Home / Romansa / BUKAN MEMPELAI IMPIAN / Bab 05. Terkejut

Share

Bab 05. Terkejut

Author: HaniHadi_LTF
last update Last Updated: 2025-04-26 05:05:05

Liam mengucek matanya. Sepertinya dia tertidur setelah melaksanakan shalat tahajut. Hanya sekejap, tapi yang sekejap itu memberinya jawaban. Pertanyaan yang sejak kemarin dia seperti pernah melihat gadis itu entah di mana. Ternyata dia adalah gadis yang pernah hadir di mimpi-mimpi Liam beberapa hari yang lalu. Mimpi sekejap seperti saat ini. Biasanya setelah sholat Tahajut dia tak pernah tidur, tapi berzikir atau membaca Al Qur'an sampai Subuh pergi ke masjid, tapi saat itu, sama seperti hari ini, dia mengantuk sekali dan terlelap dalam duduk, lalu datanglah mimpi itu.

Kembali Liam mempertanyakan makna mimpinya, terlebih gadis itu kini telah di rumahnya dengan keadaan yang sepertinya tak baik.-baik saja. Maryam ataupun dirinya belum berani menanyakan apa sebab dia pergi dari rumahnya. Padahal dia masih teramat muda, belum mengenal apapun.

Apakah ini artinya mereka harus menolong gadis itu seperti yang kini Maryam dan dia lakukan? Liam tak memiliki adik. Dia bungsu dari 3 bersaudara. Baginya dengan hadirnya Keya seperti dia menemukan adik yang sejak kecil dia inginkan dari orangtuanya. Liam bahkan pernah menanyakan itu kepada ibunya.

"Kamu saja sebenarnya sudah tambahan dari karunia Allah." kata ibunya. Kakak pertama Liam, Raihan telah berumur 40 tahun, kakak keduanya, Ratna berumur 37 tahun sedangkan dirinya baru umur 27 tahun; sebuah selisih yang jauh dengan kakaknya...10 tahun.

Tiba-tiba Liam melihat sekelebat bayangan. Dia beranjak dari mushola dan berjalan menuju ruang tengah.

"Key?" katanya terkejut melihat Keya yang tengah berdiri mengambil air minum dari dispenser.

"Maaf, Kak, mengagetkan. Aku haus, jadinya cari minum," kata Keya kemudian.

"Mungkin aku tak menyadari ada orang lain selain ibu di sini," balas Liam akhirnya. Wajah Keya nampak cantik di bawah temaram lampu ruangan yang dimatikan, terlebih rambut ikalnya yang tergerai indah. Cepat-cepat Liam menundukkan pandangannya.

"Kamu baru bangun?" tanyanya lagi.

"Aku tidak bisa tidur, Kak," ucap Keya, "besok aku harus meninggalkan rumah ini, tapi aku belum tahu harus ke mana."

Liam memandangnya dengan bingung. Andai saja dia punya alasan untuk menahannya. Tapi bagaimana?

Terdengar pintu kamar kanan berderit. Nampak Maryam dengan mengenakan mukena keluar.

"Key, kenapa tidak tidur?" tanya Maryam.

"Keya bingung, Bu," ucap Keya sedikit serak.

Maryam mendekat. "Kemarilah, ke kamar ibu," ajaknya. Keya pun mengikuti Maryam masuk ke kamarnya, sementara Liam menghabiskan sisa malam dengan membaca Al Qur'an. Suaranya terdengar merdu menyentuh hati Keya.

"Ibu sholat apa jam segini?" tanya Keya sambil merebahkan tubuhnya di ranjang seperti yang diperintahkan Maryam. Matanya masih belum jua terlelap, sedangkan dia menguap berkali-kali.

Maryam menoleh ke arah ranjang. "Ibu sholat Tahajud, Dhuk," katanya sambil tersenyum. "Kalau Keya bingung, bisa coba sholat Tahajud agar lebih dekat dengan Allah dan mohon pertolongannya."

Keya berdiri dan hendak melangkah keluar. "Baiklah, Bu. Keya akan coba."

"Wudhu di kamar mandi sebelah sini saja, Dhuk." kata Maryam. Ia tau, di belakang Liam masih mengaji, lagi pula melihat pakaian yang dikenakan Keya, Maryam tak ingin itu dilihat Liam terus menerus. Bagaimanapun mereka bukan muhrim.

Keya melaksanakan sholat Tahajud dengan mukena terusan yang diberikan Maryam. Dalam sholatnya, bahkan setelah salam dia menangis tergugu, tubuhnya sampai bergetar. Melihat itu, Maryam mendekatinya, dan memeluknya.

"Key, kalau boleh ibu tahu, sebenarnya apa yang sedang kamu alami, Dhuk?" tanyanya dengan hati-hati. Takut Keya tersinggung.

Keya menatap Maryam, air matanya tak berhenti mengalir. Matanya yang semalaman hanya tidur sebentar, nampak sembab.

"Keya hamil, Bu."

