Share

BAB 07

Bagaikan Menu Warteg

BAB 07

Setelah memberiku pengertian Mbah pamit keluar, karena mau mengajak si Mbok berbelanja bulanan.

Setelah kepergian Mbah Pon, Mas Seno masuk ke kamar.

"Mas! Kenapa Mas cerita sama si Mbah!"hardikku

"Memang kenapa Dek?"tanyanya polos

"Apa Mas gak malu! Bahas hal seperti itu sama Mbah?"ucapku ketus

"Malu? Untuk apa malu Dek? Aku cuma sekedar sharing sama Mbah tentang seorang wanita yang menangis karena suaminya meminta haknya. Apa itu salah?"ucapnya santai

"Salah! Itu sangat salah!"protes ku

"Salahnya dimana?"jawabnya

"Mas! Bukankah kamu sudah pernah menikah. Jadi apa gak malu kamu bertanya hal seperti itu kepada Mbah!"ujarku dengan nada tinggi

Mas Seno tidak lagi menjawab perkataan ku.

Mas Seno pergi keluar kamar, mungkin Dia tersinggung karena aku tadi membentaknya.

Setelah kepergian Mas Seno, aku bangkit dari tempat tidur, aku mengambil handphone ku yang sedari tadi di atas meja.

Aku lihat banyak panggilan masuk dari nomor Bibik. Aku lalu segera menghubungi kembali nomor Bibik takut mereka khawatir.

"Assalamualaikum Bik."

"Waalaikum sallam Nduk."

"Maaf Bik, baru sempet ngabarin."

"Iya Nduk, bagaimana perjalanan tadi?"

"Alhamdulillah lancar Bik, gak macet."

"Syukurlah kalau gitu Nduk."

"Bapak mana Bik?"

"Bapak lagi ada acara yasinan di tempat Pak Rt."

"Oh, ya sudah kalau begitu Bik, sampaikan salam ku untuk Bapak."

"Iya Nduk, kamu disana hati-hati, jaga kesehatan dan ingat nurut sama suami."

"Iya Bik, ya sudah Tutik tutup dulu teleponnya ya."

"Iya Nduk."

Panggilan telepon berakhir. Setelah menutup telepon aku bergegas mandi karena Waktu sudah mau menunjukkan pukul tujuh malam.

Karena si Mbok tadi sudah membawa tas baju ku jadi aku tidak perlu bingung lagi untuk ganti baju.

Setelah mandi aku berbaring. Tak berselang terdengar pintu kamar terbuka, aku pura-pura memejamkan mata.

Aku mendengar langkah kaki mendekat kearah ku. Dan benar saja Mas Seno sudah ada di dekat ku.

Dan ketika Mas Seno hendak mengelus pipiku, aku langsung membuka mata.

"Mau apa kamu!"bentakku

"Eits... Jangan galak sama suami."protesnya

"Mas! Tolong ngertiin aku."pintaku

"Memang aku mau ngapain Dek?"tanyanya polos

"Mas! jangan macam-macam!"hardikku

"Kenapa Dek?"ledeknya

"Mas! Tolong beri aku waktu. Ijinkan aku untuk bisa menerima semua ini terlebih dahulu."pintaku sedikit memelas

"Dek, mas janji tidak akan menyentuh mu lagi. Sampai kamu benar-benar siap."jawabnya

"Bener Mas?"tanyaku

"Iya Sayang..."jawabnya sambil tersenyum

"Terima kasih ya Mas."Ucapku lembut

"Tapi kalau peluk dan cium bolehkan Dek?"tanyanya dengan wajah sedikit nakal

Bola mataku membulat mendengar pertanyaan Mas Seno.

Setelah  tiga hari aku tidak lagi merasakan nyeri di bagian bawah. Aku sudah mulai membantu Mbah di dapur.

Mbah melarang ku, karena Mbah kalau lagi mau masak tidak mau di ganggu. Jadi aku hanya duduk sambil melihatnya sibuk memasak berbagai menu.

Sedangkan si Mbok sedang sibuk menata meja makan, karena sebentar lagi Ibuk, Bapak, mas Seno akan segera pulang dari toko.

