Home / Rumah Tangga / Balas Dendam Seorang Istri / Bab 3 – Lelaki yang Terlambat Menyesal

Share

Bab 3 – Lelaki yang Terlambat Menyesal

Author: faafa
last update Last Updated: 2025-05-21 08:50:22

Langit perlahan mulai gelap saat Reyhan memandangi jendela kantornya. Dari lantai paling atas gedung Reyhan Group, lampu-lampu kota terlihat seperti bintang yang jatuh dan yang tebarang ke bumi... terlihat cantik, tapi tak pernah benar-benar bisa disentuh. Seperti Nayla. Ya, Nayla yang sekarang.

Nama itu terus bergema di kepalanya. Suara, wajah, dan sorot mata yang menatapnya pagi tadi…sangat terekam jelas dipikirannya dan tak bisa ia hilangkan. Sorot itu menusuk jauh ke tempat yang sulit dan bahkan tak pernah bisa jangkau.

Nayla.

Wanita yang pernah ia cintai atau… masih ia cintai? Reyhan sendiri mulai bingung dengan perasaannya sekarang. Kenapa harus sekarang?

Ia duduk di kursi kerja yang entah kenapa malam ini terasa terlalu dingin padahal tidak ada celah untuk angin malam masuk. Di atas meja, proposal yang tadi diserahkan Nayla terbuka begitu saja. Data-data tersusun rapi, presentasi tajam, logika keuangan yang presisi. Tidak ada celah untuk mengatakan dia wanita lemah.

“Dia berubah,” gumamnya lirih. “Bukan cuma penampilannya. Tapi auranya… caranya berjalan… caranya bicara, itu semua sudah tak ku kenali lagi”

Dulu, Nayla selalu lembut. Bahkan saat Reyhan mulai menjauh, mulai bersikap dingin, Nayla tetap mencoba bertahan. Wanita itu menangis dalam diam. Memeluknya meski ia membeku. Mencintai meski ia tak lagi memberi ruang.

Dan kini, Nayla kembali—bukan untuk merebut hatinya, tapi justru seakan menunjukkan bahwa ia sudah tak butuh Reyhan lagi.

Reyhan menenggak kopinya yang sudah dingin. Pahit. Sama seperti rasa bersalah yang mulai mengendap perlahan di hatinya, entah ini perasaan sesaat karena sekian lama baru bertemu kembali atau kah... entahlah. Ia menatap layar ponsel. Sudah beberapa kali ia membuka kontak lama Nayla, tapi nama itu sudah tak ada. Bahkan akun media sosial Nayla pun lenyap seolah wanita itu menghapus seluruh jejak masa lalu tanpa tersisa.

“Kenapa perasaan ini baru muncul? Rasa inii seperti.. rasa kehilangan?”

“Padahal aku yang memilih pergi…”

Pilihannya pada Rania… mendadak terasa samar. Rania yang ceria, enerjik, dan penuh kejutan, tiba-tiba terasa bising. Sejak pertemuan tadi, segala hal yang dulu terlihat indah, kini tampak seperti ilusi. Sedasyat itu pengaruh Nayla .

Rania tak tahu Nayla muncul hari ini. Dan Reyhan belum tahu bagaimana ia akan menjelaskan itu jika saatnya tiba. Perlahan ia mulai bimbang dengan perasaannya.

Suara ketukan pintu membuat Reyhan tersentak. Sekretarisnya muncul, membawa dokumen, lalu berkata pelan,

“Pak, kalau tidak keberatan… Bu Nayla menjadwalkan meeting lanjutan minggu depan.”

Reyhan mengangguk singkat. Tapi pikirannya jauh.

Meeting lanjutan? Berarti ia harus bertemu Nayla lagi. Harus duduk berhadapan lagi dengan wanita yang dulu ia hancurkan… dan kini justru membuatnya merasa kecil.

“Apa ini balas dendam, Nayla?”

“Atau kau benar-benar sudah tak peduli?”

Pertanyaan itu menggema di benaknya. Tapi Reyhan tahu satu hal—untuk pertama kalinya sejak memutuskan memilih Rania, ia merasa ragu.

Dan rasa ragu itu... adalah awal dari kehancuran yang mungkin sudah Nayla rancang.

* * *

Denting jam dinding terdengar jelas di ruangan Reyhan yang kini sepi. Tak ada rapat, tak ada suara Rania yang cerewet, tak ada suara apa pun kecuali detak waktu dan ingatan yang mulai menerobos masuk tanpa izin.

