"Kenapa kamu bisa bertindak bodoh seperti ini!" tegur lelaki gemulai itu dengan suara yang nge-bass.
Amber yang tadinya ingin memejamkan mata, langsung menegakkan tubuhnya. Menatap tajam lelaki yang sudah membersamainya selama dia menjadi model, bahkan sebelum Amber menjadi terkenal seperti saat ini.
"Hei! Kamu mengabaikanku!" Ketus Davi.
"Sudahlah, aku ingin istirahat. Lebih baik kamu keluar dari sini dan mencari pekerjaan baru, karena aku akan sangat lama di sini!" Amber mengusir salah satu asisten yang sangat royal padanya. "Oya, sampaikan juga hal ini pada Olivia, agar segera mencari pekerjaan baru! Aku tidak ingin kalian menjadi miskin karena bertahan dengan pekerjaan yang entah kapan akan dimulai lagi." Amber berkata dengan sangat ketus.
Lelaki gemulai yang ada di hadapan Amber hanya berdecih menahan kekesalannya, tidak menyangka, jika Amber akan mengalah dengan sangat mudahnya, atau dia hanya sedang kesal saja.
"Kamu bukanlah Amber yang aku kenal!" Suara Davi berubah menjadi tegas dan tidak seperti lelaki gemulai.
Amber sempat membulatkan matanya tidak percaya, jika lelaki yang dia kenal bernama Devi itu menjadi tegas dan bersuara berat, sudah dua kali dia mendengar dan meliat Davi berkelakuan berbeda dari biasanya. Menyadari kesalahannya, Davi berdeham dan membenarkan posisi duduknya. Mengusap wajanya dengan gaya yang khas, dan menghela napas panjang.
"Jika kamu berubah menjadi lelaki normal, pasti aku akan langsung jatuh cinta padamu!" ujar Amber dengan mata berbinar, hanya dibalas dengan suara decak kesal oleh Davi.
Tanpa disadari oleh Davi dan Amber, Bintang memandang lelaki itu dengan tatapan memuja. Seumur hidupnya, baru kali ini merasakan debaran jantung yang teramat kencang, saat melihat seorang lelaki. Perlahan, Bintang mendekati Davi dan menyentuh tubuh Davi dengan menggunakan ujung jari telunjuknya.
"Hei, apa yang kamu lakukan?" tanya Davi dengan suara yang dibuat segemulai mungkin, agar Bintang menjadi ilfil padanya.
"Kamu tampan." Aku Bintang, dengan tatapan yang masih sama, tanpa memedulikan Davi yang berubah gemulai lagi.
Amber berdecih, saat melihat Bintang yang memandangi Asistennya. Tidak menyangka, ada wanita polos yang menyukai lelaki gemulai seperti Davi. Apa mungkin kharisma seorang Davi memancar di tempat seperti ini. Entahlah!
Davi menggeser tubuh Bintang, agar menjauh darinya dan duduk di dekat Amber, memeluk Amber seolah-olah meminta pertolongan. Sedangkan Amber hanya bisa mendesah kesal, karena kelakuan Davi yang muali absurd lagi.
"Aku rindu padamu, tapi malah mendapatimu di tempat seperti ini. Oliv sedang membereskan masalah yang terjadi karena kasus ini. Kami akan memastikan agar kamu segera keluar dari tempat kumuh ini!" ucap Davi sambil memeluk Amber seperti seorang kakak yang sedang melindungi adiknya, meski dirinya gemulai.
"Sudahlah, aku ingin di sini dulu. Kamu dan Oliv bisa mencari pekerjaan baru, agar selalu produktif dan menghasilkan pundi-pundi!" Amber langsung menolak apa yang akan dilakukan Oliv dan Davi.
Tidak berapa lama, beberapa petugas masuk dan membawa makanan yang tadi di pesan oleh Davi untuk Amber dan beberapa orang tahanan yang ada di sekitar Amber. Lelaki gemulai itu berharap, jika para narapidana akan memperlakukan Amber dengan baik.
