Edeline terdiam, otak pun masih membeku atas perkataan dan sikap ibunya yang menyudutkan. Edeline juga merasa keadaan itu tidak akan menguntungkan dia yang ingin bersuara.“Edeline menggodaku, Sayang. Dia melemparkan celana dalamnya kepadaku! Dia mengajakku untuk bercinta di sini saat kau tidak ada. Aku menolaknya, tapi dia memaksaku. Dia marah padaku dan berusaha untuk membunuhku.”Itu fitnah! Mulut menjijikkan pria biadab itu begitu tenang memfitnah Edeline.Seujung kuku pun Edeline pernah berpikir melakukan hal menjijikkan itu. Kenyataan bahwa dia yang menjadi korban, tetapi malah Edeline yang menjadi tersangka.Sorot tajam penuh kemarahan dari ibunya menusuk sadis kepada Edeline yang tidak bisa berbicara. Wanita yang melahirkan Edeline itu berdiri tegak, berjalan menghampiri Edeline yang kemudian memposisikan diri—menjulang di hadapan Edeline.“D-dia ... dia ingin m-memerkosaku, Mom. D-dia ... m-menyentuh ... menyentuh d-dadaku. D-dia ... d-dia juga menyentuh—”Plak!Suara tampara
“Edeline?! Edeline?!” seru Rebecca mengguncang-guncang tangan Edeline.Edeline tersentak dari lamunannya. Tatapan yang kosong segera menatap Rebecca yang menanti jawaban. “M-maafkan aku, Nyonya.”“Apa yang sedang kau pikirkan?” tanya Rebecca penasaran.“Tidak ada, Nyonya Rebecca. Aku hanya terpikirkan keadaan pasien yang tadi aku periksa,” ujar Edeline berbohong.“Kau yakin? Aku merasa wajahmu tidak menunjukkan kau baik-baik saja. Edeline, maafkan pertanyaanku.” Rebecca merasa bersalah karena menanyakan tentang kondisi mental Edeline.Bohong—kalau Edeline mengatakan mentalnya dalam keadaan baik-baik saja. Dia masih terus dihantui bayangan masa lalu yang menjijikkan dan sangat mengerikan itu. Sesekali juga Edeline masih mengalami mimpi buruk yang membuatnya keringat dingin. Bahkan, Edeline diserang panik yang luar biasa ketika bersitegang dengan Elvis waktu itu.“Tidak apa-apa, Nyonya. Kau tidak harus minta maaf.” Edeline memberikan senyuman samar ke hadapan Rebecca.Rebecca membelai l
Elvis tidak menunjukkan rasa bersalah pada pria yang kebingungan menatapnya. Pria itu merasa benar, karena perkataannya merujuk pada fakta. Adik manja yang disebutnya itu adalah Sarah Elmer yang merupakan adik kandung dari Simon Elmer. Gadis yang dinilai menjengkelkan itu selalu saja mengadu dan merengek kepada keluarganya setiap kali Elvis menolaknya.Simon sendiri adalah CEO di perusahaan farmasi ternama di Manchester. Pria itu juga sangat mengetahui watak dan tingkah adik satu-satunya itu. Dia pun mengetahui mengenai usaha perjodohan antara adiknya dengan Elvis yang dijembatani oleh kedua orangtua mereka.Namun, Simon hanya tahu sebatas itu. Hidupnya sudah terlalu sibuk dalam bisnis keluarga yang sedang dia pimpin. Sampai-sampai dia tidak memiliki keinginan mengetahui tingkah adiknya yang selalu memusingkan kepala. Sehingga saat itu Simon sudah menunjukkan ekspresi kebingungan atas tuduhan yang baru saja Elvis lontarkan.“Aku ke sini bukan untuk membicarakan hal-hal pribadi,” Simon
Kenapa harus terlibat lagi dengan orang-orang yang terhubung dengan Elvis? Apa Elvis pemilik kota itu? Sehingga siapa pun yang Edeline temui selalu berhubungan dengan pria angkuh bermulut kejam itu?!Entahlah! Edeline ingin sekali lenyap saat itu juga. Dia ingin kabur sejauh mungkin agar tidak terlibat apa pun dengan pria yang memandang dirinya rendah itu. Bahkan dia ingin menyerah dan tidak peduli pada apa pun.Namun, Edeline tidak ingin mengecewakan Abraham. Konglomerat itu sudah banyak membantu Edeline demi menjadi dokter magang di rumah sakit Elvis. Selain itu jika Edeline melakukan kesalahan yang kembali merugikan diri, langkahnya meneruskan pendidikan untuk menjadi dokter spesialis akan terhambat.Sabar, Edeline! Yang bisa dilakukan saat ini adalah meminimalisir jarak dan sangkut-paut apa pun dengan Elvis, terkecuali pekerjaan. Masalah baru sudah pasti tidak akan datang jika diri bisa berhati-hati.Keputusan itu yang akhirnya diambil Edeline. Gadis cantik yang sedang duduk di ku