Reflek Maryam melepaskan pelukannya karena begitu terkejutnya. Dari kemarin dilihatnya gadis ini bukanlah anak nakal, hanya kebiasaannya saja dengan baju seperti kebanyakan yang dikenakan anak kota yang belum mengenal hijab.

"Jadi itu alasan kamu sampai datang jauh-jauh dari kota?"

Keya hanya menatap Maryam.

"Kamu diusir dari rumah?"

Keya mengangguk. Tiba-tiba terdengar suara azhan Subuh,

"Liam ke masjid, Bu." Pamitan dan suara motor Liam tak terdengar lagi oleh Maryam yang terpaku setelah mendengar pengakuan Keya.

"Bu, sudah azhan, ayo sholat Subuh," ajak Keya, membuat Maryam tergagap.

"Ibu sholat sunnah dulu, Dhuk." Maryam kemudian berdiri dan sholat dua rakaat. Setelah itu, memimpin sholat Subuh berjamaah dengan Keya.

Lagi-lagi Keya menangis dalam sholatnya. Terlebih suara merdu Maryam yang dengan fasihnya melantunkan ayat suci Al Qur'an , membuatnya tergugu.

Saat berdo'a, bayangan dirinya muncul kembali. Istighfar dilakukannya berkali kali seperti bimbingan Maryam. Walau bukan dengan kesadaran dia menyerahkan kesuciannya kepada Nabil, dia telah merasa dia telah berbuat dosa.

Namun perasaan itu tertelan saat dia merasakan kebingungan harus berbuat apa dengan bayi yang dikandungnya.

Rasa lelah karena menangis, akhirnya membuat Keya tertidur di sajadahnya yang lebar. Maryam mengangkat kepalanya dan memberinya bantal. Namun Keya justru bangun dan menatap Maryam tajam.

Dengan ragu, dia bertanya, "Apakah ada dukun bayi di sini, Bu, yang bisa menggugurkan kandungan?"

Liam yang kebetulan menengok ibunya hendak mengatakan sesuatu pada ibunya, tersentak.

"Kamu mau menggugurkan bayi itu?" tanyanya pada Keya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 149. Salah dengar?

    Setelah itu, dia berjalan ke pintu belakang dan membukanya. Udara malam yang dingin menerpa wajahnya. Langit gelap tanpa bintang. Suasana sunyi menyelimuti pekarangan.Di depan kolam ini, dulu dia sering bercanda dengan Liam. Di sini pula dia mengakui bahwa dia nyaman dekat lelaki itu. Bahwa dia tak ingin berjauhan dengan Liam. Tapi semua itu hanya bagian dari masa lalu yang mungkin sulit diraih kembali.Keya memandang jauh ke sawah yang terhampar di depannya. Angin malam berembus membawa aroma tanah basah. Tapi tak bisa menyejukkan hatinya yang panas oleh luka.Dalam hati dia teramat berat meninggalkan rumah ini. Di rumah ini, Keya menemukan banyak hal. Kasih sayang dari Bu Maryam. Sentuhan lembut Liam. Doa-doa pertamanya. Air matanya yang tumpah di sajadah.Dulu, dia tak tahu arti sholat. Kini, dia tak bisa hidup tanpa sholat.Dulu, hijab terasa gerah. Kini, hijab adalah bagian dari dirinya.Dan kini , semua itu harus ditinggalkan?Dia teringat kata-kata sahabatnya yang baru saja pe

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 148. Kalut

    "Iya, ini aku sudah di rumah. Katamu aku harus nemenin Keya."Sejenak tak terdengar apa-apa saat Keya menghentikan langkahnya. Napasnya tercekat. Matanya membulat. Nada suara itu begitu akrab."Kamu kenapa sih telepon aku terus? Kamu jangan khawatir. Walau rumah ini jauh dari tetangga, kami aman kok, ya. Kan ada aku."Deg!Seketika hati Keya terasa perih. Tubuhnya seolah limbung. Suaranya... suara siapa ya? Kata-katanya,. .Napasnya tertahan. Tak terasa tangannya menyentuh pot bunga di sampingnya. Pot itu miring, lalu jatuh dan mengeluarkan bunyi pecahan."Keya?"Suara lantang Dania menyusul tak lama kemudian. Perempuan itu melangkah cepat keluar kamar dan menatap Keya dengan mata tajam penuh selidik. Rambutnya setengah terurai, dan wajahnya tampak kesal karena terganggu."Kamu lagi ngapain ke sini?""Aku cuma mau lewat ke dapur, Kak. Ambil makanan," jawab Keya cepat sambil menunduk, menyembunyikan air matanya yang hampir jatuh.Dania mengerutkan kening, mencermati raut wajah Keya yang

