Share

Bab 117

Penulis: perdy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-23 21:58:55

Alarm berbunyi tapi Galan sudah terjaga sejam sebelumnya, menatap langit-langit dengan mata yang sembab. Insomnia sudah menjadi teman setianya selama seminggu terakhir. Setiap kali dia mencoba tidur, angka-angka kerugian dan nama "Nayla" berputar di kepalanya seperti mantra yang menyiksa.

Phone-nya berdering dengan notifikasi berita alert. Dengan enggan, dia membuka aplikasi berita bisnis—ritual masokis yang sudah menjadi rutinitas paginya.

HEADLINE UTAMA - JAKARTA BUSINESS HARI INI: "Krisis di GalanCorp: Investor Utama Tarik Dana dari Proyek Flagship"

"Mahardika Strategic Solutions Raih Kontrak Rp 15 Miliar dari Konsorsium yang Tinggalkan GalanCorp"

"Analis Pasar: 'Perpindahan Tenaga Listrik di Industri Tech Indonesia'"

Galan melemparkan phone-nya ke dinding. Layar retak, tapi dia masih bisa membaca preview artikel yang membuat perutnya mual.

Ruang rapat direksi GalanCorp terasa seperti ruang pemakaman. Anggota dewan duduk dengan wajah yang muram, kerugian portofolio terbuka di hadap
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 206

    Taman Menteng Central Park, pukul tujuh malam. Lampu-lampu mulai menyala, memantulkan cahaya ke daun-daun yang sebagian telah menguning. Udara malam terasa ringan, membawa aroma rumput basah dan sedikit wangi bunga dari sudut taman. Suara gemericik air mancur berpadu dengan tawa anak-anak di playground, walau perlahan mulai berkurang seiring matahari sepenuhnya tenggelam.Nayla duduk di bangku kayu menghadap kolam kecil. Blazer abu-abu yang ia pakai sejak meeting tadi masih melekat, tapi bahunya kini lebih rileks. Tangannya terlipat di pangkuan, matanya tak lepas dari riak air di permukaan kolam.Dari arah parkiran, Arvino muncul. Ia membawa dua cup kopi kertas, aroma espresso tercium samar di udara dingin. Langkahnya pelan, seolah mempertimbangkan setiap jarak yang ia tempuh.“Latte, extra shot,” ucapnya sambil menyodorkan salah satu cup begitu tiba di bangku itu. Ia duduk di ujung yang lain—cukup dekat untuk berbicara, tapi tidak sampai menyi

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 205

    Lantai dua puluh delapan, Andara Corporate Center.Ruang rapat utama terbentang megah, dinding kacanya menjulang dari lantai hingga langit-langit, memamerkan pemandangan skyline Jakarta yang berkilau di bawah cahaya sore.Di ujung meja panjang dari kayu mahoni mengilap, Nayla duduk tegak. Blazer abu-abu dengan potongan tegas membingkai sosoknya yang memang sudah memancarkan wibawa alami.Di sekelilingnya, lima anggota tim legal dan strategi perusahaan sudah siap. Di antara mereka, David Kusuma, kepala divisi legal, duduk paling dekat. Lelaki empat puluhan itu mengenakan kacamata berbingkai titanium dan membawa setumpuk dokumen tebal. Di sampingnya, Ratna Sari, direktur strategi bisnis, dengan rambut bob rapi dan laptop yang sudah terbuka.David memecah keheningan. Suaranya terdengar profesional, namun ada nada akrab setelah enam tahun bekerja bersama Nayla.“Nay, kami sudah analisis situasi PT Galan Mitra Solusi. Kesempatan sepert

