Share

7. Permainan Lily

"Bagaimana keadaan Lily?" tanya Edhie kepada Jovan yang saat ini berjalan di sisinya.

"Sangat baik, Bos."

Derap langkah sepatu saling bersahutan, menimbulkan suara gema ketika memasuki mansion yang tampak sunyi itu. Edhie melonggarkan sedikit kerah bajunya, untuk meraup oksigen secara bebas.

Seharian tadi, dirinya disibukkan dengan menghadiri pertemuan yang diadakan para petinggi yang mengharuskan ia untuk mengenakan pakaian formal.

Hela napas terdengar ketika Edhie sampai di ruangan kerjanya. Ia kemudian duduk di kursi berlengan kayu lalu menyandarkan punggungnya di bantalan empuk sandaran kursi. Kepalanya menengadah dengan mata terpejam.

"Sepertinya bocah itu sedang menikmati masa kuliahnya."

Jovan yang berdiri berseberangan dengan sang tuan tidak memberikan tanggapan.

"Apa dia membenciku?" tanya Edhie dengan mata yang sudah terbuka, menatap ke arah Jovan.

"Nona…" Jovan menunduk, menenggelamkan wajahnya.

Namun, ia tidak bisa menutupi getar di bahunya ketika mengingat perkataan sang Nona tadi pagi.

Hal tersebut membuat Edhie menautkan kedua alisnya dan membenarkan posisi duduknya menjadi tegak.

Jovan berdehem sebentar, lalu berkata dengan menatap Edhie, "Nona masih bertekad untuk menikahi Anda, Bos," lanjutnya dengan bersusah payah agar tidak menyemburkan tawanya.

"Setelah sekian tahun?" Edhie membelalak tak percaya.

"Sampai sekarang dia masih menggunakan pernikahan sebagai bahan candaan. Ya, Tuhan… Lily!" Edhie mengurut pelipisnya yang semakin pening.

"Kembalilah! Jangan pernah katakan pada Lily kalau aku sering menanyakan kabarnya!"

"Baik, Bos!" jawab Jovan seraya menunduk. Pria itu kemudian berbalik meninggalkan ruangan Edhie.

***

"Bagaimana?" tanya Lily yang menyambut kedatangan Jovan.

"Bos sama sekali tidak menanyakan keadaan Anda, Nona," bohong Jovan tanpa berani menatap Lily.

Merasa mendapat jawaban tidak memuaskan, gadis itu melipat kedua tangannya di depan dada. Bibirnya berdecak kesal.

"Edhie benar-benar keterlaluan! Apa susahnya menanyakan kabarku?! Jangan-jangan apa yang dikatakan Elliot benar bahwa selama ini aku hanya dijadikan sebagai sandra," gerutunya.

Pria yang lebih tinggi dari Lily itu menaikkan sebelah alisnya. "Maksud, Nona?"

Lily tak acuh, ia memilih mengibaskan tangannya kemudian berlalu, meninggalkan Jovan yang masih berdiam di tempat.

"Nona Lily! Apa maksud perkataan Anda baru saja?" desak Jovan menyusul Lily yang melangkah ke arah dapur.

"Tidak penting, Paman. Elliot hanya khawatir berlebihan."

"Tuan Elliot berkata seperti itu?"

Lily mengangguk seraya meminum secangkir air mineral untuk membasahi kerongkongannya yang mendadak kering.

"Lily! Kau di rumah?" terdengar teriakan dari balik pintu utama.

"Panjang umur! Beruntung kau Elliot, di lantai ini hanya ada dua kamar. Jika tidak, sudah pasti orang-orang akan mengusirmu karena membuat keributan," kesal Lily.

Lily meletakkan cangkir miliknya di kitchen bar. Gadis itu gegas menuju ke arah pintu utama.

"Kenapa baru datang?!" protes Lily setelah melihat pria yang dulu dibencinya dan entah bagaimana sekarang berakhir menjadi tetangga sekaligus sahabat Lily.

"Aku sudah berkata akan pulang ke Northland untuk beberapa hari. Kamu terus menerus mendesakku untuk kembali!" gerutu Elliot menjejakkan kakinya untuk memasuki apartemen milik Lily.

Tanpa permisi, pria itu menerobos masuk ke dapur dan membuka isi kulkas.

"Hai, Paman Jovan!" sapa Elliot ketika menyadari keberadaan Jovan yang masih berdiri di sisi kitchen bar.

"Selamat malam, Tuan."

"Ck! Aku tidak suka Paman memanggilku dengan sebutan 'Tuan'. Panggil aku Elliot, Paman. Berapa kali aku harus mengucapkannya!" protesnya.

Jovan terkekeh. Bagi Jovan yang merupakan bodyguard dari Lily, ia menganggap semua teman-teman Lily harus diperlakukan dengan hormat.