Setelah selesai masak, si Mbok menghidangkan diatas meja makan, sedangkan Mbah Pon langsung mandi.

Aku membantu si Mbok menaruh makanan di meja. Setelah selesai aku langsung bergegas mandi sebelum mas Seno datang.

Karena aku tidak mau ketika aku mandi ada Dia, aku masih trauma nanti Mas Seno lupa sama janjinya.

Satu jam kemudian mereka pulang. Ibuk dan Bapak langsung masuk kedalam kamar untuk membersihkan diri.

Sedangkan Mas Seno meminta si Mbok untuk membuatkan teh hangat untuknya.

Aku sudah menyiapkan baju untuk Mas Seno. Jadi Dia tidak perlu lagi repot mencari baju.

"Mbok, sini biar saya yang buat teh untuk Mas Seno."ujarku

"Baik, Non."jawabnya sopan

"Mas Seno suka manis atau tidak Mbok?"tanyaku

"Aden biasanya tawar Non, Aden tidak suka manis."jawabnya

 Setelah itu aku langsung membuatkan teh hangat tawar untuk Mas Seno. Aku langsung membawanya ke kamar.

Ketika aku masuk kamar ternyata mas Seno masih di dalam kamar mandi. Aku letakkan teh di atas meja, dan aku kembali turun  memanggil yang lain untuk makan malam.

Setelah memanggil Bapak, Ibu dan Mbah Pon, aku lalu naik lagi ke atas untuk memanggil mas Seno.

"Mas, ayo makan. Yan lain sudah nunggu di meja makan."seruku

"Dek, sini dulu tolong Mas sebentar."pintanya.

Aku lalu masuk kedalam kamar dan mendekat ke arah Mas Seno.

Belum juga aku sempat bertanya Mas Seno sudah menarik ku ke dalam pelukannya dan langsung melumat bibirku.

Aku yang tidak siap jadi kelabakan, aku langsung mendorong tubuh Mas Seno.

"Mas! Apa-apaan ini!"hardikku

"Bukankah Mas sudah janji tidak menyentuhku Sebelum aku benar-benar siap!"ucapku geram

Mas Seno tidak menjawab ku tapi Dia tersenyum ke arah ku.

"Mas! Aku tidak suka ya!"ujarku marah

"Cium dan peluk Dek, tidak meminta yang itu."jawabnya sambil menunjuk bagian bawahku

"Pokoknya jangan sentuh aku!"ucapku marah

"Iya sayang... Maaf dech."jawabnya sambil tersenyum 

Lalu aku mengajaknya untuk segera turun karena tidak enak karena yang lain sudah menunggu.

Akhirnya kami makan malam bersama. Setelah selesai makan malam kami ngobrol di ruang keluarga.

"Nduk, bagaimana betah tinggal di rumah Ibu?"tanya Ibu Mertuaku

"I-iya Bu."jawabku

"Syukurlah Nduk."jawabnya lega

"Oh iya Nduk, besok kamu jalan-jalan sama Mbah keliling agar tahu indahnya kota."imbuhnya

"Iya Bu."jawabku

"Nduk, Ibuk sama Bapak istirahat dulu ya."ucapnya pamit kepada ku

Lalu Bapak dan Ibu masuk kedalam kamar untuk beristirahat.

Di ruang keluarga tinggal aku dan si Mbah, sedangkan Mas Seno tadi pamit duluan ke kamar karena ada kerjaan yang belum selesai.

"Nduk, kamu pernah ke mall?"tanyanya

"Belum Mbah."jawabku

"Bagaimana kalau besok kita ke mall, beli baju dan semua kebutuhan mu."ajaknya

"Ta-tapi Mbah."jawabku

"Baju yang dari kampung di simpan saja, nanti kita beli baju baru, skincare dan yang lainnya."ucapnya

"Tapi Mbah, Saya tidak punya uang."jawabku jujur

"Hahahaha... Kamu itu Nduk, lucu banget sich!"ujarnya sambil tertawa

"Kamu tinggal minta sama Seno. Uang Seno itu banyak, nanti biar Mbah yang ngomong sama Seno."imbuhnya.

