Beranda / Urban / Badai Sang Pemberani / 024. Pertarungan Sengit

Share

024. Pertarungan Sengit

Penulis: Iq Nst
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-20 06:44:01
Marta segera bergerak cepat ke arah sayap kanan villa, menyusuri jalur semak-semak untuk memotong arah dermaga, Josep dan Yopie melesat ke kiri, menggunakan formasi mengepung, senjata laras pendek siap dalam genggaman.

Sementara itu, Badai tidak menunggu lama. Ia melesat maju menerobos pintu rahasia yang masih setengah terbuka, menendangnya dengan keras hingga rak buku itu terhempas menutup.

Lorong rahasia cukup gelap, hanya lampu kecil yang redup di dinding batu. Suara langkah kaki Patrik dan Leo bergema di depan, tergesa dan penuh kepanikan.

Badai terus mengejar dengan berlari sangat cepat, tubuhnya menunduk, pistol terarah ke depan. Nafasnya stabil, instingnya bekerja penuh. Ia tahu ini bukan hanya pengejaran biasa - tapi juga perburuan terakhir yang akan menentukan segalanya.

Di ujung lorong, samar-samar terdengar suara ombak. Badai mempercepat langkahnya. Dalam hati ia bertekad. "Kalian tak akan bisa lolos, malam ini, semua harus berakhir."

Badai menerobos keluar dari lo
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Badai Sang Pemberani   057. Pelarian Malam

    Sekitar dua kilometer dari desa nelayan itu, empat kendaraan tanpa plat nomor diam diam melintasi jalan tanah yang sunyi, tanpa lampu menyala. Di dalamnya, delapan orang polisi khusus dari unit anti teror India tengah mempersiapkan penyergapan. Dua di antaranya adalah pembunuh bayaran berdarah dingin yang sudah menerima instruksi dari Alvaro."Target harus hidup hanya untuk beberapa menit interogasi. Setelah itu, pastikan mereka lenyap untuk selamanya."Komandan unit, pria bernama Inspektur Dinesh Verma, telah menerima laporan dari seorang informan anonim, bahwa buronan internasional yang terlibat pembunuhan dua warga India dan sebagai penyusupan perairan nasional, tengah bersembunyi di sebuah rumah panggung tua di ujung desa pesisir.Dines mengecek jam tangannya. 03.24 dinihari. Waktu ideal untuk membekuk target tanpa menarik perhatian warga desa."Jangan bersuara. Gunakan peluru senyap. Tangkap mereka hidup-hidup jika bisa. Tapi kalau melawan..." Dinesh mengisyaratkan lehernya deng

  • Badai Sang Pemberani   056. Desa Persembunyian

    Langit pagi di desa nelayan itu seakan selalu lebih lembut bahkan lebih dari yang lain. Kabut tipis masih menggantung di atas laut, dan bau asin yang bercampur aroma kayu bakar menyambut setiap langkah. Rumah rumah berdinding bambu dan beratap ilalang berdiri rapuh namun hangat, seperti masyarakatnya yang sederhana tapi penuh penerimaan. Valeri duduk di atas dermaga kayu kecil, kakinya menjuntai menyentuh air laut yang jernih. Wajahnya yang biasanya tegar tampak teduh, tersapu sinar matahari pagi. Di sampingnya, Badai memancing dalam diam, namun hatinya tidak tenang. Bukan karena ikan yang enggan datang, tapi karena dia tahu kedamaian ini bisa sewaktu waktu runtuh. Valeri berbicara pelan: "Badai....kalau hidup kita normal, mungkin pagi seperti ini seperti biasa ya. Tapi sekarang...rasanya seperti mimpi." Badai melirik sekilas: "Mimpi yang bisa runtuh kapan saja. Desa ini seperti jeda di antara dua peluru." Valeri tersenyum samar: "Tapi aku bahagia...kalau kamu ada di sisiku. Ba

