Sosok yang menabrak Lady Neenash adalah Lady Cherrie. Gadis bermata biru itu tampak gemetaran. Raut wajahnya persis seperti terpidana hukuman mati, padahal Lady Neenash tidak menunjukkan ekspresi marah sama sekali.
"Ada apa Lady Searaby?" tanya Lady Neenash dengan nada datar.Lady Cherrie mendadak berlutut. Air mata berlomba menuruni pipinya. Dia mulai terisak dengan suara teramat menyayat."Saya bersalah sudah mengotori gaun Anda! Mohon ampuni saya, Lady!" jeritnya histeris."Tenanglah, Lady Searaby. Saya tidak marah," bisik Lady Neenash. "Kenapa Anda ketakutan dan berteriak? Kita akan jadi pusat perhatian–"Ucapan Lady Neenash terhenti. Dia menyadari tatapan sinis beberapa gadis bangsawan di toko kue. Bisikan-bisikan tak sedap mendengung samar. Namun, telinga sensitif Lady Neenash bisa mendengarnya dengan jelas."Ya ampun, bukankah hanya kotor sedikit? Kenapa Lady Esbuach harus semarah itu?""Tidakkah Lady Esbuach terlalu angkuh?""Mungkinkah Lady Esbuach masih kesal karena putra mahkota memperhatikan Lady Searaby di pesta semalam?"Lady Neenash menghela napas berat. Lady Cherrie ternyata tak sepolos kelihatannya. Dia bahkan sempat melihat sekelebat senyum tipis gadis itu. Lady Cherrie memang sengaja menjebaknya."Berdirilah, Lady Searaby! Jika Anda memang ingin meminta maaf, cukup lakukan dengan etika seorang bangsawan!" tegas Lady Neenash.Lady Cherrie semakin histeris. Suara tangisnya memicu kedatangan dua pria yang sedari tadi menunggu di luar. Sosok-sosok itu tak asing bagi Lady Neenash, yakni Duke Thalennant Reinnerd, salah seorang murid ayahnya dan putra mahkota yang sedang menyamar.Duke Thalennant dan Pangeran Seandock menghampiri Lady Cherrie. Mereka bergantian menghiburnya. Alhasil, sandiwara Lady Cherrie semakin menjadi-jadi. Lady Neenash mendadak mual melihat tingkah sok lemah gadis itu."Nona, bukankah Tuan Duke selalu bersikap dingin dan tak ramah ke sembarangan orang? Kenapa beliau begitu khawatir dengan Lady Searaby?" bisik Pheriana.Sebenarnya, Lady Neenash juga sedikit heran. Duke Thalennant sudah menjadi murid Marquess Arbeil sejak usia 10 tahun. Mereka cukup akrab seperti saudara kandung. Seperti yang dikatakan Pheriana, sang duke adalah sosok dingin terutama pada wanita kecuali dengan orang-orang terdekat.Meskipun heran, Lady Neenash tak ingin ambil pusing. Dia berpikir seorang duke dingin pun punya hak untuk jatuh cinta dan berubah menjadi hangat."Kebanyakan laki-laki memang mudah tersentuh dengan wanita lemah dan polos, Pheri," sahut Lady Neenash akhirnya. "Sudahlah, lebih baik kita pulang saja."Pheriana mengangguk. Mereka pun melangkah menuju pintu."Tunggu Neenash!" sergah Duke Thalennant.Lady Neenash menghentikan langkah dan berbalik dengan elegan. "Ada apa, Tuan Duke?""Bukankah kau berhutang permintaan maaf kepada Lady Cherrie?"Pheriana mengepalkan tangan. Jika tidak mengingat status dan kehebatan berpedang Duke Thalennant, dia pasti sudah menampar lelaki itu.Sementara itu, Lady Neenash tetap memasang raut wajah tenang. Dia mengalihkan pandangan pada putra mahkota yang sedang menyamar.Pemuda itu tampak memiliki pemikiran yang sama dengan Duke Thalennant. Namun, dia memilih diam. Mungkin sang putra mahkota bermaksud menyembunyikan identitas, padahal Lady Neenash sudah mengetahuinya."Saya tidak merasa memiliki salah pada Lady Searaby. Dia yang menabrak saya. Saya bahkan tak ambil pusing dan hendak pulang, tapi dia malah menangis histeris," jelas Lady Neenash."Tidak mungkin Lady Cherrie begitu ketakutan jika kamu tidak memarahinya!" sergah Duke Thalennant."Saya tidak meminta Anda untuk percaya. Saya hanya menjelaskan kebenarannya, " sahut Lady Neenash tenang.Duke Thalennant tiba-tiba menatap sendu. "Neenash, dulu kamu gadis baik hati, kenapa menjadi seperti ini? Apakah kamu cemburu karena perlakuan putra mahkota di pesta kemarin malam?"Lady Neenash menghela napas berat."Saya bahkan tidak keberatan jika putra mahkota ingin memiliki seratus selir sekalipun. Cukup jangan lakukan secara terang-terangan demi menjaga martabat!" tegasnya, lalu keluar dari toko bersama Pheriana.Dia tak peduli dengan panggilan kesal Duke Thalennant dan amarah putra mahkota.