Balasan untuk Adik Tak Tahu Diri

Balasan untuk Adik Tak Tahu Diri

Oleh:  Tuti Eka Jayanti   On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 Peringkat
16Bab
311Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Cita-cita Wulan untuk hidup sukses dan bahagia setelah kuliah harus kandas karena ulah adiknya sendiri. Bahkan, ia juga harus mengikhlaskan Lukman, laki-laki yang disukainya! Namun, sang adik benar-benar tak tahu diri. Ia terus saja membuat masalah, hingga keluarga Lukman akhirnya membenci Wulan! Lantas, dapatkah Wulan keluar dari semua cobaan yang dilaluinya?

Lihat lebih banyak
Balasan untuk Adik Tak Tahu Diri Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Adny Ummi
lanjut, Thooorrr!
2023-10-02 11:17:54
0
16 Bab
Kekacauan Di Dalam Rumah
“Tia, itu kan, baju baru Kakak? Kenapa kamu pakai?” Aku langsung menghampiri Tia yang akan pergi ke undangan dengan baju batik yang baru kubeli beberapa hari yang lalu.“Iya, pinjam,” jawabnya singkat tanpa menoleh ke arahku. Dia tetap sibuk dengan gadget di tangannya.“Tapi, baju itu mau Kakak pakai untuk acara nikahan teman Kakak minggu depan.”“Ya, nggak papa, kan, Tia pinjam dulu. Acaranya kan, Minggu depan.”Astagfirullah. Aku mencoba menarik napas panjang agar bisa lebih tenang.“Tapi, nggak gitu juga Tia. Kamu kan, bisa pakai baju Kakak yang lainnya. Kakak kan, malu kalau pakai baju yang sudah kamu pakai.”“Kok, Kakak pelit banget, sih.” Tia mencak-mencak masuk ke kamar. Dia juga menutup pintu kamar dengan keras sehingga menimbulkan bunyi degum yang besar.“Ada apa? Kenapa rumah seperti kena gempa?" Ibu menghampiriku.“Ti ....” “Kakak Wulan pelit, Bu. Masa aku nggak boleh pinjam bajunya.” Belum selesai aku bicara, Tia sudah ada di depan pintu kamarnya dengan wajah jutek dan m
Baca selengkapnya
Kejadian Aneh
Aku kembali beristigfar berkali-kali sampai lupa kalau video yang kuambil tidak terekam dengan benar karena memori HP-ku ternyata penuh.“Yah, tidak punya bukti deh, kalau begini,” keluhku pada diri sendiri.Karena merasa bingung, aku berusaha memecahkan berbagai pertanyaan di kepalaku, aku merangkak keluar lemari.Setelah menghirup udara yang lebih banyak, aku merasa lebih baik. Meskipun, pikiranku masih buntu.“Ya Allah , kira-kira apa yang sebenarnya terjadi? Bukankah Tia itu anaknya pendiam, tidak banyak omong. Tapi, kenapa dia bisa berbicara seperti itu?”Aku mencoba menebak-nebak apa yang terjadi antara Tia dan Bang Udin. Memang, aku pernah membaca kisah cinta segitiga antara kakak beradik. Namun, dalam cerita yang biasa kubaca di sosmed, umur mereka tidak jauh berbeda. Berbeda dengan Tia, kan? Dia baru berumur tujuh belas tahun. Kalau memang dia jatuh cinta, kenapa tidak dengan teman sebayanya? Coba, apa kelebihan Bang Udin? Kulitnya gelap, tampangnya sangar. Dia juga tidak r
Baca selengkapnya
Suara Aneh dari Dalam Kamar