"Pergilah!" Amber kembali mengusir Davi, dan lelaki itu hanya bisa bedecih saja.
"Makanlah, sebentar lagi aku akan pergi!" balas Davi dengan suara berat.
Benar saja, setelah makanan dibagiakan, sipir mengatakan jika waktu yang dimiliki oleh Davi sudah habis dan meminta lelaki gemulai itu untuk segera pergi.
"Aku tunggu keputusanmu secepatnya!" ujar Davi sambil berlalu.
Amber menghela napas panjang dan kembali merebahkan tubuhnya yang masih terasa lemas, sedangkan Bintang mulai merayu wanita yang dia kagumi untuk makan. Namun, Amber menolaknya dengan tegas, membuat Bintang merasa sangat kecewa.
-
"Nyonya Amber, Tuan Charles ingin mengunjungi anda!" ujar sipir yang menghampiri sel Amber.
Amber berdecak dan mendekati sipir itu, "Sudah berapa kali saya mengatakan, jika saya tidak akan pernah mau menemuinya sampai nanti saya dibebaskan!"
Sipir penjara hanya bisa menghela napas panjang, karena ini kesekian kalinya Amber menolak kunjungan dari suaminya sendiri dan hal itu membuat Charles emosi pada polisi yang bertugas di sana.
"Sebaiknya anda menemuinya, Nyonya! Karena suami anda akan melakukan hal-hal bodoh saat anda kembali menolaknya," saran sipir penjara yang jengah dengan kelakuan Charles.
"Tidak!" tolak Amber dengan raut wajah yang tegas.
Amber kembali melakukan kegiatan yang sudah biasa dia lakukan selama hampir satu bulan lamanya, tidak mengindahkan sipir penjara yang menatapnya dengan tatapan memohon. Meski di penjara, pamor Amber tidak serta merta ilang begitu saja. Walau pun Amer sudah berusaha hidup seperti nara pidana lainnya.
"Nona yakin tidak ingin bertemu dengan suami tampan, Nona?" tanya Bintang yang belum mengetahui apa yang menjadi masalah Amber dan suaminya, sehingga dirinya mendekam di balik jeruji.
"Kamu masih muda untuk mengetahui permasalahan yang cukup rumit!" ujar Amber yang enggan menanggapi keingintahuan Bintang.
Bintang, gadis desa yang terpaksa mendekam di bui, karena tidak sengaja membunuh ayah tirinya yang berusaha merebut kesuciannya. Tidak ada yang bisa menolongnya, bahkan ibu kandungnya menuduh Bintang yang merayu suaminya. Untung tak dapat diraih, malang tidak dapat di tolak. Begitulah nasib Bintang.
"Nona, kenapa kamu tidak ingin bebas?" tanya Bintang dan Amber hanya diam dan acuh. "Jika aku yang ada di posisimu, tidak akan menyia-nyiakan hal itu! Kita bisa membenahi dunia kita, agar lebih baik dan juga sesuai dengan yang ada dipikiran kita!" Kali ini Amber memandang Bintang, ucapan gadis itu sepertinya membuat dirinya harus berpikir ulang untuk tetap mendekam di balik jeruji yang tinggi.
"Apa yang ingin kamu lakukan, saat bebas nanti?" Amber malah bertanya tanpa ada niat menjawab pertanyaan Bintang.
Bintang hanya bisa menundukkan kepalanya, dia tidak akan bisa keluar dari penjara ini. Hukuman yang dia dapatkan adalah seumur hidup, karena semua bukti memberatkannya, termasuk kesaksian ibu kandungnya.
"Jika nanti aku keluar dari tempat ini, maka kamu akan aku bawa pulang dan aku yang akan mengubah kehidupanmu jauh lebih baik!" Amber secara tidak langsung memberikan janjinya pada Bintang.
Hanya Bintang yang selalu menempel pada Amber, wanita itu merasa memiliki seorang saudara yang selalu berada di sisinya. Sedangkan tiga napi yang lainnya hanya sekedar menyapa dan membantu Amber jika ada kesulitan.
