Share

BAB 07

Penulis: Yuliswar
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-11 21:00:44

Bagaikan Menu Warteg

BAB 07

Setelah memberiku pengertian Mbah pamit keluar, karena mau mengajak si Mbok berbelanja bulanan.

Setelah kepergian Mbah Pon, Mas Seno masuk ke kamar.

"Mas! Kenapa Mas cerita sama si Mbah!"hardikku

"Memang kenapa Dek?"tanyanya polos

"Apa Mas gak malu! Bahas hal seperti itu sama Mbah?"ucapku ketus

"Malu? Untuk apa malu Dek? Aku cuma sekedar sharing sama Mbah tentang seorang wanita yang menangis karena suaminya meminta haknya. Apa itu salah?"ucapnya santai

"Salah! Itu sangat salah!"protes ku

"Salahnya dimana?"jawabnya

"Mas! Bukankah kamu sudah pernah menikah. Jadi apa gak malu kamu bertanya hal seperti itu kepada Mbah!"ujarku dengan nada tinggi

Mas Seno tidak lagi menjawab perkataan ku.

Mas Seno pergi keluar kamar, mungkin Dia tersinggung karena aku tadi membentaknya.

Setelah kepergian Mas Seno, aku bangkit dari tempat tidur, aku mengambil handphone ku yang sedari tadi di atas meja.

Aku lihat banyak panggilan masuk dari nomor Bibik. Aku lalu segera menghubungi kembali nomor Bibik takut mereka khawatir.

"Assalamualaikum Bik."

"Waalaikum sallam Nduk."

"Maaf Bik, baru sempet ngabarin."

"Iya Nduk, bagaimana perjalanan tadi?"

"Alhamdulillah lancar Bik, gak macet."

"Syukurlah kalau gitu Nduk."

"Bapak mana Bik?"

"Bapak lagi ada acara yasinan di tempat Pak Rt."

"Oh, ya sudah kalau begitu Bik, sampaikan salam ku untuk Bapak."

"Iya Nduk, kamu disana hati-hati, jaga kesehatan dan ingat nurut sama suami."

"Iya Bik, ya sudah Tutik tutup dulu teleponnya ya."

"Iya Nduk."

Panggilan telepon berakhir. Setelah menutup telepon aku bergegas mandi karena Waktu sudah mau menunjukkan pukul tujuh malam.

Karena si Mbok tadi sudah membawa tas baju ku jadi aku tidak perlu bingung lagi untuk ganti baju.

Setelah mandi aku berbaring. Tak berselang terdengar pintu kamar terbuka, aku pura-pura memejamkan mata.

Aku mendengar langkah kaki mendekat kearah ku. Dan benar saja Mas Seno sudah ada di dekat ku.

Dan ketika Mas Seno hendak mengelus pipiku, aku langsung membuka mata.

"Mau apa kamu!"bentakku

"Eits... Jangan galak sama suami."protesnya

"Mas! Tolong ngertiin aku."pintaku

"Memang aku mau ngapain Dek?"tanyanya polos

"Mas! jangan macam-macam!"hardikku

"Kenapa Dek?"ledeknya

"Mas! Tolong beri aku waktu. Ijinkan aku untuk bisa menerima semua ini terlebih dahulu."pintaku sedikit memelas

"Dek, mas janji tidak akan menyentuh mu lagi. Sampai kamu benar-benar siap."jawabnya

"Bener Mas?"tanyaku

"Iya Sayang..."jawabnya sambil tersenyum

"Terima kasih ya Mas."Ucapku lembut

"Tapi kalau peluk dan cium bolehkan Dek?"tanyanya dengan wajah sedikit nakal

Bola mataku membulat mendengar pertanyaan Mas Seno.

Setelah  tiga hari aku tidak lagi merasakan nyeri di bagian bawah. Aku sudah mulai membantu Mbah di dapur.

Mbah melarang ku, karena Mbah kalau lagi mau masak tidak mau di ganggu. Jadi aku hanya duduk sambil melihatnya sibuk memasak berbagai menu.