  • Badai Sang Pemberani   055. Mimpi Sepasang Kekasih

    Di tengah pelabuhan sepi yang hanya diisi suara debur ombak dan denting rantai kapal, Alfaro berdiri mengenakan mantel hitam panjang, wajahnya tersembunyi dalam bayang. Di hadapannya, seorang perwira polisi india berpangkat menengah dan dua pria bertubuh kekar, bertato, dengan mata seperti binatang pemburu.Dua orang itu bukan orang sembarangan. Mereka adalah pembunuh bayaran yang dikenal dalam dunia hitam India selatan bernama Rajan dan Babu bersaudara, ahli dalam beladiri dan pembunuhan senyap.Alvaro berbicara dengan datar dan tenang dalam bahasa inggris:"Saya tidak bayar kalian untuk memastikan mereka hidup. Saya bayar kalian untuk memastikan....mereka mati. Kalau mereka sudah mati, bagus. Tapi kalau mereka masih bernapas....pastikan napas itu adalah yang terakhir."Babu, salah seorang dari pembunuh bayaran menyela:"Kami tidak membunuh anak anak atau wanita."Salah seorang pembunuh bayaran yang bernama Rajan ikut menyela sambil tertawa dingin. "Kecuali bayarannya bagus. Dan kam

  • Badai Sang Pemberani   054. Keyakinan yang Tetinggal

    Di balik dinding kaca vila yang megah dan taman tropis yang sempurna, Mellisa duduk sendiri di ruang kerja pribadinya. Senyap. Laptop tertutup. Telepon genggamnya tak berhenti bergetar. Pesan dari media, pengacara, bahkan wartawan luar negeri. Tangannya gemetar, tapi bukan karena takut. Karena marah. Karena bingung. Karena luka. Langit sore ubud berwarna tembaga, tapi hatinya abu abu. Mellisa berjalan pelan ke jendela besar yang menghadap kolam datar. Tapi pikirannya bukan di sana. Pikirannya kembali pada malam terakhir ia melihat Valeri sebelum putrinya itu berangkat liburan ke Raja Ampat. Dua minggu yang lalu. Saat mereka bertengkar karena Alvaro. Mellisa duduk kembali di kursi rotan antik warisan keluarganya. Ia membuka album Valeri lama. Tawa penuh cahaya. "Anakku tak mungkin pembunuh." Air mata jatuh. Bukan karena lemah. Tapi karena seorang ibu yang merasa kehilangan dan percaya pada suara hatinya sendiri. ***** Mellisa mengenakan gaun krem elegan dan mantel tipis.

  • Badai Sang Pemberani   053. Belaian Dalam Mimpi

    Nelayan itu tak banyak bicara. Ia memberi mereka air minum dari botol usang dan sepotong roti kering, lalu menatap ke arah cakrawala, memastikan arah pulang. Diwajah tuanya terpahat ketenangan dan kebijaksanaan hidup yang panjang di lautan. Badai sempat bertanya namanya, tapi si nelayan hanya tersenyum samar, lalu menggeleng pelan, seolah mengatakan: namaku tak penting, yang penting kalian selamat. Sesampainya di sebuah desa nelayan kecil di pesisir india, Valeri dan Badai disambut oleh warga dengan tangan terbuka. Meski tempat itu sederhana, mereka diberi tempat untuk beristirahat, makanan hangat, dan pakaian bersih. Badai dan Valeri berterima kasih dalam diam pada kehidupan dan pada si nelayan tua yang menyelamatkan mereka tanpa meminta imbalan. Dalam remang cahaya lampu minyak, Badai duduk memandangi api kecil dari perapian buatan. Valeri mendekat, menyelimuti bahunya dengan selimut yang mereka bagi berdua. "Aku hampir tidak percaya dengan kejadian ini, dari terombang ambing d

  • Badai Sang Pemberani   052. Lompatan Di Tengah Badai

    Valeri dan Badai berdiri di bibir atap. Napas mereka memburu. Darah dan air hujan bercampur di wajah mereka. Laut mengamuk dibawah, gelap dan ganas. Tapi sebelum mereka melompat. ""Whoop whoop whoop...!!!" Sebuah helikopter tempur muncul dari balik badai! Lampu sorotnya menyorot wajah mereka. Suara bilahnya menampar udara seperti palu perang. Pintu heli terbuka. Empat pria bersenjata laras panjang mengarahkan senapan ke arah mereka. Pilot Heli berteriak melalui pengeras suara: "Letakkan diri anda!," angkat tangan!," kalian di kepung!" Valeri memicingkan mata melawan cahaya. Dari belakang, langkah kaki para penjaga menara mulai mendekat. Tangga bergetar. Mereka benar benar terjepit: Langit dan laut bersatu menjadi perangkap maut. Valeri berbisik kepada Badai: "Kalau kita bertahan di sini," kamu pasti ngerti apa yang akan terjadi." Badai menatap ke bawah dan kembali memandang Valeri. "Tapi setidaknya kalau kita melompat bersama, kita belum tahu apa yang akan terjadi n

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status