"Maka terimalah tawaran banding dari suamimu, Nona!" saran Bintang.
"Tidak! Aku menunggu bukti yang kongkrit," bisik Amber, karena Amber merasa ada seseorang yang sedang mengawasinya di dalam penjara ini. "Jangan berani-beraninya, membocorkan apapun yang sudah aku katakan padamu!" imbuh Amber dan Bintang mengangguk patuh.
Amber tahu, kasusnya akan berat. Bukan hanya soal penganiayaan, tapi penggelapan dana dan lainnya yang telah dimanipulasi oleh orang yang tidak suka dengannya. Amber merasa ada campur tangan Citra, yang akan menyulitkannya.
"Kenapa?" tanya Amber yang mendengar ada keraguan pada pernyataan Olive."Ehtahlah, aku meragukan dia!"Amber menatap olive yang diam dan beberapa kali menghela napas panjang, Amber yakin ada sesuatu yang dia ketahui, tapi belum pasti kebenarannya. Amber tahu betul karakter Olive. Gadis itu akan melindungi dirinya dengan segala apa yang dia ketahui, hanya saja terkadang Amber mengabaikan peringatan itu."Kenapa begitu?" selidik Amber."Sudah kubilang, entahlah. Ada sesuatu yang dia sembunyikan!" Olive menjawab dengan nada rendah, seakan dia pun ragu dengan apa yang dia ucapkan.Melihat Olive yang kembali menghela napas, Amber tertawa terbahak-bahak, sampai melupakan rasa sakit bekas jahitan yang masih belum kering. Sedangkan Olive, diam mematung mendengar suara tawa Amber yang menggelegar di dalam ruangan. Gadis itu masih belum bisa membaca kepribadian atasannya itu, ada kalanya Amber bersikap lembut dan bersahaja, Ada kalanya dia seperti monster yang berbahaya pun ada kalanya wanita i
Olive memandangi wajah Amber yang masih terlelap akibat bius, wanita itu tersenyum, lalu mengusap wajah ayu atasannya. Setitik air mata jatuh, tidak menyangka, jika wanita yang dia dampingi sejak bertahun-tahun lalu, bisa kalah hanya karena persoalan lelaki, maka pemikirannya untuk tidak meikah sudah tepat."Kenapa kamu membiarkan dia menanggung semuanya sendiri?" tanya Olive pada lelaki kekar di sampingnya."Belum saatnya dia mengetahui semuanya, jika aku sudah menemukan siapa dibalik semua kekacauan yang terjadi pada keluargaku, maka aku akan memluknya dengan sangat erat dan menjaganya tanpa ada keraguan!" jawab lelaki ityu dengan senyum mengembang, sayangnya sudut matanya sudah menggenang cairan bening. "Baiklah, aku harus pergi!""Dia membutuhkanmu!" Tekan Olive.Namun, lelaki itu berlalu begitu saja dengan menggengam lukanya sendiri. Dia yakin, wanita yang sedang terbaring itu tidaklah lemah. Kekuatan hatinya lebih dari yang dilihat orang lain, begitulah yang dia saksiakn selama
Beberapa wanita berseragam, dengan wajah tegas dan sorot mata tajam, menatap ke sekitar. Mimik wajah mereka sangat kentara menyimpan kekesalan. Namun, karena tugas, mereka harus bisa mengendalikan perasaan. Baru saja, salah satu wanita berseragam itu hendak berbicara, beberapa napi sudah mendahuluinya."Biarkan saja wanita itu mendapatkan balasan yang setimpal dengan apa yang sudah dia perbuat!" teriak napi di sel depan."Iya, setidaknya dia akan berpikir lagi untuk melakukan hal buruk dikemudian hari!" timpal yang lain."Ah, paling juga uang yang akan berbicara!" celetuk seseorang yang sudah paham dengan hukum yang ada di negara ini."Amplop coklatnya pasti berukuran tebal!" imbuh yang lain dan disambut tawa banyak napi.Semakin lama, semakin banyak celetukkan yang membuat wanita-wanita berseragam itu menghela napas panjang. Salah satu dari mereka menampakan kekesalannya hampir memuncak, meskipun itu adalah fakta yang terjadi di lapangan dan sudah menjadi rahasia umun, tapi masih saj
