Kisah ini berawal dari seorang gadis polos bernama Ava yang menjadi sekretaris Deon sang CEO. Deon yang suka membentak, memerintah, bersikap semaunya, dan angkuh. Ava terpaksa menerima semua sikap Deon demi mempertahankan pekerjaannya untuk bisa bertahan hidup.Deon, lelaki tampan dan mapan yang memiliki sejuta pesona untuk memikat para kaum hawa membalaskan dendamnya kepada Ava yang tidak tahu apa-apa.Deon melakukan apapun yang dapat menyiksa Ava, demi membalaskan dendamnya. Ucapan yang kasar, perlakuan yang kejam, semua itu ia berikan kepada Ava si gadis lemah.Ava sangat membenci Deon yang suka mempermalukannya di depan umum. Sedangkan Deon sangat membenci gadis lusuh seperti Ava yang bukan tipenya sama sekali. Kisah ini tentang CEO yang membenci sekretarisnya dan sekretaris yang membenci CEO nya. Hingga tanpa sadar, bahwa rasa benci itu membuat mereka melibatkan suatu perasaan yang disebut 'cinta'.
View MoreSosok gadis berkaca mata bulat, kemeja formal berwarna navy dengan rok hitam selutut yang sedikit kebesaran, sepatu pansus hitam yang sedikit lusuh hampir tak layak pakai, lalu tas selempang bewarna hitam, sedang berlari sekencang-kencangnya di trotoar jalan.
Entah apa yang terjadi hingga membuat gadis itu bangun terlambat pagi ini.
Beruntungnya, gadis itu sampai tepat waktu di halte tepat saat bus berhenti di sana. Dengan peluh keringat yang membasahi pelipis, gadis kurus dan pendek itu menaiki beberapa tangga kecil bus dan masuk ke dalam bus itu.
Seperti biasanya, kota Jakarta selalu padat akan pekerja. Dan di dalam bus, tidak ada kursi kosong yang tersisa, membuat gadis kurus itu berdiri dan berpegangan pada handle grip bus yang sedikit tinggi hingga gadis kurus itu harus berjinjit.
Kini bus itu melaju.
Gadis kurus itu semakin berkeringat karena merasa pengap terjebak di antara orang-orang bertubuh besar yang juga memakai pakaian formal sepertinya.
Bus tiba-tiba ngerem mendadak, lalu kembali melaju.
Membuat gadis kurus itu tak bisa menahan tubuh dan oleng, ia menabrak bahu seseorang dihadapannya yang dibalas dengan dorongan balik di bahunya. Membuat gadis kurus yang belum bisa menahan keseimbangan tubuh itu terdorong kebelakang dan kembali menubruk seseorang di belakangnya.
"Maaf, maaf," tanpa melihat seseorang yang ia tabrak, gadis kurus itu menundukkan kepala berkali-kali dan meminta maaf tanpa henti.
Bus berhenti.
Gadis kurus itu menghela napas panjang. Beberapa orang yang melewatinya mencibir pelan sembari turun dari bus.
Gadis kurus itu hanya bisa diam dan ikut turun dari bus ketika semua orang sudah tidak berdesak-desak untuk turun dari bus itu.
Ia sampai.
Tepat di hadapannya. Ada sebuah gedung besar yang terbuat dari kaca, tampak megah dan berdiri kokoh.
Gedung tempat di mana gadis itu bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya selama satu tahun belakangan.
Terlahir sebagai yatim dan kehilangan Ibu saat remaja membuat gadis itu harus bisa hidup dengan mandiri dan menjadi sosok yang pantang menyerah.
Gadis itu mengikat rambut sebahunya. Dan dengan sedikit bersemangat, ia melangkahkan kaki menuju gedung itu.
Beberapa orang yang memiliki tujuan yang sama dengan gadis itu, melewatinya dengan mengendarai motor mahal serta mobil mewah.
Gadis kurus itu tidak peduli, ia tetap melanjutkan langkah dan kini ia sampai di lobi gedung perusahaan ternama di Indonesia.
Seperti biasa, orang-orang akan menatapnya dengan tatapan menilai dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Dan seperti biasa pula, gadis kurus itu tidak peduli banyak atas tatapan-tatapan yang dilayangkan orang-orang kepadanya.
