Share

Bab 2.

last update Last Updated: 2025-09-02 21:21:02

Hari Minggu, rumah yang biasanya sepi tiba-tiba ramai oleh kunjungan keluarga besar Arga. Tante, om, sampai sepupu-sepupu berdatangan dengan senyum lebar, siap menilai pasangan pengantin baru.

“Dara, sayang, boleh bikinin teh manis buat Tante?” pinta ibu Arga dengan nada penuh harap.

Dara yang sebenarnya masih malas keluar kamar, terpaksa tersenyum kaku. “I-iya, Tante.”

Arga melirik, lalu ikut-ikutan tersenyum. “Aku bantu ya.”

Padahal jelas-jelas tadi dia nggak pernah mau turun tangan di dapur.

Di dapur, Dara mendesis pelan.

“Kenapa tiba-tiba sok manis?”

“Kalau mereka tahu kita dingin-dinginan, habis kita,” balas Arga pelan sambil mengambil teko. “Jadi tolong… pura-pura aja, setidaknya hari ini.”

Dara mendengus, tapi akhirnya menurut.

Saat kembali ke ruang tamu, semua mata langsung berbinar melihat mereka datang bersama membawa nampan berisi teh.

“Wah, kompak sekali! Baru nikah aja udah serasi banget,” komentar salah satu tante.

Dara dan Arga saling melirik, lalu sama-sama tersenyum… senyum palsu.

Beberapa hari kemudian, giliran tetangga kompleks yang kepo.

“Dara, aku lihat kalian sering pulang bareng, so sweet deh! Jarang banget pasangan muda serukun itu,” kata Bu Lilis sambil nyengir.

Dara nyaris tersedak. “E-eh iya, Bu. Hehehe…”

Arga yang kebetulan lewat, menepuk pelan bahu Dara. “Kita memang selalu bareng, Bu. Doakan aja semoga begini terus.”

Begitu Bu Lilis pergi, Dara langsung menoleh tajam.

“Jangan pernah lagi sok romantis depan orang.”

Arga terkekeh. “Santai aja. Aku cuma akting.”

Puncaknya terjadi saat jamuan makan malam bisnis keluarga. Dara diminta hadir mendampingi Arga. Di meja panjang penuh tamu, Arga tiba-tiba meraih tangan Dara dan menggenggamnya erat.

Dara refleks hendak menarik, tapi Arga berbisik cepat, “Jangan lepas. Mereka semua lagi lihat kita.”

Dara menatapnya kesal, tapi terpaksa diam.

Untuk pertama kalinya, mereka tampak seperti pasangan sungguhan, setidaknya di mata orang lain.

Dan anehnya… genggaman itu terasa lebih lama dari yang seharusnya.

Sejak malam jamuan itu, Dara dan Arga tanpa sadar jadi pasangan “sempurna” di mata banyak orang.

Foto-foto mereka diunggah oleh keluarga, tersebar di media sosial, lalu banjir komentar.

“Couple goals banget!”

“Baru nikah udah serasi banget, bikin iri!”

Dara hanya bisa mengelus dada setiap kali melihat notifikasi. Di rumah, kenyataannya jauh berbeda: mereka masih sering bertengkar soal hal kecil, mulai dari remote TV sampai siapa yang buang sampah.

Namun di luar rumah, mereka harus berakting.

Makan siang bareng.

Tertawa di depan teman-teman.

Bahkan sesekali saling memanggil dengan nada manis.

“Dasar aktor murahan,” bisik Dara tiap kali selesai acara.

“Kalau aku murahan, kamu aktris gratisan,” balas Arga enteng.

Meski kesal, mau tak mau Dara tetap ikut main peran.

Hari itu, Dara baru saja pulang kerja ketika mendapati seorang perempuan berdiri di depan rumah. Cantik, elegan, dan jelas… bukan orang asing bagi Arga.

“Arga…” suara lembut perempuan itu membuat Dara refleks berhenti melangkah.

Arga yang baru turun dari mobil ikut terdiam.

“Rani?”

Dara menatap bergantian, bingung sekaligus tak nyaman.

Siapa Rani? Kenapa tatapan Arga mendadak berbeda?

*****

Malamnya, Dara akhirnya tahu, bahwa Rani adalah mantan kekasih Arga. Perempuan yang dulu nyaris ia nikahi kalau saja tak ada perjodohan mendadak.

“Dia cuma masa lalu,” ujar Arga singkat saat Dara bertanya, suaranya datar.

“Tapi jelas dia masih peduli sama kamu,” balas Dara, menahan nada sinis.

Arga diam. Untuk pertama kalinya, ia tidak membalas dengan sindiran.

Hari-hari berikutnya jadi lebih rumit.

Rani mulai sering muncul: menitipkan makanan, mengajak Arga bicara, bahkan tanpa malu menyapa Dara dengan senyum manis.

“Untung kamu ada, Ra. Kalau nggak, Arga pasti kesepian banget,” kata Rani di sebuah acara, membuat Dara tercekat.

