แชร์

Bab 54. Aku suamimu!

ผู้เขียน: HaniHadi_LTF
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-06-09 21:28:47

Nabil bersama Surya mulai keliling jalan sawah yang mengitari luar desa.

"Putar lagi, Om, masih kurang jauh kita muter-muternya."

Nabil yang menghentikan motornya, berkata, “Berhenti makan di warung duluh ya? Ntar kamu bisa makan jajan yang enak."

“Iya, Om. Lapar ya?"

"Iya, emang kamu yang pagi-pagi sudah makan sama minum susu."

"Emang di rumah, Mbah Aji nggak kasih Om makan? Kalau aku, pagi sekali mama sudah nyuapi aku."

"Udah besar kamu minta disupi juga. Punya adik juga, nggak mandiri banget kamu."

Surya terkekeh.

Nabil lalu menghentikan motornya. Duduk di warung sawah bersama Surya di sampingnya. Diambilkannya nasi bungkus saatu dengan teh manis yang hangat.

"Kayaknya enak, nasi bebeknya, Om."

"Mau?"

Anak itu mengangguk.

Nabil lalu memeberinya sebungkus.

Sekilas, Nabil mengalihkan pandangannya ke depan, ke rumah Liam yang terlihat jelas dari warung itu. Nampak saat itu Liam keluar dengan mobilnya. Keya yang hendak naik mobil entah kenapa mengedarkan pandangannya. Dan mata mereka
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทล่าสุด

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 196. Menghabus prasangka

    "Kenapa nggak balas WA? Telepon juga nggak aktif," suara Najla terdengar cepat, matanya tak lepas dari wajah Evan.Evan mengusap tengkuknya, napasnya agak berat. "Naj... aku—""Apa?" Najla memotong, nada suaranya meninggi. "Kamu tahu nggak, aku dari pagi nunggu kabar. Semua orang di sini lihat aku kayak orang linglung. Hanya sekedar WA kamu nggak mau?"Orang-orang mulai melambatkan gerakan. Api unggun yang tadi ramai kini hanya tersisa suara letupan kecil dari arang.Chandra menatap mereka berdua sambil berbisik ke Neina, "Anak ini kayaknya butuh waktu sendiri.""Iya, bagaimanapun juga kita nggak bisa mencampuri urusan mereka," balas NeinaLiam menghampiri, nada bicaranya dibuat santai. "Ayo duduk dulu, Van. Kalau mau makan, masih banyak. Sengaja kok kita jatah buat kamu. Karena kami tahu, kamu bakal nyusul ke sini."Evan menggeleng pelan. "Nggak. Aku cuma mau..."Tatapan Najla berubah tajam. "Cuma mau apa? Muncul, terus pergi lagi?"Suasana terasa aneh. Bahkan Sheryn yang tadi tertaw

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 195. Di sela liburan

    "Dania, kamu kenapa nggak jawab juga chak aku?" Angga mondar mandir di depan kedai tepi pantai tempat mereka janjian.Sudah sejak siang dia menunggu di sana hinggah azan Ashar berkumandang, Namun Dania tak jua datang."Apa ini yang dimaksud Rena dengan mengatakan dia pasti tidak akan menemuiku lagi?" gumannya pada dirinya sendiri. "Apa yang sebenarnya dikatakan wanita sialan itu sampai Dania hanya membaca pesanku dan tak membalasnya? Aku pikir dia hanya membuat kejutan untukku, ternyata sampai sore dia tak jua datang ke sini."Angga berdiri dari tempatnya duduk di depan bibir pantai. Kembali dia berusaha menekan tombol panggil dari handphone-nya."Dania, kamu pikir kamu siapa dapat permainkan aku?" ucapnya geram lalu beranjak ke mobilnya. Perjalanan yang panjang membuat Angga lelah hinggah malam baru sampai ke rumahnya yang sepi.Sementara di tempat yang tak jauh dari Angga menunggu tadi,."Kenapa sih nggak aktif-aktif juga?" Najla menatap layar ponsel, ibu jarinya mengetuk-ngetuk pin