Sedangkan si Mbok sedang sibuk menata meja makan, karena sebentar lagi Ibuk, Bapak, mas Seno akan segera pulang dari toko.

Setelah selesai masak, si Mbok menghidangkan diatas meja makan, sedangkan Mbah Pon langsung mandi.

Aku membantu si Mbok menaruh makanan di meja. Setelah selesai aku langsung bergegas mandi sebelum mas Seno datang.

Karena aku tidak mau ketika aku mandi ada Dia, aku masih trauma nanti Mas Seno lupa sama janjinya.

Satu jam kemudian mereka pulang. Ibuk dan Bapak langsung masuk kedalam kamar untuk membersihkan diri.

Sedangkan Mas Seno meminta si Mbok untuk membuatkan teh hangat untuknya.

Aku sudah menyiapkan baju untuk Mas Seno. Jadi Dia tidak perlu lagi repot mencari baju.

"Mbok, sini biar saya yang buat teh untuk Mas Seno."ujarku

"Baik, Non."jawabnya sopan

"Mas Seno suka manis atau tidak Mbok?"tanyaku

"Aden biasanya tawar Non, Aden tidak suka manis."jawabnya

 Setelah itu aku langsung membuatkan teh hangat tawar untuk Mas Seno. Aku langsung membawanya ke kamar.

Ketika aku masuk kamar ternyata mas Seno masih di dalam kamar mandi. Aku letakkan teh di atas meja, dan aku kembali turun  memanggil yang lain untuk makan malam.

Setelah memanggil Bapak, Ibu dan Mbah Pon, aku lalu naik lagi ke atas untuk memanggil mas Seno.

"Mas, ayo makan. Yan lain sudah nunggu di meja makan."seruku

"Dek, sini dulu tolong Mas sebentar."pintanya.

Aku lalu masuk kedalam kamar dan mendekat ke arah Mas Seno.

Belum juga aku sempat bertanya Mas Seno sudah menarik ku ke dalam pelukannya dan langsung melumat bibirku.

Aku yang tidak siap jadi kelabakan, aku langsung mendorong tubuh Mas Seno.

"Mas! Apa-apaan ini!"hardikku

"Bukankah Mas sudah janji tidak menyentuhku Sebelum aku benar-benar siap!"ucapku geram

Mas Seno tidak menjawab ku tapi Dia tersenyum ke arah ku.

"Mas! Aku tidak suka ya!"ujarku marah

"Cium dan peluk Dek, tidak meminta yang itu."jawabnya sambil menunjuk bagian bawahku

"Pokoknya jangan sentuh aku!"ucapku marah

"Iya sayang... Maaf dech."jawabnya sambil tersenyum 

Lalu aku mengajaknya untuk segera turun karena tidak enak karena yang lain sudah menunggu.

Akhirnya kami makan malam bersama. Setelah selesai makan malam kami ngobrol di ruang keluarga.

"Nduk, bagaimana betah tinggal di rumah Ibu?"tanya Ibu Mertuaku

"I-iya Bu."jawabku

"Syukurlah Nduk."jawabnya lega

"Oh iya Nduk, besok kamu jalan-jalan sama Mbah keliling agar tahu indahnya kota."imbuhnya

"Iya Bu."jawabku

"Nduk, Ibuk sama Bapak istirahat dulu ya."ucapnya pamit kepada ku

Lalu Bapak dan Ibu masuk kedalam kamar untuk beristirahat.

Di ruang keluarga tinggal aku dan si Mbah, sedangkan Mas Seno tadi pamit duluan ke kamar karena ada kerjaan yang belum selesai.

"Nduk, kamu pernah ke mall?"tanyanya

"Belum Mbah."jawabku

"Bagaimana kalau besok kita ke mall, beli baju dan semua kebutuhan mu."ajaknya

"Ta-tapi Mbah."jawabku

"Baju yang dari kampung di simpan saja, nanti kita beli baju baru, skincare dan yang lainnya."ucapnya

"Tapi Mbah, Saya tidak punya uang."jawabku jujur

"Hahahaha... Kamu itu Nduk, lucu banget sich!"ujarnya sambil tertawa

"Kamu tinggal minta sama Seno. Uang Seno itu banyak, nanti biar Mbah yang ngomong sama Seno."imbuhnya.

