Beranda / Romansa / Balasan untuk Adik Tak Tahu Diri / Suara Aneh dari Dalam Kamar

Share

Suara Aneh dari Dalam Kamar

last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-29 08:56:16

“Astagfirullah.” Aku terperanjat saat kucing di hadapanku menyambar makanan yang ada di tanganku. Untungnya, aku tidak berteriak.

Karena gemetaran, langsung saja kutinggalkan makanan kucing itu di tanah.

Dengan tangan yang masih gemetar, aku melajukan motor secara perlahan.

“Astagfirullah, maaf, Bu.” Aku hampir saja menabrak ibu pejalan kaki saking tidak fokusnya.

Pikiranku terus dipenuhi banyak pertanyaan. Aku juga mulai yakin kalau Tia dan Bang Udin sudah melakukan perbuatan tidak senonoh.

“Namun, kenapa Tia memberikan uang yang dia curi ke Bang Udin?” Aku kembali berbicara pada diri sendiri seperti orang gila.

Setibanya di rumah, aku langsung minum air putih yang banyak.

Ya Allah, apakah ini nyata? Sungguh, aku tidak yakin dengan apa yang baru saja kudengar.

Tia anak yang baik, tidak pernah sekali pun dia buat masalah selama ini.

“Assalamualaikum.”

Aku menoleh pada sumber suara.

“Tia?”

“Iya, Kak. Kok, kayak orang lihat setan gitu? Kan, Tia baru pulang sekolah.”

Aku mengamati gadis berkulit putih di hadapanku. Bajunya rapi, tidak ada kotoran atau noda sedikit pun.

Kalau dia yang melakukan perbuatan yang tidak senonoh tadi, mungkin bajunya akan kotor.

“Tapi bagaimana kalau dia melakukannya sambil melepas semua pakaiannya?”

“Kenapa, Kak?” tanya Tia tiba-tiba.

Ternyata gumamanku di dengar oleh Tia.

“Tidak,” jawabku lalu buru-buru minum air putih lagi.

“Kak, gorengin ikan, dong! Lapar, nih,” perintah Tia setelah membuka tudung saji.

Namun, aku tidak langsung bergerak. Aku mencoba kembali mengamati gerak-gerik Tia. Tidak ada yang aneh, tetapi suara itu?

“Mau nggak, Kak? Atau kita beli nasi bungkus saja? Tapi, Kakak yang jamin dan beli! Soalnya paha aku pegel banget, nih.”

Deg. Tiba-tiba, aku kembali tersentak dengan kalimat Tia.

Meskipun, aku belum menikah, tetapi aku sering baca artikel atau baca novel. Jadi, aku tahu kalau orang habis berhubungan badan akan kelelahan dan bagian kaki atau pahanya akan terasa pegal kalau jarang olahraga.

“Aku tadi habis latihan lari untuk persiapan lomba tingkat kecamatan nanti.”

Astagfirullah, astagfirullah, kenapa aku terus berprasangka buruk pada Tia? Bukankah Tia memang ditunjuk untuk mewakili sekolahnya di lomba tujuh belasan tingkat kecamatan nanti?

Aku juga sih, yang salah. Kenapa juga dulu aku tidak terima saja tawaran mengajar di SMK tempat Tia sekolah? Dengan begitu kan, aku bisa mengawasi Tia.

Merasa bersalah karena telah berpikiran jahat pada adik sendiri, aku mengiyakan permintaan Tia.

Sepanjang makan bersama, aku mencoba menjadi Kakak yang baik untuk Tia.

“Bagaimana sekolahnya, Tia?” tanyaku basa-basi. Intinya, aku ingin mengorek informasi yang mengganjal di kepalaku.

“Ya, gitu, Kak. Belakangan ini di sekolah sedang banyak tugas. Jadi, butuh banyak biaya. Tapi, ibu sudah ngeluh dan nyuruh aku berhenti sekolah kalau aku terus minta uang.”

Uang lagi?

Aku berpikir sejenak. Bagaimana caranya agar aku bisa mengetahui ke mana saja uang yang digunakan Tia? Apa dia membayar Bang Udin untuk meladeninya? Tapi, kenapa harus Bang Udin? Lalu, kenapa harus Tia yang membayar Bang Udin?

Aku menggeleng cepat, mencoba menepis semua pertanyaan yang tiba-tiba muncul di kepalaku.

“Memangnya tugas apaan?”

“Tia kan, sudah kelas tiga nih, Kak. Jadi, kami sering disuruh buat makalah. Kakak tahukan biaya print dan ngetik di rental itu mahal?”

Oke, alasannya masuk akal. Sekarang, aku harus mencari cara untuk menyelesaikan semua itu. Aku harus menemukan titik tumpu atau benang merah dari alasan ini.

“Kalau gitu pakai laptop Kakak saja. Nanti sekalian biar Kakak print-kan di sekolah Kakak, biar gratis.”

“Tapi, tetap butuh uang, Kak. Kan ada banyak bahan yang harus difotokopi.”

“Perasaan sekarang semua sekolah sudah pakai buku paket atau LKS. Kan, sekolah ada dana bos setahu Kakak.”

