. Hplnya masih berapa minggu ke depan, eh dah brojol duluan." Tika menarik kursi dan duduk di depanku.

"Iya," jawabku singkat.

"Setauku Nurul yang diminta gantikan, kok bisa jadi kamu?" 

"Nggak tau." Kembali aku hanya singkat menjawab.

"Palingan daripada ngajarin lagi, dia kan baru. Kalau kamu kan dulu lama di divisi marketing." Tika berasumsi sendiri. Bisa jadi itu pertimbangan manajemen, tapi, caranya aku tak suka. Apalagi duda jutek itu yang menyampaikan padaku.

"Ehh … habis ketemu duren, ya. Eh itu orang kenapa bisa cakep gitu yak. Kayak oppa oppa gitu." Aku hanya melihat sekilas ke arah Tika yang senyum-senyum saat bicara.

"Opa opa," celetukku dengan nada kesal.

"Oppa, Sayangku. Kalau dudanya kayak dia pasti banyak cewek yang siap jadi mama baru buat anaknya." Tika kembali melanjutkan.

"Ish … dah ahh, ngapain bahas dia. Kerja … kerja," seruku pada sahabatku yang malah disambutnya dengan tawa.

Mas Satria sudah banyak berubah, tidak ada lagi yang aku kenali dari sosoknya. Dia dulu tidak seperti itu, jangankan bicara kasar. Bicara sedikit keras saja dia akan meminta maaf berulang kali. Sekarang sepertinya dia sangat membenciku. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Atasan Duda Itu Mantan Pacarku   Danta 2 End

    Pandanganku terhenti pada sosok yang cukup aku kenal, meski mungkin dia tidak mengenalku. Satria, pria dari masa lalu Rania istriku terlihat berada di depan ruang praktek dokter Anna. Di sampingnya terlihat seorang perempuan berperawakan kecil seperti anak SMA, yang jelas itu bukan istrinya yang dulu. Karena kalau istrinya yang dulu aku sempat tahu saat dirawat disini.Tidak mungkin adiknya juga karena setahuku adiknya sudah meninggal, itu aku dapat dari cerita Rania. Apa mungkin itu istrinya dan Satria sudah menikah lagi, tetapi, perempuan itu terlihat sangat muda. Keduanya seperti sedang menunggu antrian periksa di dokter Anna di poli kandungan.Hamil?Kenapa jadi aku yang kepo dan ingin tahu, sudahlah. Aku melanjutkan langkah untuk menuju ruang praktekku. Kalau pun itu memang benar istrinya dan sekarang hamil itu akan lebih baik. Berarti Satria sudah menemukan kebahagiaannya sekarang. Aku tahu masih ada rasa bersalah atau apalah yang Rania rasakan selama ini

  • Atasan Duda Itu Mantan Pacarku   End Danta Pov 1

    PoV Danta Aroma wangi masakan menguar dan menghampiri Indera penciumanku saat aku berjalan mendekat ke arah dapur tempat Rania berada sekarang. Selepas salat Subuh tadi dia sudah berkutat di dapur untuk mengeksekusi resep masakan yang baru dilihatnya semalam di sebuah channel youtube. Wanita yang sudah hampir setahun aku nikahi itu memang punya kegemaran baru sekarang, yaitu mencoba resep masakan. “Wangi banget,” ucapku saat memasuki dapur, Rania menoleh dan tersenyum.“Semoga nggak keasinan lagi seperti kemarin,” jawab Rania dan kembali menarik pandangannya ke arah panci di depannya.Aku tersenyum mengingat kejadian kemarin, entah berapa sendok garam yang dia masukkan ke dalam masakannya. Kalau ada pepatah buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya, hal ini tidak berlaku untuk Rania. Mama mertuaku pintar memasak dan enak bahkan pernah membuka catering juga cerita Rania, tetapi, berbenda dengan anak perempuannya yang juga istriku ini. Tetapi, R

