Share

Bagian 4

Sosok yang menabrak Lady Neenash adalah Lady Cherrie. Gadis bermata biru itu tampak gemetaran. Raut wajahnya persis seperti terpidana hukuman mati, padahal Lady Neenash tidak menunjukkan ekspresi marah sama sekali.

"Ada apa Lady Searaby?" tanya Lady Neenash dengan nada datar.

Lady Cherrie mendadak berlutut. Air mata berlomba menuruni pipinya. Dia mulai terisak dengan suara teramat menyayat.

"Saya bersalah sudah mengotori gaun Anda! Mohon ampuni saya, Lady!" jeritnya histeris.

"Tenanglah, Lady Searaby. Saya tidak marah," bisik Lady Neenash. "Kenapa Anda ketakutan dan berteriak? Kita akan jadi pusat perhatian–"

Ucapan Lady Neenash terhenti. Dia menyadari tatapan sinis beberapa gadis bangsawan di toko kue. Bisikan-bisikan tak sedap mendengung samar. Namun, telinga sensitif Lady Neenash bisa mendengarnya dengan jelas.

"Ya ampun, bukankah hanya kotor sedikit? Kenapa Lady Esbuach harus semarah itu?"

"Tidakkah Lady Esbuach terlalu angkuh?"

"Mungkinkah Lady Esbuach masih kesal karena putra mahkota memperhatikan Lady Searaby di pesta semalam?"

Lady Neenash menghela napas berat. Lady Cherrie ternyata tak sepolos kelihatannya. Dia bahkan sempat melihat sekelebat senyum tipis gadis itu. Lady Cherrie memang sengaja menjebaknya.

"Berdirilah, Lady Searaby! Jika Anda memang ingin meminta maaf, cukup lakukan dengan etika seorang bangsawan!" tegas Lady Neenash.

Lady Cherrie semakin histeris. Suara tangisnya memicu kedatangan dua pria yang sedari tadi menunggu di luar. Sosok-sosok itu tak asing bagi Lady Neenash, yakni Duke Thalennant Reinnerd, salah seorang murid ayahnya dan putra mahkota yang sedang menyamar.

Duke Thalennant dan Pangeran Seandock menghampiri Lady Cherrie. Mereka bergantian menghiburnya. Alhasil, sandiwara Lady Cherrie semakin menjadi-jadi. Lady Neenash mendadak mual melihat tingkah sok lemah gadis itu.

"Nona, bukankah Tuan Duke selalu bersikap dingin dan tak ramah ke sembarangan orang? Kenapa beliau begitu khawatir dengan Lady Searaby?" bisik Pheriana.

Sebenarnya, Lady Neenash juga sedikit heran. Duke Thalennant sudah menjadi murid Marquess Arbeil sejak usia 10 tahun. Mereka cukup akrab seperti saudara kandung. Seperti yang dikatakan Pheriana, sang duke adalah sosok dingin terutama pada wanita kecuali dengan orang-orang terdekat.

Meskipun heran, Lady Neenash tak ingin ambil pusing. Dia berpikir seorang duke dingin pun punya hak untuk jatuh cinta dan berubah menjadi hangat.

"Kebanyakan laki-laki memang mudah tersentuh dengan wanita lemah dan polos, Pheri," sahut Lady Neenash akhirnya. "Sudahlah, lebih baik kita pulang saja."

Pheriana mengangguk. Mereka pun melangkah menuju pintu.

"Tunggu Neenash!" sergah Duke Thalennant.

Lady Neenash menghentikan langkah dan berbalik dengan elegan. "Ada apa, Tuan Duke?"

"Bukankah kau berhutang permintaan maaf kepada Lady Cherrie?"

Pheriana mengepalkan tangan. Jika tidak mengingat status dan kehebatan berpedang Duke Thalennant, dia pasti sudah menampar lelaki itu.

Sementara itu, Lady Neenash tetap memasang raut wajah tenang. Dia mengalihkan pandangan pada putra mahkota yang sedang menyamar.

Pemuda itu tampak memiliki pemikiran yang sama dengan Duke Thalennant. Namun, dia memilih diam. Mungkin sang putra mahkota bermaksud menyembunyikan identitas, padahal Lady Neenash sudah mengetahuinya.

"Saya tidak merasa memiliki salah pada Lady Searaby. Dia yang menabrak saya. Saya bahkan tak ambil pusing dan hendak pulang, tapi dia malah menangis histeris," jelas Lady Neenash.