Sekakmat. Aku yakin, Tia tidak akan punya jawaban lagi atas ucapanku.

“SMK dan SMP itu beda, Kak. Bukan hanya buku paket yang digunakan, kami juga harus pintar-pintar cari bahan di internet untuk merancang sesuatu.” Tia beranjak dari tempat makannya. Dia berlalu ke kamar. Tidak lama kemudian, dia kembali dengan membawa setumpuk kertas.

“Ini semua bahan yang baru selesai kufotokopi hari ini. Ini bahan untuk praktikum, Kak.”

Wah, berarti benar apa yang diucapkan Tia?

“Kalau begitu, Kakak kasi kamu segini cukup?” Aku memberinya uang dua puluh ribu.

Melihat ketulusan dan kesungguhan Tia dalam belajar, aku jadi bertekad untuk lebih dekat dengannya. Dengan begitu, aku akan bisa lebih banyak tahu tentang dirinya. Siapa tahu saja dia diancam oleh Bang Udin untuk mencuri uangku, kan?

Setelah menerima uangku dan mengucapkan terima kasih, Tia berlalu ke kamar. Aku sendiri langsung menuju pendopo depan rumah tempat aku mengajar.

Karena hari ini tidak banyak anak yang masuk, jadi aku bisa selesai mengajarnya lebih cepat.

Selesai membereskan semuanya, aku langsung menuju kamar. Namun, saat melewati depan pintu kamar Tia, aku mendengar suara yang aneh.

“Astagfirullah, bukankah itu suara?” Aku menutup mulutku dengan rasa tidak percaya. Apakah Tia kini juga terjangkit film yang dewasa yang tidak boleh ditonton? Apakah ini yang menyebabkan Tia sampai rela mencuri dan membayar Bang Udin?

Tidak. Aku tidak boleh berpikiran buruk pada Tia. Lebih baik aku masuk dan melihat langsung apa yang dilakukannya di dalam, kan?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Balasan untuk Adik Tak Tahu Diri   Hidup Yang Nelangsa

    Setelah Mas Lukman pergi, aku bergegas menuju kamar mandi. Aku harus sudah pergi sebelum kantor ini dipenuhi para karyawan. Tidak enak juga rasanya jika aku berada di sini, takut jadi fitnah bagi Mas Lukman.Namun, belum selesai aku mengganti pakaian setelah mandi, pintu kamarku sudah diketok seseorang.Eh, apakah itu Mas Lukman? Tapi, kenapa dia tidak mengucapkan salam.Karena pintu terus diketok dan makin hari makin keras, aku bergegas menggunakan baju dan mengambil jilbab langsung yang memang kuletakkan di tempat yang mudah kuraih.“Sebentar,” ucapku sambil tergopoh-gopoh membuka pintu.Namun, saat sekat itu terbuka, aku terkejut bukan main. Di hadapanku ada seorang ibu paruh baya yang rambutnya sudah tampak memutih.Dia memandangku dengan teliti dari atas sampai ke bawah.“Kamu yang bernama Wulan?” tanyanya dengan nada yang menurutku tidak terlalu bersahabat. Sebab, tidak ada senyum yang tersungging di wajahnya.Aku mengangguk sambil mencoba tersenyum. Dengan sedikit gugup, aku b

  • Balasan untuk Adik Tak Tahu Diri   Ada apa dengan hidupku?

    “Assalamualaikum anak papa. Apa kabar semuanya? Bagaimana dengan sekolahnya hari ini?” Mas Lukman langsung menghampiri anak-anaknya sambil menciumnya secara bergiliran.Aku merasa cemburu. Aku merasa iri. Kenapa bukan anak-anak yang lahir dari rahimku yang mendapatkan perlakuan seperti itu?Lukman memang laki-laki yang baik dan sempurna. Pasti dia mendapatkan wanita yang baik juga. Apa mungkin Tuhan memintaku untuk memperbaiki diri agar bisa mendapatkan laki-laki sehebat Mas Lukman?“Papa kemana saja? Kenapa sudah beberapa hari ini tidak pulang?” protes anak perempuan yang paling besar.“Papa masih ada urusan di sekolah dan diluar, Nak. Kalian sudah makan?” Mas Lukman menjelaskan pada anaknya tanpa berbohong.Dia benar-benar meladeni anaknya. Padahal, kebanyakan orang tua saat ini malas melayani anak mereka, kan? Saat anak-anak mereka bertanya, mereka akan menjawab asal-asalan. Yang lebih parahnya lagi, ada orang tua yang malah mengusir anaknya, menyuruh mereka pergi karena dianggap m

