Share

Bimbang dalam Keinginan

Tempat kejadian perkara sudah dipenuhi banyak Ambulance, polisi, tentara, juga pemadam kebakaran. Mereka saling membantu satu sama lain untuk menyelamatkan warga yang masih bernapas. Sisanya, akan dikubur dengan layak.

Dua remaja mendatangi tempat tersebut untuk melihat kondisi para korban. Banyak korban tewas, daripada yang terluka. Sungguh mengenaskan.

"Lihat semua ini. Bahkan dua Anhänger terhebat saja tidak bisa melawan kepiting raksasa berdua. Jika kita tidak membantu, mereka belum tentu selamat dari lemparan mobil." Ello mengoceh dengan suara agak keras. Dia seakan lupa dengan identitas yang sedang dirahasiakan.

"Pelankan suaramu, El. Aku tidak ingin mereka mendengar apa yang kamu katakan." Alvina mendekati salah satu korban yang sedang diurus para penyelamat. "Apa dia bisa diselamatkan?"

"Kami berharap seperti itu. Akan tetapi, dengan kondisi seperti ini, akan sulit bagi kami untuk menolongnya," jawab sang penyelamat tanpa melihat orang yang bertanya tadi.

Berdirinya mereka berdua di tempat kejadian perkara menandakan bahwa tujuan hidup akan ditambah. Tujuan hidup tentu saja menjadi sukses, tetapi niat melindungi Bumi adalah nomor satu.

Ello memang sudah memilih tujuan itu, sedangkan Alvina masih bimbang.

Mathilda tidak ingin Alvina menjadi Anhänger. Takdir Alvina sebagai Streckkod juga harus selalu dirahasiakan semenjak hal buruk terjadi pada Keluarga Collins dan Keluarga Stone. Menyamar sebagai warga biasa juga tidaklah mudah.

Dengan kondisi sang mama yang lumpuh total, Alvina bisa saja mengambil kesempatan besar untuk menjadi Streckkod bertopeng. Seperti keinginan Ello yang ingin melindungi Bumi. Sayangnya, haruskah Alvina mematahkan janji yang sudah sang mama berikan?

"Raksasa tadi datangnya dari lubang hitam di langit. Menurutmu, apakah itu sebuah portal? Portal dari dunia lain yang menyuruh makhluk aneh ke Bumi ini?" Ello mulai mengajak Alvina berdiskusi layaknya detektif. "Seperti Cerberus. Saat itu, mereka muncul dari lubang hitam. Langit juga menjadi gelap."

"Ya, benar. Makhluk aneh tidak mungkin datang dengan sendirinya. Musuh yang sebenarnya pasti telah sengaja membuka portal, membiarkan para makhluk mengganggu Bumi, tetapi dia tidak ingin menunjukkan wujud yang sebenarnya." Alvina membuka sedikit sarung tangan yang menutupi punggung tangan bagian kanan.

Ello memperhatikan apa yang Alvina lihat. "Apa kamu telah merubah pikiran? Menjadi Streckkod bertopeng?"

"Aku belum yakin pasti. Reaksi Kak Frans dan mama pasti kecewa." Jawaban itu berasal dari pikiran Alvina, berbeda dengan jawaban di hati, yang di mana ingin sekali lepas dari perjanjian atas tidak menunjukkan diri sebagai Streckkod.

Mau bagaimana pun, Ello tidak bisa memaksa kehendak Alvina. Dia bisa saja egois dengan menunjukkan diri sebagai Streckkod, tetapi Keluarga Collins juga akan kena imbas. "Lalu, sekarang kamu ingin bagaimana? Membantu dari persembunyian?"

"Ya. Itu hal yang hanya bisa kulakukan. Setidaknya, aku tidak muncul di media. Mama dan Kak Frans tidak akan tahu." Satu-satunya jalan terbaik sudah dipilih Alvina. Perlahan, dia akan mematahkan janji yang telah dipertahankan selama sepuluh tahun.

Berdiri di tengah para korban yang masih terbaring tidak berdaya membuat dua remaja tersebut seperti anak hilang. Seorang polisi sampai membawa mereka ke mobil Ambulance.

Namun sebelum sampai di Ambulance, Ello tidak sengaja menangkap pembicaraan polisi lain.

"Tugas kita banyak sekali hari ini. Setelah selesai mengurus korban, kita harus mencari Streckkod bertopeng untuk diajak kerja sama. Padahal, sulit sekali membedakan warga biasa dan Streckkod."

Kata 'mencari' sudah pasti bukan hal yang dimaksud Pemerintah Arc. Lebih tepatnya adalah membawa paksa. Kata mengajak juga terlalu indah untuk disuguhkan.

Begitu sampai di Ambulance, polisi yang membawa dua remaja tadi pergi.

"Sekarang bukan tanggal satu Januari. Kenapa pemerintah ingin membawa paksa para Streckkod?" Daya pikir Ello tidak sampai, padahal jawaban dari pertanyaannya sudah terjawab beberapa menit lalu.