"Tidak mungkin Lady Cherrie begitu ketakutan jika kamu tidak memarahinya!" sergah Duke Thalennant.

"Saya tidak meminta Anda untuk percaya. Saya hanya menjelaskan kebenarannya, " sahut Lady Neenash tenang.

Duke Thalennant tiba-tiba menatap sendu. "Neenash, dulu kamu gadis baik hati, kenapa menjadi seperti ini? Apakah kamu cemburu karena perlakuan putra mahkota di pesta kemarin malam?"

Lady Neenash menghela napas berat.

"Saya bahkan tidak keberatan jika putra mahkota ingin memiliki seratus selir sekalipun. Cukup jangan lakukan secara terang-terangan demi menjaga martabat!" tegasnya, lalu keluar dari toko bersama Pheriana.

Dia tak peduli dengan panggilan kesal Duke Thalennant dan amarah putra mahkota.

***

Lady Neenash menghela napas berat. Suasana tak nyaman di pesta debutante Lady Cherrie terasa mencekiknya. Suara-suara sumbang yang saling berbisik membuat telinga menjadi panas.

"Lihatlah, Lady Esbuach hadir! Apa yang direncanakannya?"

"Apa dia akan menyakiti Lady Searaby lagi?"

"Dia pasti hendak menyombongkan diri. Lihatlah gaun mewah dan perhiasan yang berlebihan itu!"

Akibat perbuatan Lady Cherrie, Lady Neenash yang dulu begitu dikagumi kini menjadi tokoh jahat. Tak hanya sekali Lady Cherrie membuat masalah dengannya. Entah bagaimana mereka juga sangat sering bertemu, seperti kebetulan yang disengaja.

Sialnya, sebagian besar bangsawan yang berada di tempat kejadian selalu membela Lady Cherrie. Putri bungsu Count Searaby itu memang pandai bertingkah sebagai korban. Akibatnya, Lady Neenash terlihat seperti berbuat jahat.

Rumor Lady Neenash menjadi wanita jahat tentu memancing amarah Marquess Arbeil, Sir Durio, dan Pangeran Sallac. Mereka bahkan hampir saja merencanakan pemberontakan. Namun, Lady Neenash mengancam akan membenci mereka jika berbuat macam-macam.

"Apa sebaiknya aku pulang lebih dulu saja?" gumam Lady Neenash lirih.

Dia termenung sendiri. Lady Neenash tak menyadari Lady Cherrie mendekat ke arahnya. Anehnya, para tamu juga tak menyadari gerak-gerik Lady Cherrie.

Begitu berada di belakang Lady Neenash, Lady Cherrie menyeringai. Dia mendadak menepuk pundak Lady Neenash dengan cukup keras. Tak ayal, Lady Neenash kaget dan refleks menepis, menyebabkan Lady Cherrie terdorong jatuh.

"Aduh!" jerit Lady Cherrie.

Tamu pesta yang tadi tak memperhatikan kini menatap ke satu arah. Sorot-sorot mata menghakimi menodong Lady Neenash. Belum sempat dia membela diri, putra mahkota sudah menghampiri mereka dengan wajah merah padam.

"Kau baik-baik saja, Lady Cherrie?" tanya Pangeran Seandock cemas sembari menolong Lady Cherrie berdiri.

"Saya tidak apa-apa, Yang Mulia, hanya tergores sedikit," sahut Lady Cherrie berpura-pura tegar, tetapi sengaja memperlihatkan goresan di telapak tangannya.

Putra mahkota seketika menatap tajam Lady Neenash. "Apa kau tak bisa menjadi lembut dan baik hati seperti Lady Cherrie, Neenash?" bentaknya. "Padahal aku berharap tunanganku bisa menjadi contoh bagi lady lain, bersikap lembut dan penyayang."

Lady Neenash tersenyum pahit. "Dari dulu, saya sudah seperti ini. Bukankah saat melamar saya dulu, Anda mengatakan akan menerima kelebihan dan kekurangan saya?" sindirnya.

"Rasanya, aku menyesal melamarmu! Apakah lebih baik pertunangan kita diputuskan saja? Bagaimana, Neenash?" ancam Pangeran Seandock.

Aula kediaman Count Searaby seketika menjadi hening. Berpuluh pasang mata memusatkan pandangan kepada Lady Neenash. Lady Cherrie tersenyum samar, tetapi tertutupi raut wajah pura-pura sedihnya.

Setelah keheningan mencekik, Lady Neenash membuka mulut dan bergumam, "Saya ...."

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status