Tiga tahun lalu...

Hari hujan. Hujan yang sama seperti malam ini.

Reyhan pulang terlambat. Tubuhnya lelah, kepalanya penuh angka dan negosiasi. Tapi begitu membuka pintu rumah, aroma masakan rumahan langsung menyambutnya.

“Kamu belum makan, kan?” suara Nayla menyambut dari dapur.

Ia berdiri dengan celemek yang basah karena cipratan kuah sup, rambutnya dikuncir asal, dan wajahnya penuh senyum. Tidak ada raut lelah di wwajahnya.

“Aku masak sop kesukaanmu. Ada tahu isi juga, kamu sempat nyebut itu kemarin.”

Reyhan hanya mengangguk. Ia duduk di meja makan, menatap makanan yang tersaji, lalu menatap istrinya. Wanita itu selalu ingat hal-hal kecil, selalu peduli, bahkan saat ia sudah jarang memeluknya.

“Capek banget hari ini?” tanya Nayla sambil duduk di sebelahnya.

Reyhan tak langsung menjawab. Ia hanya mengambil sendok, lalu mulai makan. Dan meski ia tidak bilang, hatinya merasa sedikit lebih tenang. Karena Nayla. Dia selalu bisa membuat ku merasa nyaman dan benar-benar di hargai.

Tapi seiring berjalannya waktu, ia mulai kehilangan rasa, semuanya terasa hampa. Bukan karena Nayla berubah. Tapi karena Reyhan yang mulai menutup mata pada semua perhatian kecil itu, ia seolah menutup mata aka semua itu.

Ia mulai melihat Nayla sebagai “bagian rumah” semata. Seseorang yang akan selalu ada. Seseorang yang tidak akan pergi. Dan saat itu, Rania datang membawa warna lain, hal baru, pujian yang membuatnya merasa hebat. Ego Reyhan mengira itu cinta. Dan Nayla… jadi korban.

“Apa selama bersama ku, kamu bahagia waktu itu, Nay?” bisik Reyhan dalam hati, kembali menatap langit malam dari jendela kantornya, ia terus menerawang ke depan.

Ia tahu jawabannya. Nayla tak pernah benar-benar berhenti mencintainya. Tapi ia juga tak pernah diberi ruang untuk bertumbuh. Ia terlalu sering menahan, terlalu sering mengalah, sampai akhirnya ia kehabisan tenaga.

Dan malam itu, saat Nayla memergoki perselingkuhannya… Reyhan melihat sesuatu yang mati di mata wanita itu. Cinta.

Yang tersisa hanya luka, dan luka itu kini tumbuh menjadi ketegasan yang dingin.

Reyhan menyandarkan tubuhnya ke kursi. Rasa sesak di dada mulai menjadi beban nyata. Bukan karena dia kehilangan Nayla tapi karena perlahan ia mulai menyadari… mungkin ia tidak pantas memilikinya lagi.

Dan saat ketidakpastian tumbuh di dalam dirinya, ia tahu:

Nayla telah berubah.

Dan dirinya telah terlalu terlambat.

* * *

Perlahan Reyhan membuka laptopnya. Jari-jarinya mengetik dengan cepat, mencoba mencari informasi terbaru tentang Nayla. Namun semuanya nihil. Tidak ada jejak, tidak ada foto, tidak ada media sosial. Seolah wanita itu menghilang dari dunia dan baru muncul kembali hari ini, sebagai sosok baru yang jauh lebih kuat.

“Apa selama ini dia memang merencanakan untuk kembali?”

“Untuk membuatku merasa seperti ini?” pikirnya mulai merasa resah.

Reyhan menggertakkan rahangnya. Ada rasa tak nyaman yang mengendap di dada. Dan ketika ia membuka file jadwal perusahaan untuk minggu depan, matanya menangkap sebuah nama:

"Meeting: Nayla Rahmadani x Arsen Prasetya – RevTech Indonesia"

Alis Reyhan mengerut.

Arsen. Pria muda, kompeten, dan berdasarkan kabar terakhir dari timnya tampaknya cukup akrab dengan Nayla di proyek sebelumnya. Akrab… atau lebih?

Sesuatu mulai menggelitik egonya. Bukan sekadar penasaran. Tapi cemburu.