"Ava!"
Gadis kurus itu menghentikan langkah, menatap sosok gadis cantik dengan kemeja putih polos, rok span hitam setengah paha yang membentuk lekukan tubuh body goals nya, rambut panjang hitam legam yang terurai dan riasan wajah yang natural sedang berlari ke arahnya. Membuat semua orang di sekitar lobi menatap gadis cantik itu dengan tatapan terpana.
Suara hak sepatu yang mengetuk permukaan ubin lantai berhenti terdengar. Gadis cantik itu berhenti di hadapan gadis kurus itu. "Ava? Lo telat lagi?"
Gadis kurus yang bernama Ava itu menatap gadis dihadapannya dan menghela napas panjang. "Hm, gue telat bangun." sahutnya dan kembali melanjutkan langkah.
Alana, yang merupakan teman dekat Ava di kantor dan mereka juga duduk bersebelahan. "Kok bisa sih? Lo akhir-akhir ini telat tahu."
Ava mengernyit. "Bukannya ini yang pertama kali ya?" tanya nya dan masuk ke dalam lift yang terbuka.
Alana ikut masuk ke dalam lift dan menekan tombol lantai tiga. Ia bersedekap, "lo udah ikutin saran gue?"
Ava menoleh tak bersemangat. "Apa?"
"Astaga ... Gue harus ingetin lo berapa kali?!" geram Alana dan memijit pelipis. "Lo sendiri yang bilang lo susah tidur, dan lo akhir-akhir ini bangun telat, bahkan lo jadi pelupa. Gue udah berulang kali nyuruh lo buat konsultasi ke Dokter, Ava .... "
Ava mendengus. "Gue nggak ada waktu La, kerjaan gue masih numpuk. Mungkin gue cuma kecapean,"
"Makanya, have fun dong sesekali." cibir Alana dan keluar dari pintu lift yang sudah terbuka disusul oleh Ava disebelahnya. "Jangan terlalu maksain diri Va, lo bisa sakit makin parah. Lo juga butuh hiburan, bukan kerja mulu."
Kini mereka berjalan menuju ruang kantor tempat mereka bekerja.
Ava duduk di kursi kerja miliknya dan menyalakan komputer. "Hiburan apa yang bisa menghasilkan banyak uang?"
Alana memutar bola mata dan duduk di kursi kerjanya. "Uang, uang, uang, isi otak lo uang mulu! Jadi simpenan kakek-kakek sana." ia menyalakan komputer. "Ada juga sih, ini bisa buat hiburan dan menghasilkan banyak uang."
Ava menatap Alana berbinar. "Apa? Hiburan apa?" tanya nya bersemangat.
"Open BO." Alana tertawa mengajek. "Lo cukup tinggal stand by aja."
Ava mengernyit, kini memutar kursinya menghadap Alana sepenuhnya. "Enak banget hiburan kayak gitu, boleh tau itu hiburan sejenis apa? Dapat uang banyak, kan? Kalau iya, gue mau deh."
Alana tertawa terpingkal-pingkal saat mendengar sahutan polos dari Ava yang tidak tahu apa-apa.
"Va, tugas dari Pak Han." sosok lelaki tampan dengan pakaian rapih itu menaruh beberapa kertas di atas meja kerja Ava. "Pada bicarain apa?"
Ava kini menghadap lelaki jangkung yang berdiri di hadapannya, Ava tersenyum lebar. "Alana nyuruh gue buat ngerasain hiburan."
Alana menghentikan tawanya.
Lelaki jangkung bernama Azkar itu mengerutkan dahi. "Tumben lo tertarik sama begituan?"
Ava mengerjap polos. "Hm, hiburannya dapat banyak uang." sahutnya riang.
Azkar memandang Alana. "Hiburan apa yang dapat banyak uang?" tanya nya pada Alana membuat Alana tertawa canggung.
"Gue cuma iseng tadi, hehe, jangan dengerin Ava. Udah sono, balik ke kursi lo." jawab Alana menutupi kegugupannya.
Ava mencebik kesal. "Alana bilang open BO, lo tahu itu hiburan sejenis apa?" tanya nya pada Azkar.
Alana mematung.
Azkar mengeraskan rahang. "Alana .... " panggilnya menahan geram dan penuh peringatan.
