Share

Bab 6

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya, Hendranto ingin memberikan sebuah wasiat bagi anak saya. Jika dia tak bisa menikah dengan anak sahabatku yaitu Raina, maka semua harta ini akan jatuh ke pihak yayasan yang selama ini saya urus. Begitupun dengan anggota keluarga yang lain. Tak ada harta warisan, selama Arga tak menikah dengan Raina.

Apabila diketahui sebelum memiliki anak dan keduanya bercerai, maka harta itu mutlak menjadi milik Raina kecuali rumah.

Jika diketahui Arga berselingkuh di belakang Raina, dan Raina membawa bukti ke pengacara keluarga saya, maka semua harta itu mutlak menjadi milik Raina, tanpa terkecuali.

Demikian, surat wasiat ini saya buat dalam keadaan sadar. 

 

Hendranto.

-

Mataku membulat membaca isi wasiat itu. Jadi, Mas Arga menikahiku hanya karena harta warisan? Jadi, selama ini, aku hanyalah wanita yang terlalu mereka bodohi.

"Lagi apa kamu?"

Suara Mas Arga mengagetkanku yang tengah berjongkok. Buru-buru kutaruh kembali map itu, kemudian berdiri. Untung baju sudah semua kuletakkan di tempatnya.

"Masukin baju, Mas. Apa lagi?" ucapku sambil melewatinya.

"Ehm ... Lain kali, jangan sembarangan membuka lemariku. Taruh saja bajunya di luar atau kamu suruh Megan untuk memasukkannya."

"Kamu bahkan tak sudi aku membuka lemarimu? Ada apa memangnya?"

"Apa maksudmu, Rain?"

"Aku hanya bingung, Mas. Apa yang sebenarnya terjadi hingga kamu tak sudi berdekatan denganku? Berbicara denganku? Dan juga, menyentuhku? Apa, Mas?!"

"Rain, kamu sakit?"

"Ya! Aku sakit, Mas! Kamu tega!"

Aku berlari keluar, lalu masuk lagi hanya untuk mengambil dompet. Malam ini, kuputuskan untuk tidur di rumah Mama.

"Rain, kamu mau ke mana?" teriak Mas Arga.

"Sudah biarkan saja! Paling cuma akting itu, Mas. Biar dia dikejar. Alah, basi!"

Megan! Mulut anak itu benar-benar berbisa. Kubanting pintu utama keras. Biar saja! Biar mereka tahu bahwa aku benar-benar marah sekarang!

Mereka pikir, aku ini apa? Apakah selama ini mereka menganggapku tawanan? Tawanan untuk harta warisan. Jika aku masih di tawan di sana, maka mereka dengan bebas menguasai semuanya.

Kustop taksi dan segera berangkat menuju rumah Mama.

"Assalamu'alaikum, Ma!" kuketuk pintu berwarna cokelat itu.

Lama tak ada jawaban, kuketuk lagi. Hah, pasti Mama sudah tidur. Wajar, sekarang sudah pukul sembilan.

Ceklek! 

Baru saja aku hendak melangkah, pintu terbuka. Wajah khas bangun tidur itu seketika mengernyit kala menatapku.

"Lho, kok gak ngasih tahu mau ke sini?"

"Hehe, kebetulan mampir aja, Ma. Abis dari cabang yang di merdeka."

Ya, aku harus berbohong. Jangan sampai Mama tahu, bahwa keadaan rumah tanggaku sedang tak baik-baik saja.

"Arga mana?"

"Di rumah, Ma."

"Tapi, dia sudah tahu?"

Ragu, aku mengangguk. Mama mengulas senyum, kemudian menarikku masuk ke dalam. Papa sepertinya sudah tidur.

"Papa mana, Ma?"

"Sudah tidur."

"Ya sudah, Rain juga tidur, ya, Ma."

Mama mengangguk. "Selamat tidur, sayang."

Aku masuk ke dalam kamar. Kamar yang penuh dengan kenangan. Aku rindu tidur di sini.

Kulihat gawai, lalu kubuka akun sosial mediaku. Nampak status Lina lewat.

[Bismillah, hari H semakin dekat. Semoga tak ada halangan. Love you, A.]

Kuketik komentar, untung kugunakan akun palsu, sehingga ia takkan curiga.

[Duh, yang mau nikah. Selamat, ya! Btw, acaranya di mana?]

Dua menit kemudian, datang balasan komentar darinya. Aku tersenyum saat membaca alamatnya. Ini adalah gedung milik Om-ku.

Bersiaplah, Mas! Akan kubuat acaramu semakin istimewa. 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Norma Sule
bagus.... sy suka.
goodnovel comment avatar
Rochimah
bagus ceritanya seru.bikingeregetan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status