Ucapan yang dilontarkan oleh Roxy cukup membuat Shelin terkejut. Tentu saja, apa yang dikatakan oleh Ratna pada sang suami hingga membuat pria itu berpikir dirinya mengajak Ratna ikut bekerja?Banyak sekali pertanyaan di otak Shelin hingga ia berniat untuk menjelaskan semuanya, tapi niat itu diurungkannya saat Ratna muncul dan menatapnya tidak suka karena ia berinteraksi dengan sang suami. Shelin memilih untuk tidak mendekat."Ratna tidak kerja sama aku, Bang. Aku bahkan enggak tahu kalau Ratna juga kerja, jadi tanyakan saja sendiri, ya?"Shelin hanya sempat menjelaskan hal itu saja sebelum akhirnya ia pamit masuk ke dalam karena tidak mau membuat Ratna geram padanya."Yah! Kamu itu gimana, sih? Kenapa kamu begitu? Kamu suka sama dia?"Ratna mendamprat suaminya karena merasa tidak suka Shelin berinteraksi dengan sang suami seperti tadi. Roxy bangkit. Ia akhirnya masuk ke dalam rumah mereka, dan menatap sang isteri dengan tatapan mata menyelidik."Shelin bilang kamu tidak kerja sam
Pram tidak bisa menjawab, karena apa yang dikatakan oleh ibunya memang benar. Ia merasakan sendiri kehidupannya anjlok ketika bersama dengan Shelin dan setiap kali Pram mencoba menanyakan masalah itu pada sang ibu, wanita itu hanya mengatakan bahwa, perhitungan nama antara Pram dengan Shelin tidaklah cocok hingga membuat kesialan hidup terjadi. Bagaimana ia bisa membantah sementara ia sendiri sudah merasakan bagaimana ia sangat menderita pada waktu bersama dengan Shelin?"Pram, kamu sudah merasakan bagaimana sulitnya saat kamu bersatu dengan mantan istri kamu itu, jadi, sudahlah, musnahkan dia dari otakmu, jangan berinteraksi dengan dia sedikitpun karena Mama tidak mau hal buruk yang kamu alami terulang kembali."Suara sang ibu terdengar, dan Pram hanya mengiyakan.Ia tidak bisa banyak membantah karena memang ia sudah merasakan sendiri. Jika membayangkan dirinya seperti dahulu lagi, tentu saja Pram tidak sanggup. Terlalu sakit dan terpuruk hingga ia tidak sanggup melalui kehidupan
"Maaf, tolong jangan pecat saya, saya berjanji akan menjaga anak saya agar tidak mengganggu, mohon berikan saya kesempatan untuk tetap bekerja di sini."Shelin buru-buru mengucapkan kata-kata itu ketika Ibu Ani menatapnya dengan sorot mata yang tajam.Seolah menunggu tanggapan pria yang ia panggil Pak Prima itu untuk menyetujui apa yang ia ucapkan tadi."Tetapi membawa anak itu sangat berbahaya, kalau dititipkan saja bagaimana?""Saya pernah melakukannya, tapi orang itu membuat kepercayaan saya hancur, saya tidak mau ada sesuatu dan lain hal terjadi pada anak saya, jadi tolong, biarkan saya tetap bekerja di sini."Pria bernama Prima itu memandang Ibu Ani yang seolah acuh dengan permintaan yang diucapkan oleh Shelin.Hingga akhirnya...."Aku bukan bos di sini, tapi sebagai konsumen di catering ini tentu saja aku ingin makanan di sini adalah tetap mempertahankan kualitasnya, aku tidak mau nanti ada kabar karena kamu sibuk mengurus anak, masakan menjadi korbannya, apakah kau bisa menjaga
Wira mendelik ke arah Sumi ketika Sumi mengatakan hal itu padanya.Sumi balas mendelik, karena apa yang diucapkannya beralasan, ia selalu melihat, Wira tidak suka dengan siapapun yang sekiranya berinteraksi dengan Shelin terutama jika orang itu adalah seorang pria."Dasar cemburuan!" maki Sumi, lalu ia kembali menghindar ketika Wira ingin memukul pundaknya karena sebal dengan apa yang diucapkan oleh Sumi. Sementara itu, Shelin sudah diberikan kesempatan untuk bicara oleh Ibu Ani hingga kini ia berdua saja dengan pria bernama Prima tersebut. Sejak sebelum tiba di hadapan pria itu, Ibu Ani sudah berulang kali mengatakan pada Shelin agar Shelin mampu membuat Prima menjadi pelanggan tetap catering mereka, jika tidak, maka, Shelin tidak lagi dipekerjakan di catering milik wanita itu hingga Shelin mau tidak mau merasa gelisah. Bagaimana jika ternyata ia tidak mampu melakukan apa yang diinginkan oleh Ibu Ani?"Ah, maaf, kalau aku meminta waktu untuk bicara denganmu sebentar."Pria bernama
Dengan penuh bersemangat, Ibu Ani mengatakan hal itu pada Prima yang langsung ditanggapi Prima dengan ucapan terimakasih tanpa menanggapi ujung kalimat Ibu Ani yang dianggap Prima konyol. Beberapa saat kemudian, sederet nomor diberikan oleh Ibu Ani pada Prima melalui pesan singkat. Prima langsung menyimpan nomor kontak milik Shelin sambil mengucapkan banyak terimakasih pada Ibu Ani.Pria itu langsung mengirimi Shelin pesan.[Aku Prima, aku meminta nomor ponsel kamu karena masih ada hal yang ingin aku bicarakan denganmu, jika kamu tidak keberatan, nanti aku pilih waktu yang tepat tapi bukan di catering Ibu Ani]Pesan itu dikirim Prima pada Shelin, dan Shelin langsung memeriksanya. Ia sedikit terkejut ketika membaca pesan itu, bertepatan dengan datangnya Ibu Ani yang mengatakan bahwa Prima meminta nomor ponsel Shelin lewat wanita tersebut hingga Sumi dan Wira yang kebetulan mendengar jadi saling pandang. "Kenapa orang seperti Prima harus minta nomor pribadi karyawan Ibu?" protesnya.