Alana panik dan hanya cengar-cengir. "Gue nggak tahu kalo dia sepolos itu, sumpah. Gue cuma iseng, eh si Ava malah serius." elaknya dan mengerucutkan bibir.
Ava mengernyitkan alis, menatap bergantian Azkar dan Alana dengan bingung. "Emangnya kenapa? Open BO itu apa?"
Azkar memejamkan mata, lalu kembali menatap Ava. "Itu jual diri, bukan hiburan. Gue udah bilang berapa kali jangan temenan sama cewek modelan kayak Alana."
Ava mengerjap polos. "Jual diri? Jual diri sama siapa? Emangnya ada yang mau beli gue?"
Alana menahan tawa. "Tuhkan, emang dia yang polosnya kebangetan!"
Azkar mendengus. "Makanya lo jangan kotorin otak polosnya!"
Ava mengerutkan dahi. "Kalian ... Kenapa sih?" tanya nya menatap Alana dan Azkar yang sudah beradu argumen.
"Lo tahu kalau terlalu polos itu bahaya, Ava bisa diapa-apain sama cowok bejat karena nggak tahu apa-apa."
Azkar terdiam mendengar ucapan Alana yang memang ada benarnya.
Alana menghela napas. "Lo, ataupun gue, gak bisa jagain Ava dua puluh empat jam!"
"Emangnya gue polos ya?" tanya Ava disela-sela argumen Alana yang menggebu.
Azkar terdiam. "Hm, lo tahu kenapa gue mau temenan sama lo pas SMA?"
Ava menggelengkan kepala.
Azkar membuang muka dan menatap apapun selain Ava. "Karena lo sepolos itu, dan gue pengin manfaatiin kepolosan lo waktu itu. Tapi ngelihat lo lugu banget mau nerima gue sebagai teman lo, gue nggak tega."
Alana mencibir. "Bahkan lo yang udah sahabatan bertahun-tahun sama Ava aja pernah punya niat bejat. Apalagi cowok brengsek diluar sana."
Lelaki tampan dan jangkung bernama Azkar itu merupakan sahabat Ava sejak SMA, Kuliah, bahkan kerja-pun mereka berada di tempat yang sama.
"Azkar," panggil Ava dan tersenyum manis. "Gue dulu nerima lo jadi temen gue karena lo ganteng, hehe .... " ia memperbaiki letak kaca mata bulatnya.
Alana dan Azkar kaget.
"Ava ....?"Ava mengerjap polos saat mendengar suara yang terdengar familiar itu, ia menatap sosok lelaki jangkung yang berada di dalam pintu lift terbuka."Pak Han?""Kamu ijin pulang?" Han mendekat ke arah Ava. "Kenapa?""Eung .... " Ava menatap Azkar yang juga sedang menatapnya bingung. "Saya lagi tidak enak badan, Pak." sahut Ava canggung.Han mendengus. "Ayo saya antar pulang," ia meraih pergelangan tangan Ava.Ava menahan tubuhnya agar tidak tertarik oleh Han, sedangkan Azkar hanya memperhatikan itu tanpa tahu apa yang sedang terjadi. Ia tidak tahu sejak kapan Ava dekat dengan Han, bahkan Han sudah ingin mengantarkan Ava pulang. Sebagai sahabat Ava selama bertahun-tahun, Azkar merasa selama ini tidak tahu apa pun tentang Ava.