"Ya sudah kamu istirahat sudah malam, Besok kita jalan-jalan berdua."perintahnya

Aku lalu pamit untuk ke kamar. Setelah sampai di kamar, ternyata Mas Seno sudah tidur.

Aku berjalan pelan mendekat kearah ranjang, aku naik pelan-pelan agar Mas Seno tidak terbangun.

Aku pandangi wajah Mas Seno yang sedang terlelap, wajah yang begitu tampan dan berkharisma tapi entah mengapa aku belum memiliki rasa kepadanya.

Ketika aku sedang menikmati wajah gantengnya tiba-tiba Mas Seno mengigau.

"Ouwh... Ouwh... Ouwh... Dek ayam goreng."

"Aah... Aah... Aah... Dek ayam goreng."

Nafas Mas Seno memburu persis seperti waktu Mas Seno kemarin.

Aku berpikir apa Mas Seno sedang bermimpi lagi begituan?.

Aku langsung menggoyangkan tubuhnya.

"Mas... Bangun." Ucapku.

Namun Mas Seno tak kunjung bangun, tiba-tiba tangannya menarikku ke dalam dekapannya.

Aku berontak namun sia-sia, tenaga Mas Seno sangat kuat.

Mas Seno mulai menciumiku dari belakang telinga, turun ke leher, terus naik lagi dan berhenti di bibirku, seperti tadi, bibirku di lumatnya, Mas Seno Sepertinya sangat bernafsu.

Aku mencoba untuk bisa lepas dari dekapannya namun tiba-tiba Dia berkata.

"Dek... Ijinkan aku sekali lagi ya..."pintanya memelas

"Gak Mas, aku masih trauma."ucapku

"Dek... Mas sudah tak tahan lagi."pintanya dengan memelas

"Mas... Maaf tapi tolong jangan sekarang."ucapku memohon.

"Ya sudah kalau begitu Dek. Ijinkan Mas memeluk mu dari belakang."pintanya.

Lalu aku mengubah posisi ku dan berbalik membelakangi mas Seno.

Mas Seno memelukku sangat erat, nafasnya memburu entah apa yang dia lakukan. Yang aku rasakan Mas Seno sedang bergerak-gerak di belakang ku. 

Dan tidak begitu lama Mas Seno mendesah seperti tadi. Setelah itu Dia bangkit dan ke kamar mandi, aku kaget karena terasa ada yang basah di baju bagian belakang ku.

Aku lalu bangkit dan berganti baju setelah itu aku kembali membaringkan tubuhku diatas kasur.

Mataku sudah terlalu berat karena memang ini sudah larut malam, biasanya kalau di kampung jam segini aku sudah terlelap.

Suara adzan subuh membangunkan ku, aku bergegas mandi dan mengambil air wudhu lalu menunaikan sholat subuh.

Setelah sholat subuh aku turun ke bawah untuk membantu si Mbok.

Si Mbok sudah bangun dan lagi menyiangi sayur.

"Sini Mbok, Saya bantu."ucapku

"Aduh, Non gak usah biar si Mbok saja."jawabnya

"Mbok, saya sudah biasa melakukan pekerjaan begini. Kalau cuma diam saja Saya bosan."ucapku

"Tapi Non. Nanti Aden marah."jawabnya

"Gak, Mbok, nanti biar saya yang ngomong kalau Mas Seno marah."ucapku meyakinkannya

"Baiklah kalau begitu Non."jawabnya

Lalu aku mulai mengeluarkan kelihaian ku memasak.

Semua aku masak sendiri tanpa bantuan si Mbok.

Aku mulai meracik bumbu nasi goreng ala kampung yang biasa aku masak untuk Paman dan Bibik.

Setelah selesai memasak nasi goreng, aku lalu menggoreng ayam yang tadi sudah aku ungkap. Setelah itu aku membuat ceplok telur dan sambal terasi.

