Share

02. Perasaan Azkar

"Balik ke kursi kerja masing-masing! Bos mau mampir ke kantor kita!"

Seruan itu membuat Azkar dengan cepat berjalan menuju meja kerjanya dan duduk di kursi kerja miliknya.

Sama seperti rekan kerja mereka yang lain, Ava dan Alana sontak langsung memasang ekspresi serius dan menatap layar monitor komputer seolah mereka sedang bekerja.

"Selamat pagi semua!"

Ava mengangkat wajah. "Pagi pak," sahutnya kompak bersama rekan kerjanya yang lain.

Sosok lelaki berkepala empat itu tersenyum lebar dengan wajah tegasnya yang khas, bersama pria-pria berbadan kekar dibelakangnya yang menjaga.

Lelaki berkepala empat itu adalah pemilik perusahaan besar dan ternama di Indonesia, beliau kerap dipanggil Was.

"Semangat kerja!" seru Pak Was.

"Semangat! Semangat! Semangat!" sahut karyawan kantor ruangan itu antusias.

Pak Was bertepuk tangan dengan senyum tipisnya. "Saya mampir ke ruangan ini, untuk memberi tahu kalian secara langsung, bahwa kalian akan segera memiliki CEO baru di perusahaan ini. Yang tentu nya bukan saya lagi, sebentar lagi saya akan pensiun."

Seruan kecewa terdengar dari para karyawan ruangan itu.

"Umur saya semakin tua, saya ingin menikmati hidup bersama istri dan keluarga saya di sisa-sisa umur saya. Saya harap kalian tetap sehat dan aman, terimakasih atas kerja kerasnya selama ini dalam membangun perusahaan kita bersama."

***

"Menurut lo, siapa yang bakal gantiin posisinya pak Was?"

Ava mengedikkan bahu. "Pak Han?" tanya nya dan tersenyum kecil dengan pipi yang memerah. "Seandainya ada lowongan buat sekretaris baru, gue bakal calonin diri."

Ava dan Alana masuk kedalam lift menuju lantai lima, hanya ada mereka berdua di dalam lift itu.

Alana menyandarkan punggungnya pada dinding lift. "Kenapa? Lo mau dekat-dekat pak Han?"

Ava mengangguk semangat dan memperbaiki letak kaca mata bulatnya yang miring. "Gue pasti punya kesempatan buat pak Han suka sama gue, kalauu---"

Lift terbuka.

Alana menatap datar Ava. "Gak ada kesempatan buat lo, Ava." ucapnya memotong pembicaraan Ava.

Ava mengerjap polos. "Alana!" panggilnya saat Alana berjalan keluar lift dan meninggalkannya.

Ava dengan cepat berlari keluar lift dan segera menyusul Alana yang masuk ke dalam kafetaria.

Lantai lima memang khusus kafetaria. Hanya ada satu pintu masuk, dan setiap karyawan harus selalu mengisi absensi jika ingin makan siang. Di kafetaria ini menu makanannya lumayan banyak. Semuanya gratis, tetapi setiap orang dibatasi hanya mengambil makan sebanyak satu porsi.

Alana lebih dulu mengambil porsi makan miliknya dan duduk di salah satu kursi kafetaria.

Ava duduk dihadapan Alana. "Ada yang salah sama omongan gue?" tanya nya pada Alana yang sedang makan.

Alana menggelengkan kepala. "Gue cuma nggak mau lo berharap lebih, Va." ucapnya dan menyendokkan nasi kedalam mulut. "Kalau menurut gue sih, bisa jadi bukan pak Han."

"Terus? Bukannya pak Han kerjanya bagus? Pak Han juga jadi direktur disini, pak Han, kan, anaknya pak Was."

Alana mencondongkan wajah, menaruh telapak tangannya disamping bibir. Ava sontak mendekat, membiarkan Alana berbisik disamping telinganya. "Gue dengar-dengar, pak Was punya anak yang lagi kuliah di Amerika. Dan sekarang tahun kelulusannya, bisa jadi dia yang bakal ganti posisi CEO." Alana menjauhkan wajah dan kembali melanjutkan makan.

Ava mengerutkan dahi. "Itu cuma desas-desus kan? Belum tentu benar."

Alana menarik napas. "Terserah lo mau percaya atau enggak. Kadang-kadang, desas-desus lebih terpercaya dibanding pendapat diri sendiri."

Ava mengerucutkan bibir.

Mereka kembali melanjutkan makan dengan tenang.

"Aw!" Ava menatap Alana dengan kerutan dahinya. "Kenapa lo nendang kaki gue?"