Ava tidak mengamati sekitarnya, ia sibuk menangis dan menelungkup 'kan wajah di atas meja kerjanya. BRAK! "Astagfirullah!" kaget Ava saat mendengar suara meja yang digebrak, suara itu berasal dari meja kerjanya. Ava memperbaiki letak kaca mata bulatnya, ia secara perlahan mengangkat wajah dan menatap kaget lelaki tampan di hadapannya. "Tu-tuan Deon .... ?" Deon memutar bola mata, ia berdecak dan menaruh sebuah bingkisan di hadapan Ava. "Ini barang milik anda, Ava." Ava menyeka pelupuk matanya. "Ma-maksud Tuan Deon?" Ava merasa aneh karena Deon tiba-tiba menggunakan bahasa formal kepadanya. "Sa-saya---" "Jangan banyak bicara Ava, terima saja." Deon menegakkan tubuh dan melotokan matanya pada Ava yang langsung menjauh takut. Ava menerima bingkisan itu dengan ragu dan meraihnya dari atas meja. "Terima kasih, Pak." A
"Kenapa Pak?" Han menaruh mangkuk di tangannya ke atas karpet, ia menatap lekat Ava. "Apa dengan menjadikanmu kekasih saya, kamu akan menjadi hak milik saya?" "Uhuk, uhuk!" Ava langsung minum dan menaruh mangkuk mie nya di atas karpet. "Pak Han demam ya?" tanya Ava panik setelah ia selesai minum. Han mengerjap polos, ia menyentuh keningnya sendiri dengan punggung tangan. "Tidak, suhu badan saya normal." jawab Han setelah mengecek suhu tubuhnya. "Kenapa kamu kaget?" "Ya saya kaget lah Pak," jawab Ava dan menggaruk kepalanya. "Masa Pak Han mau jadi pacar saya," "Saya mau, kenapa tidak?" "Sa-saya kan jelek," Ava tiba-tiba teringat sebutan yang sering dilontarkan Deon kepadanya. "Pak Han pasti malu kalau jadi pacar saya,"
Han berdiri di hadapan sosok gadis yang menangis di bawah derasnya guyuran hujan. Han tidak tahu apa yang terjadi pada gadis itu, namun hatinya berdenyut sakit saat melihat sosok yang dicintainya ternyata adalah gadis yang rapuh. Ava menyeka bulir air hangat yang membasahi pipinya, ia menggigit bibir bawahnya, menahan diri agar tidak kembali terisak. Ia mencoba untuk berdiri dengan tubuh yang oleng, sedangkan Han masih terpaku menatapnya dalam diam. Ava berhasil berdiri di hadapan Han, ia tersenyum paksa. "Hai Pak, ini saya Ava." Ava tersenyum manis dengan keadaannya yang tampak kacau. Pertahanan Han langsung pecah, ia melempar asal payung di genggamannya yang kini terlempar jauh di trotoar jalan. Han memeluk tubuh Ava yang rapuh, mendekapnya hangat di saat Ava merasa kedinginan. Han menyembunyikan kepal
Ava berjalan pelan mengikuti langkah kaki Deon yang membawanya menuju lantai bawah Mal. Perkataan Deon beberapa menit yang lalu masih terus terngiang memenuhi isi kepala Ava sekarang.Dada Ava terasa sesak, semua perlakuan Deon mulai berputar bagai kaset rusak di kepalanya. Membuat Ava ingin berteriak, memaki dan mengumpat kepada Deon. Tetapi yang Ava lakukan hanyalah diam, menerima semua perlakuan Deon yang menyakitinya."Woy!"Ava terperanjat. "I-iya Tuan?" sahut Ava ketika sudah sadar dari keterkejutannya.Deon berdecak. "Mau makan nggak?""Ti-tidak Tuan.""Gue nggak lagi nawarin!""Ma-mau Tuan,""Makan di mana?""Terserah Tuan saja.""Gue nggak lagi nanya!"Ava langsung mengatupkan bibirnya rapat-rapat."Kenapa diam?!" bentak Deon emosi. "Lo pintar banget mancing emosi gue
"Lo pulang bareng siapa, Va?""Naik bus Kar, kenapa?"Azkar berjalan mendekat ke arah Ava. "Mau pulang bareng gue?""Ah ... Kayaknya lain kali deh," tolak Ava halus karena merasa tidak enak hati. "Lo bentar lagi udah mau nikah, orang-orang bisa berpikiran buruk tentang lo."Azkar dan Ava berjalan bersama keluar dari kantor. "Hm, lo benar juga." sahut Azkar dan masuk ke dalam lift yang disusul oleh Ava. "Alana mana?" tanya Azkar saat mereka berdua sudah masuk ke dalam lift."Udah pulang duluan, ada urusan mendesak katanya.""Alana kok nggak pernah nebengin lo ya? Padahal jalan rumah kalian searah, Alana juga bawa motor."Ava menengadah, menatap Azkar yang lebih tinggi darinya. "Mungkin ada alasan lain, Kar." jawab Ava s
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments