Share

BAB 06

Penulis: Yuliswar
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-09 22:15:11

Bagaikan Menu Warteg 

BAB 06

Aku sedikit tenang karena aku tak melihat Mas Seno, karena tubuhku hanya di tutupi dengan sebuah handuk sebatas dada.

Belum juga aku sepenuhnya tenang. Tiba-tiba aku merasakan sebuah pelukan dari belakang.

Mas Seno memelukku dari belakang. Aku jadi kaget dan mulai takut. Mas Seno memelukku sangat erat. Nafasnya sedikit memburu.

"Mas, tolong lepaskan, Mas tahu kan aku lagi datang bulan."ucapku dengan degub jantung yang tak beraturan.

"Mas... Tahu kamu berbohong sayang... Mas melihat mu tadi subuh sholat."ucapnya dengan nada sedikit berat.

Hembusan nafas Mas Seno di telinga ku membuat bulu kuduk meremang.

Mas Seno lalu membalikkan badanku. Mas Seno mulai mendekat kan wajahnya ke wajahku, jarak kami sudah sangat dekat hingga hembusan nafas mas Seno terasa sangat dekat, mas Seno mulai mencium kening, pipi dan leherku, aku jadi semakin takut tanpa sadar aku menangis.

Mas seno mengabaikan tangisanku, Mas Seno tidak menghentikan aksinya, Mas Seno terus menciumi leherku dan naik ke bibirku, bibirku di lumatnya seperti seorang yang sangat kelaparan.

Mas Seno masih melumat bibirku dan tangannya mulai bergerilya kemana-mana, aku mencoba untuk menahan tangannya. Namun tenaga ku tidak sekuat Mas Seno. 

Aku kalah... Ya senja itu akau kalah oleh Mas Seno.

Mas Seno mengangkat tubuhku dan di baringkan diatas kasur. 

"Sayang... Hari inj adalah hari dimana kamu akan resmi menjadi milik Mas seutuhnya."bisiknya

Aku tidak menjawab hanya air mata ku yang semakin deras.

"Jangan menangis sayang... Mas tidak akan menyakiti mu. Mas akan buat kamu melayang merasakan kenikmatan yang belum pernah kamu rasakan."bisiknya.

Mas Seno semakin beringas mencumbui ku. Aku sudah benar-benar pasrah, karena sekuat apapun aku takkan bisa mengalahkan mas Seno.

Aku sedikit berteriak ketika merasakan ada sesuatu yang memaksa masuk dan terasa ada robek di bagian bawah, rasanya sangat sakit dan perih.

Mas seno langsung melumat bibirku. Setelah itu Mas Seno melakukan gerakan yang sangat lembut tidak seperti tadi.

Hingga beberapa saat kemudian Mas Seno nafasnya memburu dan dengan gerakan yang sedikit cepat sambil melenguh.... ah...ah...ah...Rica-rica ayam sayangggg.

Setelah mengatakan itu Mas Seno terkulai lemas diatas ku.

Setelah beberapa saat Mas Seno bangkit dari tubuhku dan Sebelum pergi ke kamar mandi Mas Seno mengecup kening ku.

"Terima kasih sayang."ucapnya dengan lembut

Aku hanya bisa menangis sambil menarik selimut untuk menutupi tubuhku.

Setelah selesai membersihkan diri, Mas Seno menghampiri ku yang masih terisak di atas ranjang.

"Dek, maafin Mas. Mas tadi tidak tahan lagi."ucapnya dengan lembut

"Mas jahat. Kenapa Mas tidak bisa bersabar sedikit saja. Setidaknya tunggu aku benar-benar siap."ucapku dengan tangis

Mas Seno langsung memelukku dengan erat. 

"Dek, Mas adalah suamimu jadi Mas berhak meminta itu dari mu."ucapnya sambil membelai rambut ku

"Aku tahu Mas. Tapi apa mas tidak bisa menahannya sampai aku benar-benar siap."jawabku marah

"Maaf Dek, Mas janji, Mas tidak akan mengulanginya lagi sampai kamu benar-benar siap melayani mas."ucapnya dengan wajah sedikit terlihat menyesal

Lalu Mas Seno membantuku untuk ke kamar mandi.

Di dalam kamar mandi. aku nyalakan air untuk mengguyur tubuhku, aku merasakan perih yang luar biasa di bagian bawah.