"Kenapa menyuruhku pulang, Lily?" Satu buah apel yang berasal dari dalam kulkas Lily sudah berada di tangan Elliot. Pria itu menyusul Lily yang duduk di ruang tengah.

"Mau?" tawar Elliot yang kini duduk di sisi Lily.

Lily menggeleng. "Besok aku harus hadir di acara pertunangan Jane."

"Lalu?"

Mata Lily menyipit ke arah Elliot. "Apa lagi? Kau tega membiarkanku menghadiri acara tanpa pasangan?"

"Baiklah, aku mengerti. Kenapa tidak sekalian saja memintaku menjadi kekasihmu, Lily?"

"Ehem!" Jovan yang masih mendengarkan obrolan kedua muda mudi itu memecah suasana.

"Maaf, Paman," ujar Elliot menoleh ke tempat dimana Jovan berada dengan cengiran tanpa rasa bersalah.

***

Besoknya, Lily benar-benar menghadiri acara pertunangan Jane—teman sekampusnya— bersama dengan Elliot.

"Kau sangat cantik, Lily," puji Elliot. Netranya terus menatap Lily yang berjalan di sisinya dengan tangan yang mengalung di lengan Elliot.

Hari ini Lily tampak elegan mengenakan dress berwarna lavender sepanjang mata kaki, serta wajah yang dipoles make up tipis.

"Kau tidak perlu berpura-pura ketika hanya kita berdua yang mendengar obrolan kita, El," jawab Lily tak acuh sembari mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan teman-teman Lily yang lain.

Akan tetapi, langkah kaki Lily yang terhenti tiba-tiba membuat Elliot turut terdiam. "Ada apa?" tanya Elliot dengan kening berkerut.

Lily menaikkan sebelah sudut bibirnya. Kakinya yang terhenti, kini mengayun pasti ke satu tujuan.

Sedangkan Elliot hanya mengikuti permainan dari Lily.

"Hai, Ed. Bagaimana kabarmu?" tanya Lily kepada seseorang yang tidak lain adalah Edhie.

Tepat di sisi Edhie, ada Cassandra yang mengamit lengan Edhie.

"Lily? Bagaimana bisa?" tanya Cassandra dengan ekspresi terkejut.

"Jane. Perempuan yang bertunangan hari ini teman kuliahku," jelas Lily dengan sesekali melirik ke arah Edhie yang sedang meneguk segelas wine.

"Kau tidak menjawab pertanyaanku, Ed?"

"Harusnya kau sudah tahu kabarku dari Jovan," jawab Edhie tak acuh.

Sial! Edhie sama sekali tidak peduli dengan Lily.

"Lalu, siapa pria manis ini Lily?" Cassandra mendekat ke arah Lily dan Elliot.

"Elliot, kekasihku."

Jawaban dari Lily membuat Edhie melayangkan tatapan tajam ke arah gadis itu.

Lily yang menyadarinya berbalik bersikap tak acuh dengan mengalihkan pandangannya dari Edhie.

"Hei, bocah! Ikut denganku sekarang juga!" Edhie menurunkan tangan Cassandra yang berada di lengannya.

Lelaki dengan setelan jas hitam itu menarik Lily untuk turut bersamanya, membiarkan Elliot dan juga Cassandra yang saling pandang lalu mengedikkan bahunya.

"Ed, apa yang kau lakukan?" Lily hanya menurut begitu saja ketika Edhie membawanya menjauh dari kerumunan para tamu undangan.

Setelah dirasa agak sepi, Edhie menghentikan langkahnya lalu berbalik menatap Lily.

"Sudah aku katakan berulang kali, Lily. Berhati-hatilah terhadap laki-laki," omel Edhie dengan berkacak pinggang.

Bibir Lily mengerucut. "Aku tidak sembarangan memilih laki-laki, Ed. Paman Jovan mengenalnya, tanyakan saja padanya!" jelas Lily tanpa berani menatap Edhie.

"Jovan tahu?"

"Lagipula apa urusanmu, Ed? Kau bahkan tidak pernah menanyakan kabarku!"

"Aku percaya Jovan akan menjagamu dengan baik. Tapi, melihat kau datang bersama pria asing tadi, aku rasa aku harus mendisiplinkan Jovan."

Seketika Lily menelan ludahnya. "E—Ed, jangan salahkan paman Jovan. Hey! Aku sudah dewasa. Usiaku sudah dua puluh lima tahun, kau tahu?"

Edhie sama sekali tidak mengendurkan bahunya. "Baiklah. Ajak pria asing itu untuk datang menemuiku besok di rumah!"

"Namanya Elliot!" ralat Lily. "Dan untuk apa, Ed?"

"Untuk memastikan bahwa pria itu tidak kau gunakan sebagai mainanmu, Lily!"

Oh, God! Sepertinya pria di depan Lily ini sangat tahu bahwa gadis itu sedang bermain-main dengannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status