Malam itu, Dara duduk di ruang tamu sambil pura-pura membaca majalah. Suara tawa dari teras terdengar jelas, Arga dan Rani.

“Udah lama banget nggak ngobrol kayak gini, Arg,” suara Rani lembut.

Arga hanya menanggapi dengan tawa pendek.

Dara memutar halaman majalah tanpa fokus. Entah kenapa dadanya terasa sesak. Padahal jelas-jelas ia tidak pernah peduli dengan kehidupan Arga.

“Apaan sih…” gumamnya, mencoba menepis rasa aneh itu.

Keesokan harinya di kantor, Dara curhat pada sahabatnya, Naya.

“Jadi, kamu nguping Arga ngobrol sama mantannya, terus kamu nggak suka?” Naya menyimpulkan sambil menaikkan alis nakal.

“Aku bukannya nggak suka,” Dara cepat-cepat membela diri. “Aku cuma… risih aja. Bayangin, mereka ketawa-ketawa di teras rumah aku.”

Naya nyengir lebar. “Rumah kamu? Bukannya itu rumah kalian berdua?”

Dara menutup wajahnya dengan buku. “Udahlah, jangan bahas.”

Di rumah, Dara mulai memperhatikan hal-hal kecil. Saat Rani datang membawa kue, Dara langsung berkata,

“Wah, kebetulan aku udah bikin brownies. Jadi nggak usah repot-repot lagi, Mbak Rani.”

Padahal jelas-jelas brownies itu baru saja Dara beli di toko roti dekat rumah.

Arga menatapnya curiga. “Kamu sejak kapan bisa bikin brownies?”

“Baru kemarin belajar. Kenapa? Nggak percaya?” Dara mendengus.

Rani hanya tersenyum manis, seolah mengerti lebih dari yang terlihat.

Malamnya, Arga menggoda singkat.

“Kamu cemburu ya?”

“Cemburu?!” Dara hampir tersedak air minum. “Kamu mimpi kali. Aku tuh nggak ada urusan sama kamu.”

Arga hanya mengangkat bahu sambil tersenyum tipis. “Kalau gitu, kenapa kamu bete tiap kali Rani datang?”

Dara tercekat.

Tidak ada jawaban.

Karena jauh di lubuk hati, ia mulai menyadari… perasaan itu memang ada.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Awalnya Terpaksa, Akhirnya Jatuh Cinta   Bab 63.

    Hujan baru saja berhenti, udara sore masih lembap. Aluna keluar dari minimarket kecil dekat kos temannya, membawa dua botol minuman dan roti. Ia ingin kembali ke mobil teman-temannya yang sedang parkir. Saat berjalan melewati rak buah di depan minimarket, seseorang menabraknya pelan dari sisi kanan. Bukan keras, tapi cukup membuat botol minuman bergoyang. Suara seorang lelaki pelan terdengar, “Maaf… Luna?” Aluna menoleh. Dan di sana, berdiri pria yang tak pernah benar-benar hilang dari kepalanya selama dua minggu terakhir. Freddy. Pakaiannya sederhana, kemeja coklat gelap, tangan masih memegang kantong belanja, wajahnya tampak lebih lelah dari terakhir kali. Ada kantung mata yang dalam, ada napas yang tertahan lama. “Om… Freddy?” Freddy tersenyum kecil, namun gugup, “Iya. Kamu sendiri? Sudah mau pulang?” “Iya, ini habis beli minum.” Ada keheningan aneh di antara mereka. Seperti ada sesuatu yang menggantung… sesuatu yang tidak bisa dihindari. Freddy menelan ludah perlahan

  • Awalnya Terpaksa, Akhirnya Jatuh Cinta   Bab 62.

    Tiga hari setelah Freddy duduk diam di seberang Cafe Selaras, Aluna sedang dalam perjalanan pulang dari kampus. Mobilnya sedang berada di bengkel. Sore itu gerimis kota pesisir memiliki bau hujan yang khas, asin laut bercampur tanah basah. Aluna memeluk totebag ke dadanya, buru-buru berjalan agar tidak terlalu basah, saat menyeberang trotoar menuju halte, langkahnya terpeleset kecil karena batu jalan yang licin. Seseorang sigap menangkap lengannya. Freddy. Tangan pria itu besar, hangat, kuku-kukunya bersih tapi ada garis bekas kerja kasar. Gerakannya spontan, refleks, bukan rencana. “Ah—! Maaf, saya— hampir jatuh…” seru Aluna. Freddy melepas perlahan agar tidak membuatnya takut, “Tidak apa-apa. Kau baik-baik saja?” Aluna mengangguk cepat, sedikit kikuk. Ia menatap wajah Freddy. Mata itu… tajam, tapi bukan menghakimi. Lebih seperti seseorang yang sudah terlalu banyak hidup dan terlalu banyak kehilangan. Aluna tidak mengenalnya. Tapi entah kenapa, ia merasa

  • Awalnya Terpaksa, Akhirnya Jatuh Cinta   Bab 61.