“N-Nona Shopia baru saja tidur.” Liz setengah memekik karena gugup.Kedua kaki Elvis berhenti kaku. Dia tampak membidik tajam Liz yang dinilai sedikit berbeda. Matanya yang tajam memperhatikan Liz dengan cermat sampai membuat wanita di depannya gelisah.“Dia sudah tidur di jam sore seperti sekarang?” Elvis tak memercayai.“Nona Shopia baru saja meminum obat penurun demam. Beliau langsung tertidur tidak lama setelah meminum obat itu, Tuan.” Liz berusaha tenang mengutarakan kebohongannya. Dia cukup merasa percaya diri jika nantinya Elvis akan percaya pada ucapannya.Sebab, Elvis selalu enggan menaruh perhatian pada Shopia, terutama saat gadis kecil itu dalam keadaan tidak sehat. Elvis akan merasa jengkel pada Shopia yang merengek dua kali lipat dari kondisi biasanya. “Berikan ini padanya saat dia sudah bangun.” Elvis menyerahkan sebuah paper bag yang sejak tadi digenggam. “Katakan padanya jika itu oleh-oleh dari Bibi dan sepupunya,” jelasnya kemudian.Liz menghela napas lega ketika Elv
Shopia merasa beruntung sore itu dia berhasil menyelinap dengan aman ke kamarnya. Gadis kecil itu menuruti perkataan Liz untuk tidak keluar dari kamar. Secara tidak langsung, dia ditegaskan untuk mengurung diri dalam batas waktu yang ditentukan oleh Liz.Gadis kecil itu sempat murung. Sebab, dia sudah berniat ingin memberikan plester yang diminta dari Edeline untuk dipakaikan ke wajah Elvis. But it’s oke! Shopia bisa mencoba di lain waktu.Gadis kecil itu sudah bertekad ingin menjalankan niatannya pagi itu. Dia sudah rapi dan cantik mengenakan seragam sekolahnya. Rambut panjangnya yang kecokelatan telah dikepang rapi. Kemudian mengikuti Liz yang mengajaknya menuju meja makan.Jantung Shopia berdebar-debar melihat Elvis yang sudah lebih dahulu duduk di sana—sedang menikmati secangkir kopi. Seperti biasa, Shopia diserang rasa gugup ketika Elvis melayangkan tatapan dingin yang menusuk tajam.“Good morning, Daddy.” Shopia merundukkan tatapan sembari melangkah maju mengikuti Liz ke meja ma
“Edeline Johnson! Dia dokter magang yang baru saja pindah ke rumah sakit Elvis.”Simon kembali terdiam, tetapi saat itu ekspresinya sudah terkejut mendengar nama yang tidak asing. Baru kemarin Simon bertemu dengan gadis yang disebutkan oleh Sarah. Di dalam hati Simon tampak tidak menyetujui kalimat-kalimat kejam yang menuduh Edeline sebagai gadis tidak baik.Di mata Simon, Edeline merupakan gadis baik dan santun. Bahkan jiwanya merasa tertarik pada sosok Edeline yang panik dengan wajah merona merah. Sehingga Simon menarik kesimpulan tidak mungkin Edeline memiliki karakter buruk seperti yang dituduhkan oleh Sarah.Namun ... tunggu dulu! Pikiran Simon terganggu oleh satu hal yang menyetrum di memori ingatan. Yaitu dia menangkap sorot mata Elvis yang begitu emosional. Simon menilai jika tatapan Elvis saat itu bukan seperti seorang atasan yang marah pada bawahannya, melainkan tatapan seorang pria yang marah melihat ‘miliknya’ berkomunikasi dengan pria lain.Simon semakin percaya diri pad
“S-saya juga senang bisa bertemu dengan Anda, Tuan Simon.”Edeline yang bersuara gugup begitu jelas menunjukkan bahwa dirinya sangat terkejut. Dia pun setengah panik dan cukup bingung berhadapan dengan Simon. Edeline ingat bahwa Simon bukanlah orang biasa. Pria itu merupakan petinggi eksekutif di sebuah perusahaan. Selain itu yang terpenting, Simon merupakan orang penting di kehidupan Elvis. Keberadaan pria itu di sana sudah pasti akan bertemu dengan Elvis.Edeline harus menjaga sikap. Dia menjaga diri untuk tidak melakukan kesalahan pada orang-orang yang terhubung dengan Elvis. Sehingga Edeline merasa tidak layak untuk bersikap santai kepada Simon seperti saat pertemuan pertama mereka.“Tuan Simon? Kenapa kau memanggilku seperti itu?” tanpa diduga Simon memprotes.“Ah ... itu ... saya—”“Aku suka dipanggil dengan nama saja,” Simon menyela Edeline yang kesulitan mencari alasan. “Selain itu, kenapa kau jadi kaku seperti ini? Bukankah kemarin kita bisa berkomunikasi dengan santai? Apa b