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 194. Liburan

    "Ini kunci kamarnya," Liam mengangkat sebuah gantungan kayu bertulis angka 101. "Kamar pengantin, view langsung ke pantai. Untuk Aba sama Umi."H Darman mengangkat alis, menatap Bu Aisyah yang tersenyum malu. "Ah, Liam… ini kan berlebihan. Kita udah tua, masaka iya memakai kamar pengantin. Yang benar saja kamu ini. Liburan di tempat seperti ini juga masih baru buat kami, jadi jangan yang berlebihan."Liam tersenyum. "Biar ganti suasana, Ba. Ngak mikirin harga gabah terus."Semua terkekeh."Lagian, Ba, berlebihan apanya? Aba masih 51, Umi baru 46. Masih cocok bulan madu lagi," Hanafi menepuk bahu ayahnya sambil terkekeh. "Siapa tahu pulang dari sini, aku sama Nabil punya adik baru. Kalua ceewk kan Aba sama Ummi suka ya?""Dasar nggak sopan!" Jitakan mendarat di kepala Hanafi, membuat semua tergelak.Chandra yang sudah memegang kunci nomor 102 menimpali, "Kalau begitu, Mami sama Papi juga bulan madu, dong." Ia melirik Neina yang malah nyengir."Kenapa tidak?" jawab Neina santai. "Anggap

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 193. Wanita itu

    "Udah aku kirim pesannya," ucap Rena pelan, jemarinya menurunkan ponsel ke meja kecil di samping ranjang. Tatapannya menyapu kamar di rumah tipe 36 itu. Cat dinding krem tampak masih baru , tirai jendela bergoyang pelan karena kipas angin di sudut. Aroma wangi sabun dari kamar mandi masih terasa samar.Suara gesekan pintu kamar mandi terdengar. Angga keluar sambil mengeringkan rambut dengan handuk kecil. Kaos abu-abu yang dipakainya masih lembap. Cahaya lampu redup membuat bayangan wajahnya semakin tajam."Pesan apa?" tanya Angga, berjalan mendekat.Rena menatapnya sambil menyibakkan selimut. "Biar dia nggak ganggu kita lagi malam ini"Angga berhenti di ujung ranjang. "Kamu serius kirim pesan itu?""Kenapa nggak? Aku cuma mau jaga malam ini nggak rusak," jawab Rena datar. Senyum tipis terselip di ujung bibirnya, tapi matanya menyimpan sesuatu yang lain."Kamu tadi hebat, lho. Aku jadi malas mandi.""Pingin lagi?" goda Angga.Lampu temaram membuat bayangan wajah mereka samar, tapi tata

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 192. Setelah bicara

    "Hamil?" suara Angga akhirnya terdengar, serak dan berat, seolah keluar setelah menahan napas lama. "Jadi… itu anakku?"Dania menggenggam ponsel lebih erat. "Kamu pikir aku bohong?""Enggak," jawab Angga cepat, lalu hening lagi. "Aku percaya."Ada jeda. Napasnya terdengar panjang, nyaris seperti keluhan yang ia tahan. "Cuma… kamu tahu nggak, waktu dulu aku datang ke rumah kamu? Waktu aku minta restu?"Dania terdiam. Ingatan itu muncul begitu saja—teras rumah, tatapan dingin ayahnya, suara ibunya yang tegas menyuruh Angga menunggu."Mereka bilang tunggu sampai kamu cerai," lanjut Angga. "Katanya nggak mau ada gosip. Aku nurut, Dania. Aku nunggu. Aku pikir… ya, ini cuma soal waktu. Tapi sekarang, kamu nelpon tengah malam, bilang kamu hamil… sementara status kamu masih istri orang."Dania mengusap matanya dengan punggung tangan. "Aku nggak mau ini terjadi kayak gini. Tapi aku nggak bisa bohong, ini anak kamu.""Nggak bisa bohong atau nggak mau bohong?" nada suaranya berubah tajam.Dania

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 191. Saat terungkap

    Ruangan hening. Hanya suara jam dinding yang berdetak pelan.Dania menggigit bibir. Nafasnya tak teratur. "Itu... bukan urusan siapa-siapa. Itu urusan aku.""Tapi kehamilan itu yang kamu pakai untuk menjatuhkan orang lain," ucap Evan."Evan..." Bu Marya berbisik, suaranya lemah. Wajahnya mulai kehilangan warna.Pak Bagus memejamkan mata sejenak, lalu berkata, "Kita akan selesaikan semua ini malam ini. Aku nggak mau lagi ada kebohongan. Termasuk soal siapa sebenarnya laki-laki yang bertanggung jawab atas kehamilanmu, Dania."Evan menoleh ke arah kakaknya. "Kalau kamu nggak bilang, aku yang akan cari tahu. Aku sudah cukup diam selama ini mendengar ulahmu dari cerita temanku di desa ini, Mbak."Dania menunduk. Bahunya gemetar."A-Angga..." suaranya nyaris tak terdengar. "Angga... dia yang waktu itu..."Bu Marya menutup mulutnya dengan tangan, terperanjat.Sementara Pak Bagus yang sejak tadi berdiri dengan tangan di saku, akhirnya melangkah maju. Sorot matanya tajam dan dingin menusuk."K

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status