***Lady Neenash menghela napas berat. Suasana tak nyaman di pesta debutante Lady Cherrie terasa mencekiknya. Suara-suara sumbang yang saling berbisik membuat telinga menjadi panas."Lihatlah, Lady Esbuach hadir! Apa yang direncanakannya?""Apa dia akan menyakiti Lady Searaby lagi?""Dia pasti hendak menyombongkan diri. Lihatlah gaun mewah dan perhiasan yang berlebihan itu!"Akibat perbuatan Lady Cherrie, Lady Neenash yang dulu begitu dikagumi kini menjadi tokoh jahat. Tak hanya sekali Lady Cherrie membuat masalah dengannya. Entah bagaimana mereka juga sangat sering bertemu, seperti kebetulan yang disengaja.Sialnya, sebagian besar bangsawan yang berada di tempat kejadian selalu membela Lady Cherrie. Putri bungsu Count Searaby itu memang pandai bertingkah sebagai korban. Akibatnya, Lady Neenash terlihat seperti berbuat jahat.Rumor Lady Neenash menjadi wanita jahat tentu memancing amarah Marquess Arbeil, Sir Durio, dan Pangeran Sallac. Mereka bahkan hampir saja merencanakan pemberontakan. Namun, Lady Neenash mengancam akan membenci mereka jika berbuat macam-macam."Apa sebaiknya aku pulang lebih dulu saja?" gumam Lady Neenash lirih.Dia termenung sendiri. Lady Neenash tak menyadari Lady Cherrie mendekat ke arahnya. Anehnya, para tamu juga tak menyadari gerak-gerik Lady Cherrie.Begitu berada di belakang Lady Neenash, Lady Cherrie menyeringai. Dia mendadak menepuk pundak Lady Neenash dengan cukup keras. Tak ayal, Lady Neenash kaget dan refleks menepis, menyebabkan Lady Cherrie terdorong jatuh."Aduh!" jerit Lady Cherrie.Tamu pesta yang tadi tak memperhatikan kini menatap ke satu arah. Sorot-sorot mata menghakimi menodong Lady Neenash. Belum sempat dia membela diri, putra mahkota sudah menghampiri mereka dengan wajah merah padam."Kau baik-baik saja, Lady Cherrie?" tanya Pangeran Seandock cemas sembari menolong Lady Cherrie berdiri."Saya tidak apa-apa, Yang Mulia, hanya tergores sedikit," sahut Lady Cherrie berpura-pura tegar, tetapi sengaja memperlihatkan goresan di telapak tangannya.Putra mahkota seketika menatap tajam Lady Neenash. "Apa kau tak bisa menjadi lembut dan baik hati seperti Lady Cherrie, Neenash?" bentaknya. "Padahal aku berharap tunanganku bisa menjadi contoh bagi lady lain, bersikap lembut dan penyayang."Lady Neenash tersenyum pahit. "Dari dulu, saya sudah seperti ini. Bukankah saat melamar saya dulu, Anda mengatakan akan menerima kelebihan dan kekurangan saya?" sindirnya."Rasanya, aku menyesal melamarmu! Apakah lebih baik pertunangan kita diputuskan saja? Bagaimana, Neenash?" ancam Pangeran Seandock.Aula kediaman Count Searaby seketika menjadi hening. Berpuluh pasang mata memusatkan pandangan kepada Lady Neenash. Lady Cherrie tersenyum samar, tetapi tertutupi raut wajah pura-pura sedihnya.Setelah keheningan mencekik, Lady Neenash membuka mulut dan bergumam, "Saya ...."***"Anda tidak boleh berlaku kejam seperti ini, Yang Mulia!" seru Lady Cherrie tiba-tiba. Dia mengenggam tangan Pangeran Seandock. Sorot matanya tampak memelas. Sementara Lady Neenash yang ucapannya terpotong hanya menghela napas, sudah muak dengan sandiwara dramatis itu. "Yang Mulia ... Anda dan Lady Neenash sudah bersama sejak lama. Saya tak ingin menjadi penyebab hancurnya hubungan kalian," gumam Lady Cherrie dengan mata berkaca-kaca.Ucapanya itu mengundang banyak pujian dari para tamu. Lady yang berhati amat lembut begitulah pandangan para bangsawan. Sebaliknya, mereka menatap sinis dan mengecam Lady Neenash. Pangeran Seandock tiba-tiba menatap tajam Lady Neenash. "Bersama sejak lama pun tidak menjamin kita benar-benar mengenal seseorang," sindirnya. Lady Cherrie menggeleng dengan dramatis. "Jangan begitu, Yang Mulia. Anda akan melukai perasaan Lady Neenash–"Lady Neenash berdeham. Suara manja Lady Cherrie yang membuatnya mual juga terhenti. Tamu undangan semakin melirik penuh k