"Karena kami menyayangimu, Prima. Kami tidak punya anak, dan kami hanya ingin memiliki anak, kau sangat mirip dengan anak kami yang meninggal itu, tapi bukan berarti kami menganggap kamu itu dia, dia dan kamu tetap punya tempat sendiri-sendiri.""Tapi, bayangan itu membuat aku jadi pembawa sial untuk kalian, bukan?""Kau sudah diobati, tidak akan lagi menjadi seseorang yang berbahaya pada kami.""Berarti, karyawan Ibu Ani ini juga bisa diobati?""Tidak semudah itu, prosesnya panjang, dan jika salah maka akan membahayakan yang dekat dengannya, sudahlah kamu sudah tenang dengan kehidupan kamu yang sekarang, jadi tidak perlu memikirkan sesuatu yang tidak baik untuk kamu pikirkan.""Sebenarnya, sebelum ini aku di mana, tinggal di mana? Apakah kalian tahu keluargaku yang asli?""Kami tidak tahu, tidak ada yang mencarimu setelah kamu kecelakaan, mereka mungkin menganggap kamu meninggal.""Tapi, kalian tahu aku masih punya keluarga?""Entahlah, kami terlalu takut kehilangan kamu, jika nanti
"Basi?" ulang Shelin tidak percaya. Sumi menganggukkan kepalanya mendengar pertanyaan Shelin. "Aku coba periksa!""Jangan! Aku khawatir, Ibu nanti nyalahin, Mbak, biar Ibu Ani aja langsung yang periksa.""Nyalahin aku? Tapi, kan, aku baru masuk jam 7, bukan masuk jam 3 subuh? Bukan pekerjaan aku kan masaknya?"Shelin tidak mengerti dengan perkataan Sumi yang mengatakan dirinya akan disalahkan jika memeriksa rendang yang disebut basi tersebut."Iya, aku tahu, Mbak. Tapi, Mbak kayak enggak tahu ibu aja, kemarin aja perkara bawang goreng hangus, Mbak yang disalahin, padahal bukan salah Mbak, kan?""Oh, iya. Aku paham, terimakasih sudah mengkhawatirkan aku.""Oke, sekarang Mbak lanjut kerja aja, biar aku yang nemuin Ibu."Shelin menganggukkan kepalanya. Ia beranjak dari tempatnya masih tidak percaya mengapa bisa rendang yang baru dimasak ternyata sudah basi segala?Begitu pertanyaan Shelin di dalam hati sambil melangkah meninggalkan Sumi yang juga pergi untuk mencari Ibu Ani. Shelin me
Namun, apa boleh buat, mereka tidak bisa membantah perintah Ibu Ani. Walaupun seperti mustahil, tetap saja kesemuanya melakukan apa yang diperintahkan oleh pemilik catering.Terburu-buru karena dikejar oleh waktu, Shelin dan yang lainnya bekerja keras memasak ulang rendang yang diinginkan. Mereka berlomba karena tidak mau terkena komplain. Catering harus bisa memuaskan pelanggan, begitu pikir mereka hingga mereka terus berusaha untuk menaklukkan waktu agar mampu menyelesaikan pekerjaan lebih awal."Kamu merasa heran tidak sih, kenapa rendang yang baru dimasak bisa langsung basi? Ini aneh, aku lama kerja di sini tapi baru kali ini mendapat kejadian begini, seperti ada yang janggal."Mbak Isah bicara demikian pada teman yang sama-sama mengerjakan rendang pada subuh hari. Suaranya memang berbisik, tetapi dapat didengar dengan jelas oleh Shelin hingga Shelin merasa sedikit tidak nyaman. Entahlah, semenjak label pembawa sial yang diberikan oleh keluarga Pram, Shelin benar-benar tidak p