Share

06. Terhina

"Lepas!!" Lia membentak sambil menepis tangan Davin dengan kasar.

"Jangan menolak, lihatlah kondisimu. Kau tidak sedang baik-baik saja Lia!" balas Davin tak menyerah.

Lia tak mengerti dengan Davin dan langsung bingung dengan perhatiannya, tapi tentu dia juga tidak mau terbawa perasaan dengan hal itu. "Terus memangnya kenapa kalau aku terluka? Bukankah dengan begitu kau bisa bahagia, dan tidak perlu repot menyakitiku dengan tanganmu sendiri ...."

Walau merasa ngilu karena barusan diserempet motor, rupanya Lia bisa berdiri dan dia membuktikan ucapannya. Dia bisa tanpa Davin.

Sementara itu Davin yang kecewa dengan penolakan Lia, juga tak bisa diam saat menyadari sekretarisnya terluka meski itu hanya luka ringan. Davin terasa aneh dengan kepeduliannya itu, sebab seperti yang Lia katakan. Penderitaan Lia adalah kebahagiaan untuknya. 

"Baiklah, tapi sekarang kita harus ke rumah sakit!" ujar Davin yang kemudian menggandeng Lia dan berusaha membantu dengan memapahnya. Sedikit memaksa, meski dia tak sampai menyakiti. 

"Sudah kubilang, aku bisa sendiri. Lepaskan aku!" bentak Lia dengan suara yang keras, ternyata dia masih saja menolak bantuan Davin.

Namun, Davin juga tak bisa menurut dan terus saja melakukan apa yang ingin dilakukannya. Lia jadi marah dan juga geram karenanya, lalu dengan cerdik dia tiba-tiba melakukan sesuatu hal yang membuat Davin tak berkutik.

"Tolong-tolong! Pria ini melecehkanku! Tolong!!" ujar Lia dengan sekuat tenaga, membuat Davin syok dan terkejut.

"Apa-apaan kamu Lia?!" ujar Davin protes, tapi sayang masih tak didengarkan oleh Lia.

"Tolong! Dia ingin membawaku!!"

Beberapa orang yang berlalu lalang di sana segera berhenti dan menghampiri mereka. Mereka segera membuat Davin melepaskan Lia dan begitu lepas, Lia sendiri tak mau perduli dengan boss sekaligus mantan suaminya itu. Bodoamatlah dia mau dihakimi orang-orang atau dipukuli, karena sekarang dia bahkan sudah meninggalkan lokasi tersebut dengan cara menaiki taksi yang kebetulan lewat di hadapannya dan pulang ke rumah setelahnya. 

❍ᴥ❍

Hari yang buruk untuk Davin, karena paginya selain harus menahan rasa nyeri diwajahnya karena salah paham orang-orang kemarin malam, dia harus rela melihat wajah tampannya berubah jadi penuh luka memar yang kini membiru. Wajahnya membengkak dan penuh dengan luka lebam akibat pukulan warga. Andai saja petugas keamanan tak segera datang kemarin malam, mungkin saja Davin sudah berakhir di rumah sakit. 

"Sial! Wanita itu memang gila, aku sudah baik hati ingin menolongnya, tapi apa yang dia lakukan? Bedebah!!" umpat Davin geram.

Terbayang bagaimana nasib buruk menghampiri dirinya semalam dan membuatnya mengalami hal mengenaskan, membuatnya segera mengepalkan tangan. "Aku tidak bisa diam saja. Aku harus membalasnya dan memberikan perhitungan yang wanita itu sesali!"

Pergi ke kantor tanpa memperdulikan penampilan atau bahkan sekujur tubuhnya yang merasa nyeri. Davin dengan tak sabaran menemui Lia.

"Di mana perempuan itu? Panggil dia dan suruh ke ruanganku untuk menghadap kemari!" ujar Davin membentak salah satu staf yang papasan dengannya.

Amarahnya sudah melambung tinggi, sehingga begitu sampai di ruangannya dan duduk di kursi kebesarannya, Davin yang tak bisa tenang melampiaskannya pada sesuatu di sana.

Brakk!!

"Arrrggghhh!"

Rupanya Lia sudah tiba, kebetulan setelah bertemu Davin, salah satu staf itu langsung bertemu Lia yang juga baru datang. Itulah mengapa bagaimana wanita itu bisa tiba dengan cepat di ruangan Davin.

"Cepat juga kamu!" Davin berkata dengan kalimat yang tiba-tiba tenang.

Anehnya setelah marah, dia secepat itu bisa mengontrol emosinya. Entahlah karena apa itu, tapi mungkin saja karena sempat melampiaskan amarahnya pada beberapa barang di sana.

"Maaf, ada yang bisa saya bantu, Pak?" Lia yang sempat terkejut pun tak jauh berbeda, segera mengontrol diri dan memperlihatkan ketenangannya.

Davin tak langsung menjawab, tapi malah memejamkan mata sembari bersandar ke sandaran kursi kebesarannya.