Pangeran Seandock menggeram. Dia mengepalkan tangan dan menggemeletukkan gigi. Mata elangnya menyorot tajam, seperti akan menerkam Lady Neenash. "Penjaga, tangkap seluruh anggota Keluarga Esbuach dan jebloskan ke penjara bawah tanah! Duke Reinnerd, siapkan pengadilan!" titah Pangeran Seandock. Duke Thalennant membungkukkan badan. "Siap dilaksanakan, Yang Mulia."Aula kuil suci menjadi riuh. Para tamu saling berbisik mencemooh Keluarga Esbuach. Sementara itu, beberapa kesatria bergerak maju dengan pedang terhunus. Marquess Arbeil dan Sir Durio tentu tak tinggal diam. Mereka melakukan perlawanan. Pertarungan pun tak terelakkan. Bunyi besi beradu memekakkan telinga. Wanita dan anak-anak menjerit panik. Kemampuan berpedang sang pahlawan perang tentu tak sebanding dengan kesatrian biasa. Para kesatria semakin kewalahan dan babak belur. Namun, Pangeran Seandock tiba-tiba mengangkat tangan kanan dan berseru, "Atas janji setia kepada keluarga kerajaan, Keluarga Esbuach tunduklah!"Cincin
Duar! Ledakan besar meninggalkan sisa-sisa jelaga, Panggung eksekusi kini tinggal puing-puing kehitaman berbau sangit. Para penonton berlarian tunggang langgang menyelamatkan diri dan berteriak panik.Adapun Duke Thalennant terlempar sejauh 100 langkah, menubruk dinding bangunan sebuah bar. Lengan kanannya menderita luka bakar yang cukup parah. Dia menggeram, bersusah payah menggenggam kembali gagang padang dengan tangan kiri."Sial*n! Siapa yang lancang menganggu jalannya eksekusi?" teriaknya lantang."Aku! Aku yang melakukannya!" balas suara lantang dari balik asap akibat ledakan.Duke Thalennant memicingkan mata. Asap hitam perlahan tersapu angin. Tak lama kemudian, tampaklah Pangeran Sallac. Dia tengah melayang di udara sembari menggendong Lady Neenash yang tak sadarkan diri.Rakyat yang tadi berlarian semakin panik. Reputasi buruk Pangeran Sallac tentu sudah menjadi rahasia umum. Orang-orang bahkan percaya rumor kutukan bahwa seseorang yang berani bertatapan dengan Pangeran Sall
Lady Neenash menghela napas. Meskipun berat, dia telah mengambil keputusan. Bayangan kepala ayah dan kakaknya yang menggelinding di genangan darah menggoreskan luka dan mengobarkan api dendam."Ya, Sallac. Aku setuju," ucapnya penuh keyakinan.Persetan dengan harga diri. Terakhir kali, Lady Neenash menjunjung tinggi harga diri, dia malah menerima penghinaan yang semakin menjadi-jadi. Lagi pula, Pangeran Sallac adalah cinta pertama dan terakhirnya, seseorang yang selalu dimimpikannya menjadi suami."Berbaringlah lagi di ranjang dan pejamkan matamu. Ini tidak akan lama," perintah Pangeran Sallac.Lady Neenash mengangguk pelan. Dia mengatur napas sejenak, sebelum melangkah ke tempat tidur. Setelah membaringkan badan, Lady Neenash memejamkan mata dengan jantung berdetak kencang.Lady Neenash mengepalkan tangan saat mendengar langkah kaki Pangeran Sallac mendekat. Dia mencengkeram sprei ketika merasa lelaki itu telah naik ke tempat tidur. Detik-detik berlalu bagaikan belenggu yang menjerat