Setelah selesai semua aku menyuruh si Mbok untuk menatanya dimeja makan, sedangkan aku bergegas naik keatas untuk mandi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 30

    Bagaikan Menu WartegBAB 30Aku sangat terkejut ketika mendengar Mas Seno menyebut nama Susi. Apakah Mas Seno masih berhubungan dengan Susi?"Memang ada apa dengan Susi?"tanyaku"Dek. Mas benar-benar minta maaf tidak meminta ijin mu terlebih dahulu."jawabnya.Mendengar jawaban Mas Seno, aku jadi semakin gelisah, aku takut jika apa yang aku pikirkan ternyata benar."Ma-maksudnya!"ucapku"Dek. Mas yang menyuruh Susi dan ibunya untuk pindah dari kota ini. Dan maaf Mas juga membukakan warung untuk mereka sebagai permintaan maaf Mas."jawabnyaDEG... Ada apa lagi ini? Apakah Mas Seno selalu menyesali perbuatannya setelah meniduri para gadis-gadis itu?"Tapi, Dek. Mas tidak punya hubungan apapun sama Susi. Mas hanya memberikan sejumlah uang yang mereka minta. Dan setelah Mas kasih uang itu mereka pindah dan Mas tidak pernah lagi berkomunikasi dengan Susi."imbuhnya.Aku memandangi wajah Mas Seno. Terlihat ada kejujuran terpancar dari matanya."Mas. Apakah semua yang kamu katakan ini semuanya

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 29

    Bagaikan Menu WartegBAB 29Aku lalu menurunkan Mbok di depan rumah. Aku lalu meminta supir taksi untuk mengantarku ke toko.Setelah sampai di toko dan membayar taksi tadi. Aku langsung menemui Mas Seno untuk menanyakan kebenaran tentang apa yang Ria ucapkan tadi.Aku lihat toko masih terlihat sepi. Aku lalu langsung ke meja kasir, karena Mas Seno sedang duduk disana."Mas... Bisa kita bicara sebentar."ucapku dengan pelan agar para karyawan tidak curiga."Mau bicara apa Dek?"tanyanya"Penting. Ayo kita cari tempat di luar jangan disini tidak enak di dengar karyawan."jawabku"Oke... Mas kasih tahu mereka dulu. Untuk menjaga toko."ucapnya.Lalu Mas Seno memanggil salah satu karyawan dan memberitahu jika kami akan pergi keluar sebentar.Setelah itu kami pergi dengan menaiki mobil Mas Seno. Kami menuju sebuah cafe yang tidak terlalu jauh dari toko.Setelah sampai cafe dan memesan makanan. Aku mulai bertanya kepada Mas Seno."Mas. Tolong jawab dengan jujur."ucapku"Mau tanya apa sich Dek?"j

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 28

    Bagaikan Menu WartegBAB 28Sedih, sakit, hancur, ya itulah yang aku rasakan saat ini.Tapi aku tidak boleh lemah. Aku tahu jika Mas Seno sekarang ingin berubah. Karena sudah beberapa kali Mas Seno menolak Dewi maupun Ria.Aku akan memberi pelajaran kepada Ria. Jangan sampai dia menjadi duri di dalam rumah tangga ku.Setelah sedikit tenang aku lalu keluar dari kamar mandi.Mas Seno masih terlelap. Sepertinya dia sangat capek karena tadi habis ngewarteg.Karena tidak bisa tidur. Aku duduk di balkon sambil mencari udara segar.Setelah beberapa saat aku kembali masuk, karena sudah larut malam.Setelah itu aku beristirahat. Aku mencoba untuk bisa memejamkan mata.Dan akhirnya aku bisa tertidur.Keesokan paginya.Rutinitas ku seperti biasa, menyiapkan sarapan untuk Mas Seno. Sedangkan Mbok Sumi membersihkan rumah.Setelah selesai sarapan Mas Seno berangkat ke toko.Setelah Kepergian Mas Seno. Aku menghubungi mbah Pon, untuk menanyakan progres pembangunan rumah petak ku."Mbah... Bagaimana