  • Atasan Duda Itu Mantan Pacarku   Xtra 22

    Duda itu Mantan PacarkuPart xtra 22*** Ketukan di kaca mobil sontak membuat dua insan yang tengah terbuai dalam debar asmara itu saling menjauhkan diri satu dengan yang lain. Wajah keduanya menghangat seketika dengan debaran di dada yang semakin kencang terasa. Aletha lekas menurunkan kaca mobil saat melihat keluar telah berdiri sahabatnya, Titan yang mengetuk pintu mobil Satria.“Ada apa?” tanya Aletha yang masih sedikit gugup kaget.“Jangan lewat sepanjang jalan Plaosan Timur ada kegiatan warga nutup jalan katanya, nanti lurus aja terus masuk ke kiri selepas lampu merah dekat pom bensin.” Titan memberi tahu kondisi jalan yang akan mereka lewati nanti ke tempat acara syukuran yang diadakan di sebuah restoran.“Oh … gitu, okay. Ya udah ini mau langsung ke sana.” Aletha mengangguk mengerti, Satria yang duduk di belakang kemudi ikut mengangguk.Sepasang pengantin baru itu tengah menetralisir perasaannya masing-masing karena

  • Atasan Duda Itu Mantan Pacarku   Xtra 21

    Sepertinya ini adalah persiapan pernikahan tercepat dari sebelumnya yang pernah aku lakukan, karena setelah aku melamar Aletha hanya butuh waktu kurang dari 2 minggu saja sampai hari yang di tentukan, yaitu hari ini. Aku dan Aletha sepakat untuk menikah di Masjid samping KUA dengan disaksikan keluarga dekat saja, tidak ada resepesi yang akan digelar karena Aletha tidak menghendakinya. Keluarga Aletha hanya mengundang kerabat dekat untuk syukuran selepas ijab kabul.Ini bukan yang pertama, bukan juga yang kedua aku akan mengucapkan kalimat sakral sebuah janji suci, tetapi, aku berdoa ini menjadi yang terakhir aku melakukannya. Aku tidak ingin mengulang lagi untuk suatu masa nanti, biarlah kegagalan pernikahanku dulu menjadi sebuah pelajaran yang berharga untukku. Hari Sabtu jam 9 pagi ini kesendirianku akan aku akhiri dan aku akan membuka sebuah lembaran baru dengan cerita baru.Aku menyetir sendiri dan mempersiapkan semuanya sendiri, kemeja putih dengan jas d

  • Atasan Duda Itu Mantan Pacarku   Xtra 20 Aletha

    Pov Aletha *** [Dari kantor aku langsung ke rumahmu] [Aku sudah OTW] Aku membuka aplikasi chat berlogo warna hijau di ponselku, dua pesan masuk dari Mas Satria yang biasa aku panggil dengan sebutan Om itu beberapa waktu yang lalu. [Iya, hati-hati di jalan] Sebuah kalimat balasan aku kirimkan kemudian, belum terbaca setelah beberapa detik. Mungkin dia sedang menyetir. Aku kemudian meletakkan ponselku di meja dan beranjak ke lemasri untuk memilih baju yang akan aku kenakan. Masih merasa aneh dengan semuanya, serasa mimpi, tapi, bukan mimpi. Bahkan beberapa hari yang lalu pria itu masih sangat ketus padaku, tapi, entah apa yang terjadi padanya hinga dia sampai mengatakan hal itu. Lalu bagaimana denganku? Aku juga tidak tahu kenapa mengatakan iya, tapi, aku juga sedang tidak main-main denga

  • Atasan Duda Itu Mantan Pacarku   Xtra 19

    “Tidak.” Aku menggeleng meski Pak agus juga tidak akan melihatnya. “Kami tidak sedang mencari tempat pelarian, tetapi, mencari tempat untuk kami bisa saling mengisi dan melengkapi,” jawabku kemudian. “Aku mengerti, aku senang dengan hal ini. Aku menganggapmu bukan hanya rekan kerja, lebih dari itu dan Aletha adalah keponakan kesayanganku. Yang aku minta jangan pernah membuatnya patah lagi dan berbahagialah kalian. Aku akan bicara dengan mamanya Aletha setelah ini. Lebih cepat juga lebih baik daripada ada apa-apa nanti kalau ditunda- tunda.” Pak Agus memberikan dukungannya dan aku merasa lega untuk itu. Sekarang tinggal bicara lagi dengan Aletha untuk mempersiapkan semuanya dengan lebih matang. Mungkin aku hanya bisa pergi sendiri saat nanti mengutarakan niatku kepada keluarga Aletha karena di kota ini aku tidak memiliki keluarga selain Ibu saja. Aku menutup panggilan selepas mengucapkan salam, sudah jam 6 lebih dan aku haru

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status