"Aha! Itu dia!" seru Pangeran Sallac girang.Dia menatap tabung kaca di tangannya. Senyuman semringah tersungging di bibir seksi yang kemerahan. Lady Neenash memalingkan wajah karena tak kuat menahan pesona lelaki pujaan hati."Bisa-bisanya kau memikirkan cinta-cintaan setelah melewati berbagai hal buruk, Neenash! Ayah dan kakakmu bahkan mati dengan keji dan kau bertingkah tak tahu malu, sial*n!" umpat Lady Neenash dalam hati.Setelah perasaannya lebih terkontrol, dia kembali menatap Pangeran Sallac. "Kau menemukan celah untuk kabur?" tanyanya.Pangeran Sallac mengedipkan mata. "Tentu saja, Neenash. Ini akan seru!"Dia menjentikkan jari dengan wajah riang. Bibirnya komat-kamit merapal mantra. Tabung kaca berisi air mata berpendar kemerahan, lalu menjadi menyilaukan. Lady Neenash refleks memejamkan mata. "Buka matamu, Neenash! Lihatlah apa yang bisa dilakukan pemilik menara sihir yang jenius ini," celetuk Pangeran Sallac.Lady Neenash membuka mata dengan perasaan sedikit dongkol. Saat
Pangeran Sallac berhasil melakukan teleportasi dengan jarak yang cukup jauh dari menara sihir. Kini, mereka tengah berada di tengah-tengah hutan tropis. Pangeran Sallac tersenyum bangga akan kemampuannya. Namun, Lady Neenash mendelik tajam dengan rambut berantakan. "Sallac! Sial*n! Beritahu dulu kalau ingin melakukan teleportasi!" umpatnya.Dia memegangi dada yang masih berdebar kencang. Teleportasi secara mendadak sangat tidak baik untung kesehatan jantungnya. Bukannya merasa bersalah, Pangeran Sallac malah menyeringai nakal."Berhentilah tersenyum menyebalkan seperti itu atau kurobek mulutmu!" ancam Lady Neenash."Lady Esbuach yang penuh tata krama kenapa jadi bar-bar seperti ini," goda Pangeran Sallac."Tata Krama sial*n itu pada akhirnya tidak berguna untuk menyelamatkan ayah dan kakakku," lirih Lady Neenash dengan tatapan sendu.Suasana mendadak suram. Lady Neenash mengepalkan tangan dan menggigit bibir. Pangeran Sallac merasa menyesal sudah bertingkah keterlaluan. Dia menepuk b
Pangeran Sallac menggeram. Dia melepaskan panah-panah api pada akar tanaman merambat. Sekali dua kali usahanya tak membuahkan hasil."Sial!"Tak peduli akan terlacak alat sihir, Pangeran Sallac menggunakan sihir api yang lebih kuat. Suara erangan yang mengerikan memekakkan telinga. Tanaman merambat itu benar-benar seperti makhluk hidup.Tanaman merambat terlihat gusar. Sulur-sulur berdurinya mencoba menghantam Pangeran Sallac. Namun, sang pangeran bukanlah tandingannya. Hanya satu serangan kuat, akar tanaman merambat hangus tak bersisa.Perlahan, sulur yang membelit tubuh Lady Neenash terlepas. Gadis itu hampir mengempas tanah. Beruntung, Pangeran Sallac cepat menangkapnya."Bertahanlah, Neenash," bisik Pangeran Sallac.Dia cepat mengeluarkan ramuan penyembuh luka dan meminumkannya ke mulut Lady Neenash. Ramuan tak bisa masuk karena Lady Neenash tengah pingsan. Pangeran Sallac terpaksa menggunakan sihir lagi agar cairan cokelat beraroma kuat itu bisa terdorong masuk ke kerongkongan."
Dua pendeta senior kini sudah berdiri di hadapan Pangeran Sallac. Mereka menatap lekat dari ujung rambut hingga ujung kaki. Sorot mata penuh kecurigaan dan meremehkan menodong.Pangeran Sallac masih menunduk takzim. Dia mendadak menjadi taat dan berdoa dengan sungguh-sungguh agar tak dikenali sebagai penyusup. Meskipun dua pendeta senior itu masih bisa dihadapi, Pangeran Sallac tak ingin membuat keributan dan membuang waktu.Pendeta senior bertubuh gempal mengelus dagu dan bergumam, "Kamu bukan pendeta di kuil ini. Jangan-jangan kamu ....""Saya pendeta yang baru dipindahkan ke sini," sahut Pangeran Sallac cepat."Ada pendeta pindahan?" Pendeta senior kurus tinggi mengerutkan kening beberapa saat, lalu berseru, "ah! Apa kamu Louvi Galathea?""Iya, Senior. Saya Louvi Galathea. Salam kepada senior sekalian. Semoga karunia Dewi Asteriella memberkati kita semua," sapa Pangeran Sallac sesopan mungkin."Salam. Semoga karunia Dewi Asteriella memberkati kita semua," balas dua pendeta senior i