Setelah cukup lama di kamar mandi aku keluar dengan sedikit tertatih karena rasa sakit itu.

Ketika aku keluar kamar mandi Mas Seno ternyata sudah mengganti seprai.

Karena warna seprai yang tadi berbeda dengan yang sekarang.

Aku mengacuhkan Mas Seno, jujur aku sangat kecewa dan marah dengan apa yang di lakukan Mas Seno tadi.

Mas Seno tersenyum ke arah ku.

"Yang... Makan yok. Mbah sudah nunggu kita di meja makan."ajaknya

"Kamu gak lihat Mas! Aku jalan aja susah."Jawab ku dengan nada ketus

Mas Seno tersenyum mendengar jawaban ku.

"Itu hanya sementara saja kok Sayang. Dua hari juga sembuh."jawabnya enteng

"Apa! Dua hari aku harus merasakan sakit? Terus bagaimana aku bisa bantuin Mbah dan Ibuk memasak."gerutu ku

"Hahahaha... Sayang. Disini tugas mu hanya melayani Mas. Urusan masak ada Si Mbok, dan Ibuk selalu ke toko pusat setiap hari. Jadi yang ada cuma Mbah."jelasnya

"Jadi Ibuk tidak pernah di rumah?"tanyaku lagi

Mas Seno menggeleng.

"Ibuk bertugas di toko pusat, sedangkan Bapak di cabang kedua dan Mas di toko Mas sendiri. Jadi nanti kamu temani Mbah ya Sayang. Mbah orangnya asyik kok dan gaul jadi kamu pasti cocok dengannya."imbuhnya

"Ya sudah Mas turun dulu mau makan. Kamu disini saja nanti Mas suruh Si Mbok bawakan nasi kesini."ucapnya dengan lembut dan berjalan mendekat kearah ku.

Mas Seno hendak mencium ku namun aku mengelak.

"Masih marah rupanya."godanya 

Aku diam tak membalas ucapannya. Mas Seno lalu keluar kamar.

Aku berbaring di tempat tidur. Setelah beberapa menit pintu kamar di ketuk.

Tok... Tok... Tok...

"Masuk saja Mbok."seruku

Pintu lalu terbuka, dan aku terkejut ternyata yang membuka pintu bukan si Mbok tapi Mbah Pon.

Ketika aku akan bangkit Mbah Pon melarangku.

"Sudah Nduk, baring saja, Mbah bawain makanan."ucapnya sambil berjalan mendekat kearah ku sambil membawa nampan berisi nasi dan lauk pauk.

Aku hanya mengangguk. Mbah Pon berjalan mendekat kearah ku dan menaruh nampan di atas pangkuan ku.

Mbah Pon duduk disamping ku.

"Nduk. Kenapa kamu bersedih?"tanyanya

"Gak apa-apa Mbah. Tutik teringat Bapak sama Bibik di kampung."jawab ku berbohong

"Nduk. Anggap keluarga di sini sama seperti keluarga mu di kampung."ujarnya

"I-iya Mbah."jawabku dengan mata berkaca-kaca

"Seno adalah seorang laki-laki yang baik dan bertanggung jawab Nduk, yakinlah Dia akan menjadi seorang suami yang bisa kamu banggakan."ujarnya

Aku diam mendengar penuturan si Mbah. Bagiku Mas Seno hanyalah seorang Laki-laki yang egois.

"Nduk. Saat ini mungkin kamu tersiksa menikah dengan Seno karena kamu belum memiliki perasaan terhadap. Mbah mengerti perasaan mu saat ini, Seno sudah menceritakan semuanya kepada Mbah."imbuhnya

Aku sangat terkejut mendengar penuturan si Mbah. Aku langsung menatap wajah si Mbah.

"Ma-maksudnya Mbah?"tanyaku penasaran

"Seno sudah bercerita jika kamu marah karena Seno menuntut haknya."jawab Mbah Pon sambil tersenyum

Aku yang mendengar hal itu jadi merah wajahku, marah, kesal dan malu menjadi satu. Aku jadi semakin kesal dan benci dengan Mas Seno. Bisa-bisanya hal seperti itu di ceritakan ke Neneknya.

