Jelas Satya tidak baik-baik saja dengan keadaan ini. Air matanya secara otomatis mengalir, sejarah sendu terulang lagi dalam hidupnya.Memang ini bukan momen pertama kali Satya menangis. Saat kedua orang tua Satya meninggal, adalah momen di mana Satya benar-benar kehilangan dan benar-benar hancur. Apalagi saat itu Satya masih sangat muda, masih SMA. Sepertinya momen saat ini adalah pengulangan yang akan membuat Satya kembali hancur. Belum selesai kehilangan Binar, malah Satya akan kehilangan Davi lagi."Daddy ... jangan nanis, kan Dapi udah jadi anak baek—Daddy jangan nangis, kan Davi udah jadi anak baik." Davi mengusap air mata Satya. Sungguh Davi jadi anak baik, tapi kenapa sikap baik Davi ini seperti sinyal kalau ini adalah pertemuan terakhir mereka?"Ke-kenapa Davi bohongin Daddy? Kenapa Davi nggak bi-bilang ka-kalau Davi punya papa?" Satya menangis sesenggukan. Rugi Davi menghapus air mata Satya, kalau ujung-ujungnya tetap banjir juga. Davi hanya menggelengkan kepalanya. Entah
Kecurigaan terhadap Binar makin menjadi-jadi, saat Satya akhirnya menyadari kalau semua barang-barang milik Binar di kamarnya ternyata sudah tidak ada. Apa pun tidak ada yang tersisa. Rekaman cctv di rumah Satya menunjukkan kalau Binar pergi dari rumah di saat subuh, lengkap dengan membawa tas besar. Ketika Satya mengecek rekaman cctv, ternyata memang benar kalau Binar sempat membuka laptop milik Satya. Anehnya, dari mana Binar bisa tahu password di laptop milik Satya itu? Ah, Satya lemas di tempat. Tentu saja Binar bisa tahu, Binar sering bersih-bersih di dekat Satya saat laki-laki itu sedang ingin bekerja dengan laptopnya. Kemungkinannya Binar curi-curi kesempatan untuk melirik password di laptop Satya. Apa pun itu, yang jelas Satya jadi paham kalau sebenarnya Binar bukanlah orang kampung yang asli, pantas saja kerjaan Binar saat menjadi pembantu memang kurang becus. Berhari-hari rasanya Satya galau, ditambah galau karena ide produknya kemungkinan besar dicuri Binar. Apa ini mung
"Tumben banget lo baru muncul jam segini, Sat! Terus ngapain bawa bocah ke kantor?" Julian, sahabat Satya, terlihat keheranan saat mendapati Satya datang terlambat, ditambah datangnya juga tidak sendirian.Satya menghela napas dengan panjang. Tidak bisa berkata-kata lagi.Sementara Davi yang sedang ada dalam gendongan Satya pun tersenyum lebar memamerkan giginya ke arah Julian."Halo Om!" sapa Davi dengan ramah kepada Julian. "Gue makin yakin kalau nih bocah memang anak kandung lo, makin lama mukanya makin mirip sama lo, Sat." Pandangan Julian terus bergiliran ke arah Satya dan Davi, memastikan kemiripan wajah dua makhluk yang ada di hadapannya itu."Jul, gue lagi nggak peduli masalah yang itu. Masalah yang lebih gede lagi adalah, gue kehilangan Binar. Itu sebabnya Davi gue ajak ke sini," jelas Satya dengan sedikit lemas.Julian mengernyit. "Binar? Maksud lo baby sitter-nya anak lo ini? Yang waktu itu sempat datang ke kantor, kan? Yang body-nya oke itu? Yang udah lo dapetin perawanny
Di tengah perjalanan nikmat yang mereka lalui di dapur, tiba-tiba saja Binar baru menyadari sesuatu yang terlupakan sejak tadi. Dengan cepat ia pun mendorong tubuh Satya dengan kuat, hingga laki-laki itu pun terjatuh di lantai dapur."Aduuuuhhhhh, uuuuhhh ...." Satya mengaduh kesakitan. "Ke-kenapa, Bi?""Kondomnya!" Binar melotot seperti orang kesurupan. "Kenapa Tuan nggak pakai kondom?"Satya yang masih di lantai pun akhirnya nyengir lebar. Perlahan ia berdiri dan mendekati Binar yang masih melotot tajam itu."Kan tadi udah terlanjur keenakan, ya mana inget juga ambil begituan, Sayang!" ucap Satya dengan lembut sambil meraih tangan Binar, mencoba merayunya lagi."Nggak!" Binar langsung menolak sentuhan dari Satya. "Tuan nggak boleh deket-deket!""Nggak boleh deket-deket gimana? Barusan aja kita tempel-tempelan mirip tokek-tokek di dinding kok!""Tapi Tuan bandel, kenapa nggak pakai pengaman sih?" Binar tetap ngotot, sampai lupa dengan birahinya yang barusan, gara-gara saking syoknya
Fix, Binar ngambek!Ini terbukti saat makanan yang Satya pesan datang, tiba-tiba saja Binar makan mirip orang kesurupan. Tidak sampai disitu, setiap Satya bertanya selalu jawabannya ketus dan berakhir dengan membuang muka.Kalau begini sih Satya jadi tidak berani mengganggu Binar dengan pertanyaan-pertanyaan lagi. Bahkan sampai mereka pulang pun ternyata Binar masih betah dalam settingan ngambek.Kalau Davi? Sepertinya malam ini Davi paham kalau Binar sedang tidak baik-baik saja, jadi ia pun juga tidak mengganggu baby sitter-nya itu. Davi jadi lebih nempel dengan Satya, hingga akhirnya bocah itu pun ketiduran saat perjalanan pulang.Sesampai di rumah, Satya langsung menidurkan Davi di kamarnya, kemudian ia hendak mencari Binar untuk meminta maaf lagi.Sudah pasti perempuan muda itu kini sedang mengunci pintu di kamarnya, atau mungkin sudah tidur? Satya jadi ragu, sepertinya malam ini Satya tidak akan mengganggu Binar, siapa tahu besok Binar sudah kembali ke settingan awal lagi.Rasany
Tampaknya Satya memang harus terbiasa dengan kondisi 'ada Davi'. Iya, dirinya tidak bisa leluasa seperti dulu lagi, apa saja kegiatan nakal yang mau Satya lakukan pasti bocah ini selalu muncul. Pada akhirnya Satya pun segera mengajak Binar dan Davi untuk berangkat menuju ke tempat makan malam yang sudah Satya sediakan. Mungkin nanti malam bisa dilanjut lagi mesra-mesraannya saat Davi sudah tidur.Tidak memakan waktu lama, mereka pun sampai di tujuan. Mata Binar secara otomatis mengedar di resto berkelas yang baru saja ia kunjungi untuk pertama kalinya. Ada perasaan ragu pada Binar untuk lanjut masuk ke dalam, takut tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan seorang asisten rumah tangga. Ya jelas saja, ini tempat khusus untuk orang-orang berduit, dan pengunjung yang datang memang semua berpakaian rapi dan formal."Ayo, Bi!" Satya meraih tangan Binar dan hendak mengajaknya untuk masuk ke dalam.Binar menahan dirinya hingga Satya pun kebingungan."Kenapa?" tanya Satya."Ummm ... Tuan yak