Home / Horor / BONEKA KEMATIAN / LUKA SEORANG AYAH

Share

LUKA SEORANG AYAH

Author: Alya Snitzky
last update Huling Na-update: 2025-07-23 00:58:46

Flashback – Lima Tahun Sebelumnya

"Aku udah kerja sampai malam, Ratih. Aku nyoba semua cara! Tapi Ayu butuh operasi itu sekarang, bukan nanti!"

Suara Bayu menggema di ruang kontrakan sempit yang dindingnya tipis dan lantainya lembap. Di depannya, Ratih—istrinya—duduk dengan wajah lelah, tubuh kurusnya menggigil sambil memandangi termos kecil yang hanya berisi air hangat.

“Mas ... kita bisa cari pinjaman lain. Mungkin dari koperasi ... atau Pak RT…”

Bayu menggeleng keras. “Udah! Semua pintu udah gue ketok! Mereka cuma mau jaminan. Kita punya apa, Ratih? Kompor rusak? TV kecil? Semua itu nggak cukup!”

Ratih terdiam. Matanya mulai berkaca-kaca, tapi ia menahannya.

Di balik tirai kamar sempit, suara batuk kecil terdengar. Lembut. Lemah.

Ayu.

Mereka segera beranjak. Di ranjang kecil dengan seprai kusam, Ayu terbaring. Wajahnya pucat, napasnya pendek-pendek. Selang oksigen menempel di hidungnya. Di tangannya, boneka tua bergaun merah muda—Bella—tergenggam erat. Boneka itu dulunya milik ibu
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • BONEKA KEMATIAN   KORBAN BARU

    "Apa maksudmu dia bisa hilang begitu saja?" suara Komandan Daru meninggi, nyaris meneriaki Reza di depan ruang penyimpanan server lama itu."Pak, saya bersumpah, tadi dia masih di sini. Baru sekitar lima menit yang lalu! Saya cuma ke atas sebentar buat ambil kabel sambungan, tahu-tahu dia—" Reza terengah-engah, napasnya belum teratur karena terburu-buru naik tangga kembali."Siapa yang hilang?" Yudistira masuk dengan langkah tergesa. Wajahnya tegang, tatapannya tajam menyapu ruangan."Anton, Pak. Dia bilang mau bantu scanning file audio dari kaset tua. Saya pikir nggak masalah dia sendiri di sini karena—" Reza melirik ke arah Daru, ragu melanjutkan."Karena kamu mengira dia sudah bisa dipercaya, padahal kita semua tahu dia mantan narapidana," potong Daru dingin."Dia sudah berubah, Pak," Reza mencoba membela. "Selama dua tahun ini dia setia bantuin tim bayangan. Nggak pernah bikin masalah."Daru menarik napas dalam-dalam, menahan kemarahannya. "Dan sekarang dia menghilang."Yudistira

  • BONEKA KEMATIAN   LUKA SEORANG AYAH

    Flashback – Lima Tahun Sebelumnya "Aku udah kerja sampai malam, Ratih. Aku nyoba semua cara! Tapi Ayu butuh operasi itu sekarang, bukan nanti!"Suara Bayu menggema di ruang kontrakan sempit yang dindingnya tipis dan lantainya lembap. Di depannya, Ratih—istrinya—duduk dengan wajah lelah, tubuh kurusnya menggigil sambil memandangi termos kecil yang hanya berisi air hangat.“Mas ... kita bisa cari pinjaman lain. Mungkin dari koperasi ... atau Pak RT…”Bayu menggeleng keras. “Udah! Semua pintu udah gue ketok! Mereka cuma mau jaminan. Kita punya apa, Ratih? Kompor rusak? TV kecil? Semua itu nggak cukup!”Ratih terdiam. Matanya mulai berkaca-kaca, tapi ia menahannya.Di balik tirai kamar sempit, suara batuk kecil terdengar. Lembut. Lemah.Ayu.Mereka segera beranjak. Di ranjang kecil dengan seprai kusam, Ayu terbaring. Wajahnya pucat, napasnya pendek-pendek. Selang oksigen menempel di hidungnya. Di tangannya, boneka tua bergaun merah muda—Bella—tergenggam erat. Boneka itu dulunya milik ibu