Perasaan yang dulu tak pernah muncul, bahkan saat ia memutuskan meninggalkan Nayla. Kini tumbuh liar, tak terkendali.

“Apa dia sedang dekat dengan pria itu?”

“Apa Nayla… sudah melupakan aku sepenuhnya?” “tidak mungkin”. Ia mulai menyangkalnya, hatinya benar-benar tidak menerimanya.

Reyhan memejamkan mata. Kepalanya berdenyut.

Pertemuan singkat itu mengguncang fondasi yang selama ini ia anggap kuat. Rania, pekerjaannya, keputusannya semua mendadak terasa rapuh.

Dan yang paling menyakitkan,

ia mulai takut… Nayla benar-benar bisa bahagia tanpa dirinya.

* * *

Hello, terimakasih sudah membaca

aku harap kalian menyukainya💋

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Balas Dendam Seorang Istri    46 – Api dalam Sekam

    Langit sore terlihat kelabu ketika Reyhan memarkir mobilnya di pelataran rumah sakit. Suasana di luar tenang, tapi pikirannya justru sebaliknya. Selama dua hari terakhir, firasat buruk terus mengusiknya. Bukan tentang Nayla, tapi tentang sesuatu yang belum bisa ia pahami sepenuhnya. Atau mungkin... tentang seseorang.Ia menuruni tangga menuju taman belakang tempat biasa Nayla duduk saat istirahat. Namun kali ini, tak ada sosok wanita itu di sana. Hanya bangku kosong dan sehelai dedaunan kering yang tertiup angin. Reyhan menarik napas, lalu duduk di ujung bangku. Pikirannya kembali ke kata-kata Pak Firdaus beberapa hari lalu:“Ada seseorang dari masa lalu Anda yang sebaiknya Anda waspadai. Orang itu tidak menginginkan Anda bahagia... dan dia mengenal Anda lebih dari siapa pun.”Awalnya, Reyhan mengira itu hanya peringatan paranoia. Tapi kini, setiap detail mulai terasa masuk akal. Rania perempuan yang selama ini tampak tenang dan tak tergoyahkan—tiba-tiba berubah. Terlalu tenang. Terla

  • Balas Dendam Seorang Istri    Bab 45 – Di Balik Senyuman Rania

    Heningnya pagi di rumah Reyhan seolah tak mampu menenangkan kegaduhan dalam diri Rania. Ia berdiri di depan cermin, menyisir rambutnya perlahan. Wajahnya tampak tenang, bahkan nyaris lembut, tapi mata itu… mata yang menatap dirinya sendiri, penuh dengan luka lama yang belum sembuh.Di balik semua gaun mahal dan gelar istri dari seorang Reyhan Pratama, ada jiwa yang remuk namun memaksa diri terlihat utuh.Rania tak tidur semalaman. Setelah mendengar suara langkah Reyhan di ruang kerja, dia sengaja mendekat. Bukan untuk mengintiptapi memastikan sesuatu: bahwa Reyhan sedang mencari tahu. Dan benar saja, nada suara Reyhan yang pura-pura tenang itu tak bisa menipunya. Ia tahu, malam itu adalah awal dari titik balik permainan.Sambil mengenakan anting, Rania membuka laci kecil di meja riasnya. Ia mengeluarkan sebuah flashdisk, benda kecil yang menjadi saksi bisu dari tahun-tahun yang ia habiskan bukan sebagai istri, tapi sebagai alat. Alat untuk menutupi rahasia Reyhan. Alat untuk menjaga c

  • Balas Dendam Seorang Istri    Bab 44 – Kabut di Balik Cermin

    Reyhan menatap bayangannya sendiri di cermin. Matanya merah, bukan karena tangis, tapi karena malam-malam tanpa tidur. Akhir-akhir ini, ia merasa semua orang mengawasinya dari rekan kerja, supir pribadi, bahkan sekretaris yang dulu selalu ia abaikan. Ketika ia masuk ke ruang kerja pagi itu, sesuatu terasa… berbeda. Dokumen di mejanya tersusun rapi, tapi terlalu rapi. Bolpoin kesayangannya yang biasanya ia taruh sembarangan di laci hilang. Dan yang paling membuatnya menggigil: satu berkas transaksi penting ia temukan terbuka, seolah seseorang dengan sengaja ingin ia sadar bahwa mereka tahu apa yang ia sembunyikan. "Ini tidak mungkin kebetulan," gumamnya. Reyhan membuka laci tersembunyi di balik rak buku. Di dalamnya, ada dua flashdisk satu berisi dokumen asli tentang pencucian uang yang ia lakukan dengan investor luar negeri, satu lagi tentang transfer aset ke nama Rania. Semua ia jaga rapat-rapat. Tapi sekarang, bahkan ruang tersembunyi ini terasa… tak aman. Ia memencet nomor seor