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 204

    Studio TV One lantai 12. Lampu sorot terang menyilaukan mata, kamera berjejer menghadap meja wawancara berlapis kain burgundy. Galan duduk berhadapan dengan Anita Sari, presenter senior berusia 45 tahun yang dikenal tajam dalam wawancara investigatif. Di telinganya, earpiece kecil mengeluarkan suara produser yang memberi instruksi: "Live dalam 3... 2... 1..."Lampu "ON AIR" menyala merah."Selamat malam, pemirsa," Anita menatap kamera dengan mata tajam, "malam ini, dalam program eksklusif 'Behind The Truth', kami hadirkan langsung Galan Dwipura, pengusaha yang tengah menjadi sorotan publik akibat kasus korupsi yang melibatkan perusahaannya."Kamera beralih ke Galan. Ia mengenakan kemeja putih sederhana—sangat berbeda dari setelan mahal yang biasa ia pakai. Wajahnya kurus, mata agak cekung, tapi sorot matanya masih menunjukkan determinasi."Terima kasih, Bu Anita, karena memberikan kesempatan untuk berbicara," kata Galan dengan suara

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 203

    Ruang interogasi Gedung KPK lantai tiga. Dinding putih bersih, meja kayu sederhana, dua kursi berhadapan. Alya duduk dengan tangan terlipat di atas meja, blazer merah marunnya sedikit kusut setelah lima jam pemeriksaan. Matanya bengkak, tidak dari menangis—tapi dari kurang tidur dan stress berkepanjangan.Di seberangnya, Penyidik Hartono membuka berkas tebal, wajahnya datar dan profesional. Di samping kiri, kamera perekam menyala dengan lampu merah kecil yang berkedip."Ibu Alya Sari," suara Hartono tenang tapi tegas, "kami punya bukti transfer dana sebesar 2,3 miliar rupiah dari rekening perusahaan ke rekening pribadi Anda. Pada tanggal 15 Maret 2024. Bagaimana penjelasannya?"Alya mengangkat kepala, menatap Hartono dengan mata yang mulai berkilat marah. "Itu fee konsultansi. Legal.""Fee konsultansi untuk apa, Bu?""Strategi bisnis. Networking. Saya yang menghubungkan PT Galan dengan investor-investor besar." Suara Alya mul

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 202

    Sore itu, Jakarta diselimuti hujan yang turun tanpa jeda. Langit kelabu menggantung rendah, seolah ikut memikul beban yang tak terlihat. Di rumah bergaya minimalis milik Nayla di Kemang, suasana begitu sunyi, hanya ditemani suara rintik hujan yang menghantam genteng dan dedaunan.Nayla duduk menyandar di sofa abu-abu di ruang tengah, mengenakan sweater hangat dan celana katun longgar. Secangkir teh chamomile mengepul pelan di meja depannya, aroma menenangkan memenuhi udara. Matanya menatap ke luar jendela besar, melihat taman belakang yang basah kuyup. Tapi pikirannya melayang ke tempat lain—ke masa lalu, ke luka yang tak sepenuhnya sembuh, ke nama yang kini kembali jadi headline.Ting-tong. Ting-tong.Bel rumah berbunyi dua kali. Pelan tapi cukup untuk memecah lamunan. Nayla tak bereaksi. Ia tahu siapa yang datang.Beberapa detik kemudian, suara Sari terdengar dari arah pintu depan."Bu Nayla, Pak Arvino datang."Nayla tidak segera menj

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 201

    Pukul sepuluh pagi. Ruang redaksi Jakarta Tribune dipenuhi hiruk-pikuk yang lebih liar dari biasanya. Telepon berdering tak henti, suara keyboard mengetik cepat bersahutan, dan layar-layar monitor di seluruh ruangan menampilkan trending topic yang sama:#GalanGate#KejatuhanPendakiSosial#NaylaTheRealQueenDinda Maharani, jurnalis investigasi senior berusia 35 tahun, duduk di mejanya yang seperti kapal karam—penuh kertas, foto-foto lama, dan cangkir kopi bekas. Matanya sembab, wajahnya lelah. Ia belum tidur sejak berita penggeledahan KPK tadi malam.Di depannya, layar laptop menampilkan draft artikel yang sudah ia tulis ulang tiga kali. Tangannya kembali menari di atas keyboard saat sebuah suara parau menyapanya dari belakang.“Din, artikel Galan udah siap?”Eko, pemimpin redaksi merangkap perokok berat, menyipitkan mata ke arah layarnya.“Hampir,” jawab Dinda tanpa menoleh. “Aku baru dapat sumber

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status