"Apa kau lihat bagaimana keadaanku sekarang?" tanya Davin tanpa repot membuka mata.

Lia terlihat langsung meneguk ludahnya kasar, tapi pandangannya tak bisa lepas dari bossnya. Dia langsung waspada dan gelisah membayangkan kalau kalimat yang barusan keluar dari bibir Davin mungkin saja mengundang masalah pada dirinya.

Apalagi saat melihat bagaimana Davin terlihat buruk dari segi apapun. Wajah yang hancur karena penuh luka memar. Hal itupun membuat Lia mengingat kejadian semalam dan membuatnya lebih gelisah lagi.

"Apa kau tidak punya mulut?!" bentak Davin terdengar kesal dan langsung membuka matanya menghunus menatap Lia. "Kita tidak perlu basa-basi, tapi aku beritahu padamu kalau kau harus membayar luka-lukaku ini dan bertanggung jawab!" lanjut Davin dengan nada menuntut.

"Apa yang anda inginkan, Pak?" Akhirnya Lia memberanikan diri untuk menjawab.

"Tentu saja bukan uang, karena aku sudah memilikinya."

"Jangan berbelit-belit!" tantang Lia dengan berani.

Seketika Davin pun bangkit dari kursi kebesarannya dan menghampiri Lia. Secara tak terduga dan dengan cepat dia menarik pergelangan tangan perempuan itu dengan kasar.

Blam!

Davin dengan tanpa hatinya mendorong Lia terjatuh ke atas sofa lalu menghimpitnya di sana. Mencengkram rahangnya sekaligus mengunci pergerakannya.

"Kau benar soal semalam, aku menginginkan penderitaanmu. Aku mau kau menangis darah dan bersujud di kakiku!!" geram Davin sama sekali tak membiarkan Lia melakukan perlawanan dan bahkan sekarang tidak juga memberikan kesempatan untuk bicara. "Harusnya setelah semalam kau membuatku jadi seperti ini, pagi ini kau sudah mendekam di penjara, tapi tidak aku tak menuntutmu atau membuatmu mendekam di sana. Namun, Lia kau masih ingat bukan bagaimana aku, ini tidak gratis dan kau harus membayarnya!" tegas Davin kejam.

"Apa maumu?"

"Sudah kukatakan penderitaanmu Lia!"

Setelahnya karena hal itu, Davin memanfaatkannya untuk melecehkan Lia. Begitu mendapatkan maunya, segepok uang langsung dia lemparkan ke wajah mantan istri sekaligus sekretarisnya itu.

"Sekarang harusnya kau tahu betapa hinanya dirimu. Wanita rendah-an dan tidak tahu diri!" ejek Davin merasa puas dan menang.

Sementara Lia sudah sangat berkaca-kaca, meski air matanya tak sampai jatuh. Harga dirinya diinjak-injak dan dia merasa murah-an sekarang. Apa yang ditakutkannya kemarin sudah kejadian, sekarang dia bukan hanya sekretarisnya Davin, tapi juga jala-ngnya.

Menguatkan hati dan membereskan dirinya, lalu saat sudah selesai dia keluar tanpa suara. Ada luka yang tak tertahankan dalam hatinya, tapi pria tak punya perasaan itu mana mungkin paham dengan itu.

"Barusan dia keluar dari ruangan Pak Davin, lama sekali di sana, dan lihatlah penampilannya yang berantakan. Menurutmu apa yang sudah dia lakukan?" ujar salah satu karyawan sambil menatap Lia. Dia tak perduli jika orang yang dibicarakan olehnya masih di sana dan mendengarkan ucapannya.

"Jual diri, memangnya apalagi? Lagian sejak diterima di sini dia sudah keliatan aslinya kok. Ingat kejadian di pantry, bagaimana dia menggoda Pak Davin?" jawab salah satu karyawan lainnya.

Lia tak tahan lagi, hati dan perasaannya sudah terlalu sesak. Walaupun memang di sisi dirinya yang lain, dia marah dengan perkataan itu, tapi mana mungkin dia melabrak mereka. Kenyataannya memang begitu. Dia baru saja resmi menjadi jala-ngnya seorang Davin.

Buru-buru Lia pun berlalu dari sana dan masuk ke salah satu bilik toilet. Pertahanannya pun runtuh di sana. Dia menangis melampiaskan perasaannya.

"Arrrggghhh, tidak!! Kenapa, kenapa aku harus mengalami hal sepahit ini ... kenapa?!" ujarnya sambil menggigit bibirnya dan menutup mulutnya.

Bahkan jika dia tak kuat, dia tak mempunyai kesempatan untuk kabur. Kontrak kerja membuatnya terikat dan ancaman Davin membuatnya tak berdaya. Sungguh naas nasibnya, tapi walau sudah begitu Lia tak seberuntung Cinderella yang mempunyai ibu peri sebagai penyelamatnya.

❍ᴥ❍

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status