  • Balas Dendam Seorang Istri    Bab 43 – Saat Semua Topeng Terlepas

    Senja menyapa langit dengan warna jingga keabu-abuan ketika Nayla berdiri mematung di depan jendela besar, memandangi gemerlap lampu kota yang mulai menyala satu per satu. Di balik kaca, ia melihat bayangan dirinya seorang perempuan yang pernah patah, pernah dihancurkan oleh orang-orang yang seharusnya melindunginya, dan kini berdiri dengan kepala tegak, menyusun skenario akhir dari semua luka yang telah ditinggalkan. Di balik punggungnya, suara lembut tapi tajam terdengar, “Kamu yakin ingin mengambil risiko ini, Nay?” Nayla tidak menoleh. Ia tahu suara itu milik Dinda, mantan sahabat Rania wanita yang dulunya sama-sama tertawa di samping Rania, sebelum dikhianati dan dijatuhkan dalam-dalam. Wanita yang kini memilih untuk berdiri bersamanya, dalam rencana balas dendam yang perlahan mulai memakan bentuk. “Dia sudah terlalu lama bermain dengan luka orang lain,” jawab Nayla lirih. “Sudah saatnya dia tahu seperti apa rasanya kehilangan, tapi bukan karena takdir... melainkan karena keso

  • Balas Dendam Seorang Istri    Bab 42 – Di Balik Mata Elang

    Reyhan menatap pantulan dirinya di cermin kamar mandi kantor. Pandangannya kosong, bola matanya merah karena kurang tidur. Dingin air yang mengalir dari keran tak mampu menenangkan getar dalam dadanya. Ini bukan lagi sekadar stres kerja ada sesuatu yang lebih dalam, lebih gelap, yang menggoyahkan fondasi hidupnya. Sudah tiga minggu terakhir hidupnya seolah berada dalam pusaran badai. Email anonim, foto-foto dari masa lalu, hingga suara yang terekam dalam rekaman rahasia semuanya datang seperti hantu yang tahu kapan harus menyerang saat ia sedang paling rapuh. Tak satu pun dari semua ini terlihat seperti ulah iseng. Ada rencana besar di balik semua kekacauan yang tiba-tiba hadir. Rania sudah mulai rewel. Pertanyaan-pertanyaan sinis darinya muncul setiap malam. Sekali saja Reyhan lengah, rumah tangga yang sudah retak itu akan benar-benar runtuh. Ia mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang Arvino, mantan penyelidik swasta yang dulu pernah menolongnya dalam kasus keluarga. "Vin,

  • Balas Dendam Seorang Istri    Bab 41 – Menyalakan Api di Tengah Kabut

    Kafe di sudut kota itu tampak sepi. Waktu menunjukkan pukul sembilan pagi, tapi langit mendung membuat dunia seolah masih belum bangun sepenuhnya. Hujan rintik-rintik menetes di balik kaca jendela besar yang menghadap ke jalan. Nayla duduk di sudut ruangan, mengenakan jaket abu-abu dan topi rajut gelap. Wajahnya tampak biasa saja bagi orang asing, tapi sorot matanya tajam, seperti seseorang yang tengah membaca teka-teki rumit dan sudah hampir menyelesaikannya. Tak lama, seorang pria mendekat dengan langkah santai. Rambutnya sedikit berantakan, membawa bau tembakau yang samar. Ia menarik kursi dan duduk di hadapannya tanpa banyak basa-basi. “Lama nggak ketemu, Nay,” ucap Arka, menatapnya dengan rasa ingin tahu. “Kalau kamu yang ngajak ketemuan, pasti ada hal besar.” Nayla membuka tasnya, lalu mengeluarkan flashdisk kecil berwarna hitam. Ia meletakkannya di atas meja tanpa suara. “Isi di dalam itu cukup buat menghancurkan Reyhan dan Rania,” katanya datar. Arka mengangkat alis. “Kam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status