  • Balasan untuk Adik Tak Tahu Diri   Sepotong Hari Yang Kelabu

    Setelah membaca pesan Tia, aku memilih untuk tidak membalasnya. Biarkan saja dengan permainannya sendiri. Meskipun, sebenarnya aku juga penasaran. Apa penyebab anak itu bisa berubah seperti itu? Namun, dia kembali mengirim pesan. “Benar kan, kalian tidak peduli.”“Bagaimana Kakak mau peduli kalau kamu tidak cerita?” Akhirnya aku terpancing untuk membalasnya kembali.“Sudahlah. Aku sudah hidup bahagia dengan Bang Udin,” balasnya lagi.Ya sudah, hiduplah kamu dengan kemaksiatan Tia. Tunggulah Tuhan membalas perbuatanmu. Selain itu, aku akan berusaha juga menghentikan maksiat yang kamu lakukan. Lihat saja suatu hari nanti.Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamar. “Assalamualikum. Mbak Wulan sudah siap?” Mas Lukman mengintip di depan pintu.“Motornya sudah selesai diperbaiki, Pak?”“Sudahlah pakai Mas saja,” ucapnya sambil tersenyum. “Alhamdulillah sudah. Jadi, kita mau langsung berangkat atau mau ke rumah Bu Mila dulu?”Eh, aku sampai lupa mau minta tolong sama Mas Lukman untuk diambil

  • Balasan untuk Adik Tak Tahu Diri   Drama Baru

    Mas Lukman benar-benar memberiku pekerjaan. Dia memintaku menjadi administrasi di kantornya. Apalagi aku jurusan Akuntansi. Jadi, aku juga diminta untuk merekap data keuangan dari setiap sekolah yang masuk.“Selama ini, memang saya yang meng-handle semuanya. Namun, sekarang saya rasa, saya harus lebih banyak waktu untuk keluarga,” ucapnya.Eh, sebentar, keluarga? Apa mas Lukman sudah menikah? Kalau dilihat dari segi ekonomi, memang sepantasnya Mas Lukman sudah mempunyai istri. Dia sudah terlihat begitu mapan dan dewasa. Perempuan mana sih, yang tidak mau dengan laki-laki seperti Mas Lukman. Jadi, dia tinggal tunjuk perempuan mana yang mau dia jadikan istri.Namun, kenapa Bu Mila tetap menjodohkanku? Apa yang dimaksud Mas Lukman keluarga itu ayah dan ibunya?Astagfirullah, kenapa aku malah mencoba mencari pembenaran seperti ini? Memangnya apa urusanku dengan status Mas Lukman. Aku kan hanya mencari pekerjaan untuk menyambung hidupku, kan, seharusnya?“Bagaimana kamu mau bekerja dengan

  • Balasan untuk Adik Tak Tahu Diri   Pucuk Dicinta Ulam pun Tiba

    “Mbak Wulan tadi mau ngomong apa?” Bu Mila meraba lenganku sambil tersenyum.Astagfirullah, Bu Mila pasti menangkap gelagatku. Aku merasa sangat malu. Seharusnya aku bisa menjaga diri dan pandangan.“Mbak Wulan sudah sadar?” Mas Lukman meletakkan buah yang dibawanya ke meja di samping kepalaku.Aku tidak menjawab. Entah mengapa hatiku rasanya berbunga-bunga dan perasaan itu tidak bisa kusembunyikan. Bahkan rasa sedih tadi seolah-olah sirna begitu saja. Apakah ini yang dinamakan cinta?Tidak boleh. Aku tidak boleh seperti ini. Bagaimana kalau ternyata Mas Lukman tidak punya perasaan padaku? Aku bisa kecewa, kan?“Hm, hm, hm.” Bu Mila berdehem beberapa kali. “Sepertinya saya tidak diperlukan lagi di sini?”“Hm, itu, hm.” Aku jadi benar-benar gugup.“Kapan Mbak Mila boleh kembali?” Mas Lukman langsung mengambil alih, membuatku terasa lebih baik dan terlindungi.“Nanti Mas Lukman tanya sendiri pada Susternya saja,” jawab Bu Mila.“Kata susternya, keadaan saya sudah lebih baik. Kalau tidak

  • Balasan untuk Adik Tak Tahu Diri   Surgakah ini?

    “Tik ... Tik ... Tik ....” Sebuah suara memaksaku untuk sadar. Perlahan, aku mencoba membuka kelopak mata yang terasa begitu berat.Saat mata ini mulai terbuka, ada sebuah cahaya yang begitu terang dan bikin silau.“Dimana aku sekarang?” Aku berusaha untuk bicara. Namun, semua tetap senyap. Hanya ada suara udara yang berhembus.Kembali, aku berusaha untuk membuka mata. Saat cahaya itu berhasil beradaptasi, kudapati semua serba putih-putih.Di surgakah aku saat ini? Apa sekarang aku sedang di alam kubur? Namun, kenapa terang sekali. Bukankah kuburan itu tempat yang sangat gelap? Kita hanya ditemani oleh cacing, ular, dan bintang yang hidup di tanah lainnya?Aku berusaha untuk menoleh ke kanan atau ke kiri, tetapi leherku rasanya sakit sekali. Seperti sulit untuk digerakkan.“Selamat pagi, Mbak, sudah sadar, ya?” Seorang wanita masuk dengan menggunakan seragam putih-putih.Berarti aku masih hidup sekarang. Tabrakan kemarin itu tidak membuat nyawaku melayang. Maka, aku kembali mencoba

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status