"Nduk. Seharusnya kamu senang karena segel yang seharusnya milik suami mu bisa kamu serahkan kepada yang benar-benar berhak. Coba kamu lihat ditivi-tivi itu banyak gadis yang dengan mudah memberikan segelnya kepada laki-laki yang belum tentu menjadi suaminya, akhirnya hamil kalau gak digugurkan ya di buang. Jadi kamu harus bersyukur karena segel itu yang menerima suami mu."jelasnya.

Wajahku semakin memerah, Mbah Pon lalu mengelus rambut ku dan mencium kening ku.

"Mbah yakin kamu adalah istri yang baik untuk cucu Mbah. Dan jangan terlalu formal sama Mbah, anggap Mbah ini teman agar kamu bisa berbagi cerita dengan Mbah."imbuhnya.

Aku masih diam, aku benar-benar gak habis pikir hal serahasia seperti itu bisa-bisanya di ceritakan kepada orang.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 30

    Bagaikan Menu WartegBAB 30Aku sangat terkejut ketika mendengar Mas Seno menyebut nama Susi. Apakah Mas Seno masih berhubungan dengan Susi?"Memang ada apa dengan Susi?"tanyaku"Dek. Mas benar-benar minta maaf tidak meminta ijin mu terlebih dahulu."jawabnya.Mendengar jawaban Mas Seno, aku jadi semakin gelisah, aku takut jika apa yang aku pikirkan ternyata benar."Ma-maksudnya!"ucapku"Dek. Mas yang menyuruh Susi dan ibunya untuk pindah dari kota ini. Dan maaf Mas juga membukakan warung untuk mereka sebagai permintaan maaf Mas."jawabnyaDEG... Ada apa lagi ini? Apakah Mas Seno selalu menyesali perbuatannya setelah meniduri para gadis-gadis itu?"Tapi, Dek. Mas tidak punya hubungan apapun sama Susi. Mas hanya memberikan sejumlah uang yang mereka minta. Dan setelah Mas kasih uang itu mereka pindah dan Mas tidak pernah lagi berkomunikasi dengan Susi."imbuhnya.Aku memandangi wajah Mas Seno. Terlihat ada kejujuran terpancar dari matanya."Mas. Apakah semua yang kamu katakan ini semuanya

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 29

    Bagaikan Menu WartegBAB 29Aku lalu menurunkan Mbok di depan rumah. Aku lalu meminta supir taksi untuk mengantarku ke toko.Setelah sampai di toko dan membayar taksi tadi. Aku langsung menemui Mas Seno untuk menanyakan kebenaran tentang apa yang Ria ucapkan tadi.Aku lihat toko masih terlihat sepi. Aku lalu langsung ke meja kasir, karena Mas Seno sedang duduk disana."Mas... Bisa kita bicara sebentar."ucapku dengan pelan agar para karyawan tidak curiga."Mau bicara apa Dek?"tanyanya"Penting. Ayo kita cari tempat di luar jangan disini tidak enak di dengar karyawan."jawabku"Oke... Mas kasih tahu mereka dulu. Untuk menjaga toko."ucapnya.Lalu Mas Seno memanggil salah satu karyawan dan memberitahu jika kami akan pergi keluar sebentar.Setelah itu kami pergi dengan menaiki mobil Mas Seno. Kami menuju sebuah cafe yang tidak terlalu jauh dari toko.Setelah sampai cafe dan memesan makanan. Aku mulai bertanya kepada Mas Seno."Mas. Tolong jawab dengan jujur."ucapku"Mau tanya apa sich Dek?"j

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 28

    Bagaikan Menu WartegBAB 28Sedih, sakit, hancur, ya itulah yang aku rasakan saat ini.Tapi aku tidak boleh lemah. Aku tahu jika Mas Seno sekarang ingin berubah. Karena sudah beberapa kali Mas Seno menolak Dewi maupun Ria.Aku akan memberi pelajaran kepada Ria. Jangan sampai dia menjadi duri di dalam rumah tangga ku.Setelah sedikit tenang aku lalu keluar dari kamar mandi.Mas Seno masih terlelap. Sepertinya dia sangat capek karena tadi habis ngewarteg.Karena tidak bisa tidur. Aku duduk di balkon sambil mencari udara segar.Setelah beberapa saat aku kembali masuk, karena sudah larut malam.Setelah itu aku beristirahat. Aku mencoba untuk bisa memejamkan mata.Dan akhirnya aku bisa tertidur.Keesokan paginya.Rutinitas ku seperti biasa, menyiapkan sarapan untuk Mas Seno. Sedangkan Mbok Sumi membersihkan rumah.Setelah selesai sarapan Mas Seno berangkat ke toko.Setelah Kepergian Mas Seno. Aku menghubungi mbah Pon, untuk menanyakan progres pembangunan rumah petak ku."Mbah... Bagaimana