"Ya sudah kamu istirahat sudah malam, Besok kita jalan-jalan berdua."perintahnya

Aku lalu pamit untuk ke kamar. Setelah sampai di kamar, ternyata Mas Seno sudah tidur.

Aku berjalan pelan mendekat kearah ranjang, aku naik pelan-pelan agar Mas Seno tidak terbangun.

Aku pandangi wajah Mas Seno yang sedang terlelap, wajah yang begitu tampan dan berkharisma tapi entah mengapa aku belum memiliki rasa kepadanya.

Ketika aku sedang menikmati wajah gantengnya tiba-tiba Mas Seno mengigau.

"Ouwh... Ouwh... Ouwh... Dek ayam goreng."

"Aah... Aah... Aah... Dek ayam goreng."

Nafas Mas Seno memburu persis seperti waktu Mas Seno kemarin.

Aku berpikir apa Mas Seno sedang bermimpi lagi begituan?.

Aku langsung menggoyangkan tubuhnya.

"Mas... Bangun." Ucapku.

Namun Mas Seno tak kunjung bangun, tiba-tiba tangannya menarikku ke dalam dekapannya.

Aku berontak namun sia-sia, tenaga Mas Seno sangat kuat.

Mas Seno mulai menciumiku dari belakang telinga, turun ke leher, terus naik lagi dan berhenti di bibirku, seperti tadi, bibirku di lumatnya, Mas Seno Sepertinya sangat bernafsu.

Aku mencoba untuk bisa lepas dari dekapannya namun tiba-tiba Dia berkata.

"Dek... Ijinkan aku sekali lagi ya..."pintanya memelas

"Gak Mas, aku masih trauma."ucapku

"Dek... Mas sudah tak tahan lagi."pintanya dengan memelas

"Mas... Maaf tapi tolong jangan sekarang."ucapku memohon.

"Ya sudah kalau begitu Dek. Ijinkan Mas memeluk mu dari belakang."pintanya.

Lalu aku mengubah posisi ku dan berbalik membelakangi mas Seno.

Mas Seno memelukku sangat erat, nafasnya memburu entah apa yang dia lakukan. Yang aku rasakan Mas Seno sedang bergerak-gerak di belakang ku. 

Dan tidak begitu lama Mas Seno mendesah seperti tadi. Setelah itu Dia bangkit dan ke kamar mandi, aku kaget karena terasa ada yang basah di baju bagian belakang ku.

Aku lalu bangkit dan berganti baju setelah itu aku kembali membaringkan tubuhku diatas kasur.

Mataku sudah terlalu berat karena memang ini sudah larut malam, biasanya kalau di kampung jam segini aku sudah terlelap.

Suara adzan subuh membangunkan ku, aku bergegas mandi dan mengambil air wudhu lalu menunaikan sholat subuh.

Setelah sholat subuh aku turun ke bawah untuk membantu si Mbok.

Si Mbok sudah bangun dan lagi menyiangi sayur.

"Sini Mbok, Saya bantu."ucapku

"Aduh, Non gak usah biar si Mbok saja."jawabnya

"Mbok, saya sudah biasa melakukan pekerjaan begini. Kalau cuma diam saja Saya bosan."ucapku

"Tapi Non. Nanti Aden marah."jawabnya

"Gak, Mbok, nanti biar saya yang ngomong kalau Mas Seno marah."ucapku meyakinkannya

"Baiklah kalau begitu Non."jawabnya

Lalu aku mulai mengeluarkan kelihaian ku memasak.

Semua aku masak sendiri tanpa bantuan si Mbok.

Aku mulai meracik bumbu nasi goreng ala kampung yang biasa aku masak untuk Paman dan Bibik.

Setelah selesai memasak nasi goreng, aku lalu menggoreng ayam yang tadi sudah aku ungkap. Setelah itu aku membuat ceplok telur dan sambal terasi.

Setelah selesai semua aku menyuruh si Mbok untuk menatanya dimeja makan, sedangkan aku bergegas naik keatas untuk mandi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status