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 27

    Bagaikan Menu WartegBAB 27Karena melihat kondisi ku yang tidak memungkinkan. Mas Seno lalu mengajak ku untuk pulang ke rumah.Setelah sampai rumah aku langsung masuk kedalam kamar untuk menenangkan diri. Jujur aku masih sangat terkejut. Mas Seno meminta Mbok Sumi untuk membuatkan teh hangat untuk ku. Setelah itu Mas Seno kembali ke toko.Ketika aku sedang mencoba menenangkan diri, tiba-tiba hp ku berbunyi.Aku segera mengangkatnya karena penasaran siapa yang menghubungi ku dengan nomor baru."Hallo.""He! Perempuan kampung! Enyah kamu dari kehidupan Seno!""Ria! Ooo... Jadi kamu yang tadi mau menabrak ku.""Ha...ha...ha... Itu baru permulaan. Ingat jika kamu tidak segera pergi dari kehidupan Seno. Maka aku akan melakukan yang lebih parah dari itu.""Kamu pikir aku takut dengan ancaman mu!""OOO... Kamu nantangin aku!""Sebenarnya apa sich mau mu itu. Ha!""Aku mau rujuk sama Seno. Tapi karena ada kamu. Seno tidak mau.""Ha...ha...ha... Kamu gak malu sebagai wanita? Sudah di tolak m

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 26

    Bagaikan Menu WartegBAB 26"Mas. Memang usia Dewi saat itu berapa?"tanyaku penasaran karena Mas Seno tadi mengucapkan jika waktu itu Dewi dibawah umur dan itu juga yang di pake senjata untuk memeras Mas Seno."Sembilan belas tahun Dek. Waktu itu pas ulang tahun Dewi."jawabnya "Mas! Itu bukan di bawah umur. Jika usia Dewi delapan belas atau tujuh belas tahun. Itu baru di bawah umur."ucapku dengan emosi"Masak kamu gak ngerti akan hal itu Mas! Atau semua ini hanya rekayasa kamu saja agar tetap bisa menikmati tubuh Dewi!"bentakku"Dek. Mas tahu. Tapi setiap Mas ngomong seperti itu keluarga Dewi selalu mengatakan jika Dewi di bawah umur. Karena Mas malas ribut dan Mas juga salah jadi Mas mengalah. Tapi Dek. Mas berani bersumpah, Mas tidak pernah menjanjikan Dewi sebuah pernikahan. Mas juga bingung kenapa Dewi tiba-tiba minta Mas nikahin. Padahal selama ini kami berkomunikasi baik dan setiap bulan Mas kirim uang ke Dewi dan bahkan Dewi juga bercerita kepada Mas jika dia sudah memiliki pa

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 25

    Bagaikan Menu WartegBAB 25Setelah Paman mendatangi kertas kosong itu. Aku segera menyimpan sertifikat dan kertas tadi. Lalu aku membujuk Paman agar bisa meminjam kan sertifikat rumah Bik Sari."Paman. Bisa tolong Tutik sekali lagi."ucapku"Mau minta tolong apa lagi?"tanyanya sambil menghitung uang"Tolong bantu Tutik untuk meminjam sertifikat rumah Bik Sari. Karena pihak Bank maunya harus dua sertifikat kalau mau pinjaman cepat cair."jawabku."Kalau Paman. Tidak bisa bantu Tutik terpaksa harus menjual rumah baru itu."imbuh ku"Apa sertifikat rumah Paman masih belum cukup."tanyanya"Pihak Bank meminta dua sertifikat sebagai jaminan. Karena pinjaman Tutik cukup besar dan paman tahu sendiri kalau rumah di kampung pasti di hargai murah oleh mereka."jawabku."Paman tenang saja. Nanti kalau Bibik bersedia meminjamkan sertifikat rumahnya. Ada bonus sepuluh juta untuk Paman."imbuhku.Paman semakin berbinar mendengar aku akan memberinya bonus."Ambil saja Mas tawaran Tutik. Hari gini siapa y

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status