  • BONEKA KEMATIAN   BUKTI YANG TERKUBUR

    "Bapak mau ngapain bawa saya ke gudang kosong seperti ini? Bapak yakin ini bukan jebakan?"Aldo berhenti tepat di depan pintu besi berkarat yang menutup rapat. Wajahnya basah oleh keringat, bukan karena takut, tapi karena kenangan buruk yang tempat ini bangkitkan.Gudang itu berada di pinggiran Jakarta Utara, tersembunyi di balik deretan kontainer tak terpakai. Dulu disebut sebagai "gudang logistik cadangan" tapi bagi sebagian orang di kepolisian lama, tempat ini punya nama lain. Ruang Bayangan.Yudistira tak menjawab langsung. Ia menempelkan telinganya ke pintu, memastikan tak ada gerakan dari dalam. "Ini bukan jebakan, tapi juga bukan tempat aman. Kita cuma punya waktu sedikit."Aldo masih ragu, tapi akhirnya mengangguk. Mereka mendorong pintu itu pelan. Suara logam berderit memenuhi udara.Di dalam, bau lembap bercampur debu menyambut. Lampu neon tua di langit-langit hanya menyala sebagian. Rak-rak tua berisi berkas kusam dan alat interogasi yang ditinggalkan. Di sudut ruangan, ada

  • BONEKA KEMATIAN   TIM BAYANGAN

    “Bapak serius ingin bekerja sama dengan dia barusan?”Suara Yudistira meninggi, membentur dinding ruangan sempit yang kini lebih mirip bunker daripada ruang rapat.Daru mengangguk. Tatapannya dingin, teguh. “Iya. Dia memang mantan kriminal tapi justru itu yang kita butuhkan.”“Pak Daru, dia itu pernah menculik anak Kapolsek karena utang narkoba. Bapak yakin orang seperti itu bisa dipercaya?”Di sudut ruangan, pria yang dimaksud duduk bersandar dengan santai, merokok pelan seolah tak peduli sedang dibicarakan. Tato menyembul dari balik kerah jaket jeansnya, dan bekas luka panjang di leher kiri bicara lebih banyak daripada rekam jejak polisi mana pun.Namanya Aldo. Eks-eksekutor jalanan. Enam tahun menghilang dari radar hukum sebelum akhirnya tertangkap—dan secara misterius dibebaskan.“Dengar dulu. Aldo tahu banyak jalur belakang. Dia punya peta koneksi yang tidak akan kita temukan di database mana pun,” ujar Daru. “Dan dia punya satu keunggulan …”“Nyawanya sudah digadaikan,” gumam Al

  • BONEKA KEMATIAN   TAHANAN MISTERIUS

    “Bapak yakin ingin membawa dia ke tempat ini? Gila, Pak Daru.”Yudistira berdiri di ambang pintu ruangan bawah tanah dengan wajah tak percaya. Napasnya masih memburu, seolah baru menempuh delapan lantai tanpa lift.“Bapak tahu sendiri siapa dia. Mantan peretas paling dicari. Orang ini hampir membuat sistem Polri kolaps dua tahun lalu.”Daru, yang duduk di balik meja dengan ekspresi datar, menoleh pelan ke arah Reza. Pria kurus dengan hoodie hitam itu duduk bersila di lantai, tangan terborgol ke pipa besi yang tertanam di dinding. Namun yang paling mencolok bukanlah borgol atau bekas luka di pelipisnya, melainkan sorot matanya. Dingin, tenang, seolah dunia ini hanya permainan algoritma baginya.“Saya tidak punya pilihan lain, Yudis,” kata Daru tenang. “Kalau kita mau masuk ke dalam jaringan si bajingan berseragam itu, kita butuh seseorang yang menguasai medan.”Yudistira mendekat, suaranya lebih rendah. “Tapi dia ini ... hacker dari dark web, Pak. Dulu dia jual exploit zero-day ke siap

  • BONEKA KEMATIAN   BUKTI TAK TERBANTAHKAN

    "Reza, kalau ini cuma rekayasa, sumpah, aku bakar semua server di sini!"Yudistira berdiri di depan layar monitor dengan wajah tegang. Matanya membelalak, tangan terkepal, napas memburu. Di layar, tampak rekaman hitam-putih dari sudut rumah Daru—dapur sempit yang tak pernah terlihat istimewa. Sampai malam itu.“Bapak pikir saya sedang bercanda?" sahut Reza dari balik meja kerja, jari-jarinya masih menari di atas keyboard. "Ini hasil retasan dari kamera tetangga Pak Daru. Saya sudah memverifikasi checksum file-nya tiga kali. Tidak ada manipulasi. Bukan deepfake. Ini ... asli.”Daru, yang duduk di sisi lain ruangan bawah tanah mereka, masih terdiam. Wajahnya tertutup bayangan cahaya dari layar, tapi dalam sorot matanya tergambar campuran antara pengakuan dan penolakan. Seolah ia tahu apa yang akan muncul berikutnya—tapi tetap berharap itu tidak terjadi.Di layar, waktu menunjukkan pukul 03.11 dini hari.Pintu dapur terbuka sedikit. Lalu ... boneka Bella muncul. Sendiri. Tanpa siapa pun

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status