Share

3 - Kemantapan Rencana

"Maafkan aku, Mom, Dad. Suamiku sangat sibuk hari ini. Dia tidak bisa bergabung."

"Tidak apa-apa, Nak. Mom mengerti."

"Hihi. Trims, Mom." Selena menambah lebih lebar senyuman ke arah sang ibu.

"Tidak mudah menjadi pengusaha dengan bisnis yang mulai berkembang. Suamimu pasti akan semakin sibuk, Nak."

Selena mengangguk. "Iya, Dad. Aku pasti akan selalu mendukungnya."

"Kau manis sekali, Sayang."

Pujian sang ibu, membuat Selena terkekeh. Ia lalu pamerkan senyum bangga. "Aku ini sudah menikah dan akan segera punya baby, Mom. Aku berhenti menjadi anak manis."

Selena melirikkan mata cepat ke arah sang kembaran yang asyik makan. "Mom dan Dad masih punya satu anak perempuan lagi yang manis," candanya sembari tertawa.

"Dia belum menikah. Jadi, dia masih anak manis Mom dan Dad."

"Sebentar lagi, Sandisc akan menikah, Nak. Mom tidak mau punya anak yang sampai tua menjadi wanita malang single."

"Betul kata Mom. Dad setuju. Semua anak kita harus menikah dan berkeluarga "

Sandisc yang enggan mengambil bagian dalam pembicaraan baginya tidak penting dan sarat sindiran, maka mulut pun ditutup.

Hanya dibuka saat memasukkan potongan demi potongan steak yang tengah dimakan. Selebihnya, Sandisc bungkam.

Memang, ada perasaan kesal. Namun, tidak ditunjukkan dengan ekspresi yang jengkel. Sandisc justru memamerkan senyum sejak awal acara makan malam dimulai.

"Kau paham, Nak?"

Kepala dianggukan. "Iya, Mom. Aku paham. Tapi, aku sedikit ...."

Sandisc dengan sengaja menggantungkan ucapannya. Bertujuan untuk membuat ayah, ibu, dan saudari kembarnya penasaran.

Terbukti, semua mata tertuju ke arahnya. Seakan menunggu jawabannya seperti apa.

Sandisc pun tertawa. Ia menganggap sebagai hal yang menyenangkan dan bisa menjadi salah satu momentum untuk bercanda.

"Tapi, aku hanya sedikit punya keinginan menikah, Mom, Dad," lanjut Sandisc santai.

"Prinsip macam apa itu, Nak? Tidak bisa."

"Kau harus menikah. Mom dan Dad tidak ingin punya anak perempuan yang seumur hidup melajang." Delliah Mikkler.

"Mom benar, Sandisc. Kau harus menikah. Walau, Dad dulu pernah punya prinsip yang mirip denganmu. Itu tidak bagus."

Sandisc mengerucutkan bibir. Kedua telinga sudah mulai panas akibat mendengar ayah dan ibunya berceramah bergantian.

Namun, jawaban yang tepat harus mampu ditunjukkan agar tidak sampai timbulkan perdebatan tiada berujung.

Sandisc jelas kurang bisa menghadapinya sendiri. Ia butuh Selena untuk membantu.

Walaupun tadi, sang kembaran yang telah memancing lebih dulu topik pernikahan.

Sandisc pun menyenggol lengan Selena. Tak lama kemudian, kembarannya itu menoleh. Dan, ia langsung memberi kode lewat alis kanan digerakkan agar Selena membantu.

"Begini, Mom, Dad. Kita harus menghargai keputusan Sandisc saat ini. Jika dia belum mau menikah, aku kira jangan dipaksa."

Sandisc segera mengangguk. Tanggapan atas pembelaan sang kembaran. Ia juga loloskan tawa senang. "Benar, Mom, Dad."

"Aku mungkin akan membina hubungan serius dengan seorang pria. Seperti ya ke jenjang pernikahan. Tapi ...."

"Tapi, waktunya tidak tahu kapan." Sandisc pun masih enteng dalam menjawab.

"Tolong Mom dan Dad, jangan mendesakku lagi. Itu tidak menyenangkan."

"Baiklah, Nak. Baik. Kami mengalah."

Sandisc semakin mengembangkan senyum. Ia sudah siap lontarkan kalimat berikutnya yang pasti akan sukses mengagetkan kedua orangtua serta saudari kembarnya.

"Mom, Dad, dan juga ...."

"Dan juga, Selena. Aku ingin menyampaikan kabar gembira pada kalian semua."

"Aku sudah menemukan pria yang mau punya anak denganku tanpa ada ikatan pernikahan di antara kami nantinya."

Sandisc langsung mendapatkan tatapan yang tajam dari ayah dan ibunya, tapi ia pun enggan memedulikan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status