Share

2. Casino

Chapter 2

Casino

Beck Peyton, pria berusia tiga puluh tahun itu mengendurkan dasi yang mencekik lehernya dan bersamaan dengan itu barista menghidangkan latte-nya di atas meja.

"Sudah kubilang kau pasti mendapatkan tanah itu," ujar Charlie Danish, sahabatnya seraya mengusap ujung hidungnya yang memerah.

Beck membuka kancing kemeja di lehernya. "Aku sempat tidak yakin pemilik tanah tidak akan setuju dengan penawaran yang kuajukan."

"Dia sedang terlilit hutang dan satu-satunya pembeli dengan yang membawa uang tunai saat itu juga adalah kau. Dia tidak akan melewatkan kesempatan emas di depan mata."

Beck mengedikkan bahunya. "Sayang sekali tanah itu dijual," ucap pria bermata biru gelap itu.

Charlie menarik cangkir berisi cappucino dan berucap, "Aku sangat yakin jika pemilik tanah itu akan menyesal setelah menjualnya."

Tijuana bukan tempat asing bagi Beck mengingat lima tahun terakhir, setiap tiga bulan dirinya mengunjungi Tijuana untuk memeriksa keadaan perkebunan agave blue miliknya. Ia mengeluarkan dana cukup besar untuk membeli perkebunan sekaligus pabrik pembuat tequila.

Bisnis itu terbilang baru digelutinya bersama Charlie yang merupakan kakak dari salah satu mantan kekasihnya. Awalnya mereka berencana membeli beberapa persen saham salah satu perusahaan minuman beralkohol yang ternama di sana. Tetapi, seiring berjalannya waktu Beck justru berinisiatif untuk membeli beberapa hektar ladang agave blue dan Charlie menyetujuinya. Keduanya kemudian mulai mengembangkan sendiri produk tequila yang berasal dari ladang yang mereka miliki.

Danish menyeruput capuccino-nya kemudian kembali meletakkan cangkirnya ke atas meja. Pria itu lalu memeriksa jam di pergelangan tangannya. "Bagaimana jika kita pergi ke club untuk mendapatkan beberapa gelas vodka?"

Beck hafal bagaimana Charlie, hidup pria itu tidak jauh dari pesta dan wanita. Tetapi, meskipun mereka bersahabat dan memiliki kerja sama dalam bisnis bukan berarti mereka dalam perahu yang sama dalam urusan wanita. Beck telah lama menjauh dari urusan wanita, juga tidak terbiasa lagi dengan suasana club yang menurutnya terlalu ramai.

Beck menggeleng. "Kurasa kopi di sini lebih menggiurkan dibandingkan vodka."

Charlie mengedikkan bahunya. "Dude, sudah lima tahun. Tidak seharusnya kau masih meratapi adikku."

Beck pernah dua kali mengalami kegagalan dalam percintaan dalam hidupnya dan ia tidak memungkiri jika semua yang dialaminya disebabkan oleh kecerobohannya. Dimulai dari pertunangannya bersama teman masa kecilnya yang diatur oleh kedua orang tuanya dan berakhir karena dirinya memilih wanita lain yang bernama Sophie Amari.

Beck dibutakan oleh kecantikan Sophie hingga apa pun yang orang lain katakan tentang Sophie, ia tidak peduli. Ia selalu beranggapan jika orang-orang di sekitarnya tidak menyukai wanita pilihannya dan berusaha membuatnya membenci Sophie.

Hingga akhirnya ia memutuskan pertunangannya dengan Vanilla West, Gadis pilihan orang tuanya kemudian ia bertunangan dengan Sophie. Tetapi, pertunangan itu juga tidak berjalan lama karena saat bertemu Charlotte Danish, ia dengan mudahnya berpaling kepada wanita itu.

Charlotte Danish, mantan kekasih sekaligus tunangannya memang seorang wanita yang menawan. Tidak hanya memiliki paras rupawan, Charlotte juga memiliki kepribadian yang baik, sayangnya Beck justru mengacaukan hubungan mereka hingga Charlotte memilih tidak datang saat Beck berdiri di altar untuk menunggunya.

Mengingat semua yang pernah dilaluinya, Beck sekarang memilih untuk sangat berhati-hati dalam bergaul dengan wanita. Ia menjaga jarak dari wanita mana pun dan sebisa mungkin menyibukkan dirinya agar tidak memiliki waktu untuk memikirkan wanita.

Beck mengambil sendok kopinya dan mengadukan benda itu ke dalam latte-nya kemudian mengangkat gagang cangkir. "Club tidak cocok untukku," ucapnya setelah menikmati latte-nya.

"Club di sini berbeda dengan di Madrid, kau harus mencobanya," ujar Charlie.

Musik yang berdentum memekakkan telinga, asap rokok yang membumbung, suara teriakan pengunjung, aroma alkohol berpadu dengan rokok, dan sepasang kekasih yang berciuman di tengah-tengah hiruk pikuk pesta. Beck rasa di mana pun club berada akan selalu dipenuhi dengan suasana seperti itu. Jadi, apa yang berbeda?

"Aku masih ingin menikmati latte-ku," tolak Beck.

"Bagaimana dengan casino?"

Tempat perjudian? Tempat itu adalah tempat yang paling tidak masuk akal menurutnya karena ratusan orang jatuh miskin karena berjudi, tetapi masih saja orang-orang pemalas yang ingin kaya dengan cara instan menyambanginya.

Beck menghela napasnya dan bersandar di kursi. "Aku butuh istirahat, aku berencana berkuda di perkebunan besok. Dan lagi pula bukankah kau harus kembali ke Madrid pagi-pagi sekali?"

"Ayolah, Sobat. Untuk sekali ini saja."

"Aku tidak tertarik berjudi."

Charlie tertawa pelan. "Ini juga akan menjadi pengalaman pertamaku."

Kening Beck berkerut. "Lebih baik jangan mencoba berjudi."

Charlie mengedikkan bahunya. "Sebenarnya aku hanya ingin tahu seperti apa suasana di sana dan apa saja minuman keras yang dijual di sana, juga siapa tahu bisa mendapatkan peluang untuk memasok tequila kita ke sana."

Beck diam-diam mengernyit karena sepertinya dirinya tidak lagi memiliki alasan untuk menolak ajakan Charlie.

Bersambung....

Jangan lupa untuk tinggalkan komentar dan Rate!

Terima kasih dan salam manis dari Cherry yang manis.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Tami Andriani
beck, fighting ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status