    Hujan akhirnya berhenti ketika senja mulai turun.Langit berubah menjadi ungu gelap, seolah menyerap seluruh kesedihan yang menggantung di udara.Freddy berjalan tanpa arah.Langkahnya berat, tidak tergesa, tidak pula yakin.Hanya berjalan.Ia berakhir di dermaga tua — tempat nelayan biasanya menambatkan perahu saat malam tiba.Papan kayu jembatan itu basah dan berderit pelan saat ia melangkah menuju ujungnya.Ia duduk.Tanpa payung, tanpa berteduh.Membiarkan sisa hujan menetes dari rambutnya dan kelembaban menyerap ke pakaiannya.Tangannya terasa gemetar.Bukan karena dingin, tapi karena kenyataan yang baru saja menghantamnya keras.“Aluna… anakku…”Suara itu keluar pelan, serak, hampir tidak terdengar.Seolah ia takut kalau dunia akan mendengar dan menertawakannya.Matanya menatap permukaan laut. Gelap, beriak, tidak memantulkan cahaya apapun.Seperti hidupnya.Selama bertahun-tahun di penjara, ia menahan marah, menahan dendam, menahan frustasi.Ia yakin Riana menghancurkan hidupn

  • Awalnya Terpaksa, Akhirnya Jatuh Cinta   Bab 60.

    Sore itu, langit di atas kota pesisir tampak mendung, udara membawa aroma garam laut bercampur hujan yang sebentar lagi turun. Freddy melangkah perlahan di sepanjang jalan kecil menuju Selaras Café, tempat yang sejak lama ia dengar dari orang-orang sebagai milik Dara dan Arga. Dan konon, dikelola oleh seorang wanita bernama Riana. Nama itu membuat dadanya sesak setiap kali ia dengar. Tangannya gemetar ketika hendak membuka pintu kafe. Ia tak tahu apa yang akan dikatakan jika benar Riana ada di sana. Apakah ia pantas menemuinya setelah semua yang telah terjadi? Namun hati kecilnya terus berbisik, "Setidaknya sekali saja… biar aku bisa minta maaf…" Langkahnya baru dua meter dari pintu ketika seseorang keluar dari dalam kafe. Seorang pria tinggi dengan wajah tegas dan mata tajam, Adrian Wilson Anggara. Adrian baru saja menutup percakapan telepon dengan salah satu staf cottage-nya. Namun begitu melihat sosok pria berjaket lusuh dengan tatapan bimbang di depan pintu k

  • Awalnya Terpaksa, Akhirnya Jatuh Cinta   Bab 59.

    Aluna sedang liburan singkat ke kota tempat dulu ibunya pernah tinggal, bersama tiga teman kampusnya. Mereka mencari tempat nongkrong yang “vintage dan tenang”. Salah satu temannya merekomendasikan sebuah kafe yang katanya punya vibe klasik dan tenang “Cafe Purnama”. Freddy sekarang sudah jauh berubah. Rambutnya memutih sebagian, wajahnya terlihat lelah namun berwibawa. Ia bekerja sebagai pengurus kebun kecil milik seorang kenalannya di luar kota.Pak Anggara, orang tua Freddy dan Adrian sudah meninggal dunia, kemudian perusahaannya bangkrut karena di kelola oleh asistennya, yang ternyata punya niat jahat. Sehingga saat Freddy keluar penjara, semuanya sudah hancur, dan berujung malapetaka. Semua harta maupun aset yang di milikinya semuanya hilang dan tak tersisa apapun untuknya.Yang tersisa hanya pakaian di badannya saja yang dia pakai saat keluar dari penjara.Pada akhirnya, dia hanya bisa menjadi tukang kebun. Beruntung, dia bertemu dengan kenalannya dan memintanya untuk memb

  • Awalnya Terpaksa, Akhirnya Jatuh Cinta   Bab 58.

    Sore itu, udara di pesisir terasa lembut. Angin laut berhembus membawa aroma asin yang khas, menelusup ke setiap jendela Selaras Café dan Alunadric Cottage yang kini sudah menjadi salah satu destinasi wisata paling terkenal di daerah itu. Banyak pasangan muda datang untuk berlibur, menikmati matahari tenggelam yang indah di tepi laut, tak tahu bahwa tempat ini lahir dari kisah dua hati yang pernah hancur dan sembuh bersama. Dari balkon utama rumah mereka, Riana menatap pantai sambil memegang secangkir teh hangat. Garis halus di wajahnya bukan tanda lelah, melainkan bukti perjalanan panjang dan cinta yang matang. Dari kejauhan, ia melihat Aluna, yang kini berusia 20 tahun, berjalan sambil membawa kamera di tangan. Gadis itu kini kuliah semester 3 di jurusan Desain Komunikasi Visual, dan sering membantu ibunya membuat desain promosi untuk Selaras Café dan cottage milik ayahnya. Langkahnya cepat, matanya bersinar penuh semangat, kombinasi sempurna antara ketegasan Anggara family

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status