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 147. Tak sendiri

    Seharian teman Keya bercanda dan berjalan ke sawah di belakang rumah, membantu Bi Ira menangkap Bebek untuk makan mereka. Mereka juga jalan Minggu pagi menikmati suasana desa itu, hinggah tak terasa sore menjelang."Sorry ya, Key,... kalau selama kita di sini ngrepotin kamu," pamit Rina dengan memeluk Keya. Isya' baru saja berlalu."Siapa bilang ngrepoti? Aku, juga Kak Liam malah senang kalian di sini. Dia malah berharap, selama dia pergi kalian mau temani aku.""Idih, tadi malam telponan ya kok tahu kita di sini? So sweet,.. jadi ngiri nih," canda Lesti."Makanya, cowok kamu yang ngacir itu biarlah ngacir, ngapain dipikirin? Cari yang baru biar bisa sweet-sweet," oceh Lili."Iya, juga, Beb!" Senyum Lesti mengembang.Namun saat mereka sudah mau beranjak pergi, sebuah motor matic keluaran terbaru datang. Lili yang lagi berjalan sambil mengambil jambu air di depan rumah, mengerling ke Keya."Lho..." Lili menghentikan tangannya yang menggapai jambu. "Itu... siapa, Key?"Keya mengerutk

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 146. Percaya siapa

    "Aku,.. kayaknya aku pulang duluh, ya. Aku ngerasa salah bawa Sheryn ke tempat gini. Kak Liam nggak suka." Keya berusaha tersenyum agar teman-temannya tidak sakit hati dengan ucapannya.."Dia marah ya, Key?" tanya Rina."Gimana juga, dunia dia beda dengan dunia kita. Seharusnya aku yang maklum.""Jadi ngerasa salah nih, Key. Sorry ya?" sesal Mila."Nggak apa, nggak segitu juga kali," Keya tersenyum samar, "kalau kalian masih suka di sini, aku bisa naik grap kok.""Aku ikut kamu deh, Key. Takut kamu tiba-tiba pingsan di jalan," canda Rina sambil menyambar jaket denimnya."Aku juga deh," sahut Lesti. "Bentar, aku mau bangunin Sheryn duluh."Rina dan Mila hanya saling pandang."Kayaknya Liam itu agamis orangnya,"komentar Rina."Iya, aku bisa lihat dari Keya, seolah dia takut gitu ya, padahal kita kan nggak ngapa-ngapain, seneng aja, cuma cengar cengir nyanyi. Tempat ini juga nggak macam diskotik kok ya?""Udah, ayo, namanya orang nggak sama juga kayak kita yang abu-abu."Saat Keya sudah

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 145. Lupa

    "Aku... pingin ngomong sesuatu," suara Liam terdengar pelan dari layar ponsel.Keya menahan napas. Tangannya mengepal di atas pangkuan. Dia sebenarnya juga ingin ngomong ke Liam, kenapa Liam membohonginya dengan bilang hanya kapan hari itu saja terpeleset menghabiskan hasrat bersama Dania, namun kenyataannya Dania bilang seolah-olah mereka tak hanya sekali saja. Namun sebelum ia sempat bicara, suara lain menyela dari samping."Eh, itu siapa? Ganteng juga!" Lili tiba-tiba muncul di samping Keya dan menatap layar ponsel dengan mata membulat.Keya buru-buru memiringkan layar, tapi terlambat. Wajah Liam sudah terpampang jelas dan Lili langsung berseru, "Wah, beneran cakep! Ini yang katanya suami kamu itu, ya?""Lili, jangan..." Keya berbisik, menahan malu."Kamu masih muda, Mas. Yang aku dengar kalian beda jauh." Lili ikut bicara ke layar. "Sumpah, mukanya kayak seumuran Andra. Atau malah lebih muda, ya?""Aku sepuluh tahun lebih tua dari Keya," jawab Liam, mencoba tetap sopan walau jelas

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 145. Saat Rindu

    Di pesantren, suasana aula perlahan mereda. Keya masih berdiri kaku dengan bingkisan di tangannya. Dania menyodorkan semua amplop penghargaan padanya."Ini semua untukmu. Kamu yang mendampingi Mas Liam sekarang. Aku hanya... singgah sebentar, Keya," ucap Dania pelan.Keya menatap amplop di tangannya. Tebal. Berat. Tapi bukan isinya yang membuat hatinya lunglai."Kenapa Kakak melakukan ini?" tanya Keya."Karena aku lelah membenci. Dan kamu... kamu tidak pantas dibenci oleh siapa pun. Bahkan oleh aku."Kata-kata itu mengendap di benaknya sepanjang perjalanan pulang. Bahkan saat beberapa guru perempuan menyentuh bahunya dengan nasihat berbeda-beda."Kalau kamu bisa legowo, kamu hebat sekali. Itu perempuan surga, Bu Keya," ujar Bu Tutik lirih."Tapi jangan sampai kamu disusupi. Hati-hati, ya. Ada hal-hal yang kalau dibiarkan, bisa makan kamu dari dalam," bisik Bu Mar.Setiba di rumah, Keya terperangah. Teras rumahnya ramai. Mila melambaikan tangan dengan antusias, disusul Lesti, Rina, dan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status