Alana melototkan mata, menatap ke arah belakang tubuh Ava dengan pelototan yang semakin tajam.

Ava sontak menoleh kebelakang, menatap sosok Azkar yang duduk sendirian disana. Ia kembali menghadap depan, menatap Alana. "Kenapa sama Azkar?"

Alana berdecak. "Dia lagi menghindar dari lo,"

"Kenapa? Gue ada salah apa?"

"Lo, sih!" Alana kembali menendang kaki Ava yang dibawah meja membuat Ava mengaduh. "Jelas-jelas Azkar udah tunangan, kenapa lo masih muji dia?"

"Loh, kenapa?" Ava meletakkan sendoknya. "Gue cuma muji, gue ngomong fakta kok. Gue gak niat muji Azkar buat dia jadi jauhin gue,"

"Lo nggak tau kalau selama ini Azkar suka sama lo?" tanya Alana dengan tatapan mata tak percaya. "Gila sih, gue ngelakuin kesalahan apa sampai temenan sama lo."

Ava mematung. "Azkar suka gue? Gue???"

Alana menganggukkan kepala.

"AZKAR SUKA GUE?!" Ava menggebrak meja.

Alana melotot kaget.

Sedangkan Azkar yang mendengar itu, terbatuk, tersedak nasi yang ada di dalam mulutnya.

***

"Azkar, ayo kita ngomong."

Azkar bangkit dari duduknya. "Kenapa Va?" tanya nya berusaha santai. "Tunggu, gue beresin meja gue dulu."

Ava hanya mengangguk dan menunggu Azkar membereskan perlatannya dan mematikan komputer. Sekarang memang sudah jadwal karyawan untuk pulang.

Ava dan Azkar kini berjalan bersama menuju lift.

"Kenapa Va?" tanya Azkar saat di dalam lift, hanya ada mereka berdua disana.

Ava mengerjap polos, mendongak, menatap Azkar dengan gugup. "Alana bilang, lo suka ... sama gue?"

"Iya, udah dari lama."

"Ha?" Ava membalas tatapan Azkar. "Beneran? Sama gue? Lo nggak lagi sakit, kan?"

Azkar tertawa. "Gue berharapnya juga gitu. Tapi nggak mungkin, kan, gue sakitnya sampai tiga tahun?"

Ava semakin terbelalak. Ia melepas kaca mata bulatnya dan mengusap mata, lalu kembali mengenakan kaca mata bulatnya. "Tiga tahun?" suara Ava hampir tidak terdengar.

Azkar mengangguk mantap. "Gue juga kerja di perusahaan karena pengin dekat-dekat lo terus Va."

Ava tiba-tiba menangis. Ia merasa sedih atas pengakuan perasaan Azkar yang tiba-tiba.

Azkar panik saat melihat Ava yang menangis, apalagi pintu lift sudah terbuka dan mereka sampai di lobi perusahaan.

"Va? Lo kenapa? Va, jangan nangis. Va?"

Orang-orang diluar lift sudah menunggu Ava dan Azkar untuk keluar.

"Va, keluar dulu yuk."

Ava menurut dan mengikuti langkah Azkar keluar lift.

"Va? Kenapa?" tanya Azkar lembut, mereka berada di tepi lobi.

Ava menyeka air matanya. "Gue jahat sama lo, kasian Azkar harus sakit selama tiga tahun karena suka ke gue. Maaf, maafim gue .... "

Tanpa sadar Azkar tersenyum dan menepuk-nepuk puncak kepala Ava. "Nggak papa kok, lagian udah berlalu. Gue juga udah suka sama cewek lain yang sekarang jadi tunangan gue. Lo nggak perlu merasa bersalah, gue yang terlalu pengecut karena milih buat mendam perasaan gue ke lo."

Ava menangis hingga tersedu-sedu. Membuat orang-orang yang berlalu lalang di lobi menoleh penasaran kepada gadis itu. "Maafin Ava ya, pasti sakit banget buat Azkar karena mendam perasaan itu. Tolong maafin Ava."

Azkar menyeka pelupuk matanya yang berair. "Hm, emang sakit." sahutnya pelan dan tidak di dengar oleh Ava.

Ava mendongak, menatap Azkar yang lebih tinggi darinya dengan mata sembabnya. "Sekarang udah ada perempuan lain yang lebih baik buat Azkar. Bahagia terus ya, Ava selalu dukung Azkar."

Azkar mengangguk dan merangkul Ava, mengajaknya untuk pulang bersama. "Gue bahagia kalau lo bahagia, Ava."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yanti D
make sure u have dialogtag
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status