Alvina menggeleng karena merasa malu, walaupun tidak ada yang menyadari kebodohan lelaki berambut hijau. "Dia pasti sudah tahu mengenai Streckkod bertopeng. Streckkod yang memiliki kekuatan api, lalu kita berdua. Jika kita tertangkap, kemungkinan besar akan dijadikan boneka."

Ello tidak tahu harus membalas perkataan Alvina seperti apa. Apa yang sang sahabat katakan memang sangat benar. "Kita harus pandai merahasiakan identitas. Kita harus belajar menjadi ninja."

"Jangan bercanda, Ello. Ayo, pulang. Tidak ada lagi yang bisa kita lakukan di sini." Waktu untuk melihat para korban sudah selesai. Alvina pulang bersama Ello untuk membahas kegiatan selanjutnya, serta rencana yang akan dipilih.

Sayangnya, tepat di mana Alvina dan Ello berpijak tadi, ada orang lain yang mendengar semua pembicaraan rahasia tadi. Entah apa yang terjadi, jika rahasia tersebut terbongkar.

***

Tidak ada acara lain selain berita mengenai pertarungan antara Anhänger dengan kepiting raksasa. Tentu saja bosan, sehingga Emily mematikan televisi yang sedang ditonton Dorothy dan Nail.

"Berita seperti itu sudah tidak menarik lagi. Bekerja, melawan musuh, melindungi Bumi, aku sudah lelah. Aku ingin keluar dari pekerjaan ini."

"Keluar? Apa kamu tidak ingat konsekuensi jika keluar? Emily, pikirkan baik-baik. Saat ini, kamu berada di level lima puluh, serta Anhänger nomor satu. Apa yang terjadi jika para warga tahu kamu mengundurkan diri?" Dorothy tidak ingin kehilangan pekerjaan. Jika Emily keluar, maka pekerjaan sebagai manajer juga akan musnah.

Sebagai kekasih, Nail juga tidak bisa tinggal diam. Sibuk karena pekerjaan sudah membuat hubungan mereka hampir retak. Jangan sampai semakin retak, lalu hancur. "Kamu tidak memikirkanku? Jika kamu keluar, maka aku juga."

Emily menuangkan anggur dengan kadar alkohol cukup tinggi ke dalam gelas mewah. "Kupikir, ada yang akan bahagia, jika aku pergi dari kedudukan nomor satu. Bukankah kamu ingin menjadi Anhänger nomor satu?" Santai sekali. Dia menyindir kekasih sendiri, sebelum meminum minuman kesukaan.

Pernyataan Emily membuat Nail tertawa kecil sambil menggelengkan kepala. Antara menyangkal dan menyembunyikan rahasia, rasanya tidak ada bedanya. "Jangan salah sangka. Banyak yang menginginkan posisimu. Mungkin aku juga ingin, tetapi aku mengerti posisiku yang sebenarnya. Kamu terhebat, dan terbaik di mataku."

Muak dengan pujian palsu yang Nail berikan, Emily berjalan menuju foto berbingkai dengan gelas di tangan. Wajah sedih, bingung, serta kesal bercampur aduk. "Aku tidak tahu harus percaya pada siapa lagi. Keluargaku lebih mementingkan harta, kekasihku menginginkan posisi nomor satu, serta Arc yang terus-menerus menekanku. Kalian pikir, beban ini bisa kuatasi sendiri?"

"Maka dari itu, aku sebagai manajer akan membantu. Apa gunanya aku, yang selalu mengikutimu ke manapun kamu pergi?" Dorothy sedang berusaha untuk mempertahankan Emily demi pekerjaan.

Sebelum memutuskan untuk pergi dari kamar apartemen Emily, Nail memeluk dari belakang dengan berkata, "Istirahat saja dalam beberapa hari. Tidak perlu keluar. Aku yakin, kamu hanya membutuhkan waktu untuk menyendiri. Kabari, jika butuh sesuatu." Kecupan di pipi sang kekasih adalah tanda perpisahan sementara. Perpisahan jarak, bukan hubungan.

Embusan napas Dorothy terdengar. Botol anggur yang masih tersisa disimpan kembali ke kulkas. "Jangan terlalu banyak minum. Kamu harus istirahat, Emily. Sudah terlalu banyak kegiatan yang kamu lalui. Aku akan membeli beberapa cemilan untukmu."

Dengan perginya dua orang yang membuat pikiran kacau, akhirnya Emily bisa berpikir tenang. Mereka datang hanya ingin mengacaukan suasana hati. Dorothy yang gila pekerjaan, dan Nail yang gila posisi.

Pemandangan jalanan besar yang dilalui kendaraan menjadi tempat berikut Emily berdiri. Matanya seakan sedang mencari sesuatu, lebih tepatnya seseorang. "Anhänger bertopeng, bisakah kita bertemu lagi? Bisakah ... kamu bawa aku pergi dari sini?"

Layaknya seperti Rapunzel yang dikurung dalam menara, dan berharap bisa keluar bersama dengan seseorang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status