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 27

    Bagaikan Menu WartegBAB 27Karena melihat kondisi ku yang tidak memungkinkan. Mas Seno lalu mengajak ku untuk pulang ke rumah.Setelah sampai rumah aku langsung masuk kedalam kamar untuk menenangkan diri. Jujur aku masih sangat terkejut. Mas Seno meminta Mbok Sumi untuk membuatkan teh hangat untuk ku. Setelah itu Mas Seno kembali ke toko.Ketika aku sedang mencoba menenangkan diri, tiba-tiba hp ku berbunyi.Aku segera mengangkatnya karena penasaran siapa yang menghubungi ku dengan nomor baru."Hallo.""He! Perempuan kampung! Enyah kamu dari kehidupan Seno!""Ria! Ooo... Jadi kamu yang tadi mau menabrak ku.""Ha...ha...ha... Itu baru permulaan. Ingat jika kamu tidak segera pergi dari kehidupan Seno. Maka aku akan melakukan yang lebih parah dari itu.""Kamu pikir aku takut dengan ancaman mu!""OOO... Kamu nantangin aku!""Sebenarnya apa sich mau mu itu. Ha!""Aku mau rujuk sama Seno. Tapi karena ada kamu. Seno tidak mau.""Ha...ha...ha... Kamu gak malu sebagai wanita? Sudah di tolak m

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 26

    Bagaikan Menu WartegBAB 26"Mas. Memang usia Dewi saat itu berapa?"tanyaku penasaran karena Mas Seno tadi mengucapkan jika waktu itu Dewi dibawah umur dan itu juga yang di pake senjata untuk memeras Mas Seno."Sembilan belas tahun Dek. Waktu itu pas ulang tahun Dewi."jawabnya "Mas! Itu bukan di bawah umur. Jika usia Dewi delapan belas atau tujuh belas tahun. Itu baru di bawah umur."ucapku dengan emosi"Masak kamu gak ngerti akan hal itu Mas! Atau semua ini hanya rekayasa kamu saja agar tetap bisa menikmati tubuh Dewi!"bentakku"Dek. Mas tahu. Tapi setiap Mas ngomong seperti itu keluarga Dewi selalu mengatakan jika Dewi di bawah umur. Karena Mas malas ribut dan Mas juga salah jadi Mas mengalah. Tapi Dek. Mas berani bersumpah, Mas tidak pernah menjanjikan Dewi sebuah pernikahan. Mas juga bingung kenapa Dewi tiba-tiba minta Mas nikahin. Padahal selama ini kami berkomunikasi baik dan setiap bulan Mas kirim uang ke Dewi dan bahkan Dewi juga bercerita kepada Mas jika dia sudah memiliki pa

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 25

    Bagaikan Menu WartegBAB 25Setelah Paman mendatangi kertas kosong itu. Aku segera menyimpan sertifikat dan kertas tadi. Lalu aku membujuk Paman agar bisa meminjam kan sertifikat rumah Bik Sari."Paman. Bisa tolong Tutik sekali lagi."ucapku"Mau minta tolong apa lagi?"tanyanya sambil menghitung uang"Tolong bantu Tutik untuk meminjam sertifikat rumah Bik Sari. Karena pihak Bank maunya harus dua sertifikat kalau mau pinjaman cepat cair."jawabku."Kalau Paman. Tidak bisa bantu Tutik terpaksa harus menjual rumah baru itu."imbuh ku"Apa sertifikat rumah Paman masih belum cukup."tanyanya"Pihak Bank meminta dua sertifikat sebagai jaminan. Karena pinjaman Tutik cukup besar dan paman tahu sendiri kalau rumah di kampung pasti di hargai murah oleh mereka."jawabku."Paman tenang saja. Nanti kalau Bibik bersedia meminjamkan sertifikat rumahnya. Ada bonus sepuluh juta untuk Paman."imbuhku.Paman semakin berbinar mendengar aku akan memberinya bonus."Ambil saja Mas tawaran Tutik. Hari gini siapa y

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status