Citra diseret keluar ruangan, hal itu tentu menarik perhatian para pengunjung dan juga para pekerja yang bekerja di rumah sakit."Berulang kali mereka mempermalukan aku! Apa kurangnya aku?" gumam Citra, wanita itu belum juga menyadari kesalahan yang di buatnya Sungguh ironis.Wanita itu menundukkan pandangannya, apalagi saat mendengar bisik-bisik yang dilontarkan untuknya. Bukan hanya bisikan, bahkan ada yang berteriak padanya.Sedangkan di ruangan, Charles mengalami luka serius dan Amber harus mendapatkan perawatan akibat luka yang dia derita. Kejadian yang hampir sama terulang, tetapi berbeda keadaannya."Lukamu terlalu dalam dan banyak!" keluh Olive pada Amber yang tersenyum, saat akan dibawa ke ruang IGD."Tenanglah, sakit ini belum seberapa. Jejak kedua orang tuaku hilang, tentu membuat luka yang dalam di sini!" Amber menunjuk dadanya, pandangannya kosong menatap langit-langit lorong rumah sakit.Olive hanya bisa menghela napas panjang dan segera menghubungi Defi, untuk membantuny
"Lepaskan!" Citra kembali memberontak."Diamlah!" bentak salah satu bodyguard.Dengan santai, dua orang itu melepaskan tangan Citra dan duduk di sisi ranjang. Mereka belum beranjak dari kamar Citra, menunggu instruksi selanjutnya.Amber menuju ke kamar rawat di mana Charles sedang terbaring lemas, Olive memastikan lagi, apakah Amber benar-benar akan bermesraan dengan lelaki bejat itu, meski status mereka masih suami istri. Setelah mendengar jawaban Amber, Olive menyingkir, mempersiapkan semua yang sudah dijelaskan Amber sebelumnya.Pintu dibuka, Charles yang termenung langsung menoleh. Melihat istrinya datang dengan gaun hitam sexy yang menggoda, membuat lelaki buaya itu tersenyum merekah. Dia berpikir, ada untungnya kecelakaan yang dia alami. Lelaki dengan senyum tipis itu langsung merentangkan tangannya, menyambut Amber masuk ke dalam pelukannya. Tanpa kata, Amber langsung menyambut pelukan suaminya. Tentunya dengan sedikit sentuhan menggoda."Aku merindukanmu," bisik Amber.Charles
"Tidak, anakku tidak akan mati hanya karena hal seperti ini!" pekik Citra.Amber yang tadinya mau mencari dokumen miliknya, malah mendapati pemandangan yang di luar perkiraannya. Citra sedang terduduk menahan kesakitan dan ada darah segar di lantai. Amber sungguh tidak peduli, dia masuk dan mengabaikan keadaan Citra. Meski hatinya ingin sekali menolong anak yang ada dikandungannya, dia berpikir anak yang belum lahir itu tidaklah bersalah. Perbuatan bejat ibunyalah yang membuat dia ikut bersalah. Namun,tubuhnya menolak keinginanya."Apa kamu enggak kasihan melihat istrimu?" ejek Amber. "Jangan sampai kamu kehilangan bayi yang kamu idam-idamkan!"imbuhnya.Amber langsung menuju meja, dan menarik laci, mengambil berkas yang dia cari. Kontrak dengan perusahaan Dirjaya. Charles hanya melirik, kemudian memeluk Amber di depan Citra yang sedang menahan kesakitannya. "Mas! Aku pendarahan!" pekik Citra dengan menahan sakit dan rasa kesal yang luar biasa.Wanita itu tidak habis pikir, bagaimana b