“Astagfirullah.” Aku terperanjat saat kucing di hadapanku menyambar makanan yang ada di tanganku. Untungnya, aku tidak berteriak.Karena gemetaran, langsung saja kutinggalkan makanan kucing itu di tanah.Dengan tangan yang masih gemetar, aku melajukan motor secara perlahan.“Astagfirullah, maaf, Bu.” Aku hampir saja menabrak ibu pejalan kaki saking tidak fokusnya.Pikiranku terus dipenuhi banyak pertanyaan. Aku juga mulai yakin kalau Tia dan Bang Udin sudah melakukan perbuatan tidak senonoh. “Namun, kenapa Tia memberikan uang yang dia curi ke Bang Udin?” Aku kembali berbicara pada diri sendiri seperti orang gila.Setibanya di rumah, aku langsung minum air putih yang banyak.Ya Allah, apakah ini nyata? Sungguh, aku tidak yakin dengan apa yang baru saja kudengar.Tia anak yang baik, tidak pernah sekali pun dia buat masalah selama ini. “Assalamualaikum.” Aku menoleh pada sumber suara.“Tia?”“Iya, Kak. Kok, kayak orang lihat setan gitu? Kan, Tia baru pulang sekolah.”Aku mengamati
Baca selengkapnya
Tia dan Bang Udin Hilang Bersamaan Dari Rumah
“Wulan, tadi kamu dicari sama nenekmu.” Suara ibu bikin aku terlonjak.“Astagfirullah,” ucapku hampir berteriak.“Kenapa sih, Lan?” Kak Dina tiba-tiba muncul di belakang ibu. “Kok, pakai teriak segala? Ibu hanya bilang kalau nenek mencarimu. Nenek bilang, ‘mentang-mentang sudah sarjana jadi sibuk sekali hingga tidak sempat menjenguk nenek.’” Kak Dina menyampaikannya dengan logat seolah-olah nenek benar-benar marah padaku. Matanya melotot melihatku, mulutnya monyong, dan wajahnya benar-benar cemberut.“Iya, Bu, nanti malam aku ke sana,” jawabku sambil mencoba menetralkan perasaanku.Beberapa hari ini, dari pagi sampai sore, Kak Dina dan ibu terus ke rumah nenek. Mereka membantu keluarga di sana. Minggu besok rencananya mau ada acara syukuran atas lahirnya cicit nenek yang pertama.“Tia nggak ikut ya, Bu. Lagi banyak tugas, nih.” Tia tiba-tiba muncul dari depan kamarnya dan bikin aku kaget lagi. “Nih, tadi coba memahami tugas bahasa inggris, mumet banget.” Tia memperlihatkan HP-nya pada
Baca selengkapnya
Kamar Tia
Tia diadili. Malam itu, kami akhirnya tidak jadi berangkat setelah salat magrib.Setelah wali kelas Tia pulang, ibu memutuskan untuk menunggu Tia. Aku dan Kak Dina pun memutuskan untuk ikut berkumpul di ruang tamu menemani ibu.Tidak lama kemudian, anak itu benar-benar muncul. Dia dengan santainya masuk ke dalam rumah dengan mengucapkan salam.Namun, Kak Dina tidak bisa menahan amarahnya. Dia langsung melayangkan sebuah tamparan di pipi mulus Tia.“Ke mana saja kamu selama dua minggu ini sampai tidak masuk sekolah? Sudah hebat kamu, ya? Sudah pandai bolos kamu, ya? Kamu kira hidup tanpa sekolah enak? Mau jadi apa kamu nantinya? Mau jadi gembel, pelacur?” Kak Dina meluapkan emosinya dengan membabi buta. Wajahnya bahkan terlihat merah padam.Melihat Kak Dina ingin maju lagi, aku menarik Kak Dina. “Istighfar, Kak! Anak-anak melihatmu. Perilaku Kakak akan jadi contoh buat mereka.”Namun, Kak Dina tetap kekeh ingin melampiaskan emosinya. “Sudah, Kak.” Kali ini aku mencoba untuk sedikit
Baca selengkapnya
Tertangkap Basah
“A—a—apa yang.” Sulit sekali menyelesaikan kalimat yang ada di mulutku. Tenggorokanku tiba-tiba mendadak kering. Kepalaku langsung pusing. Tuhan, apa yang kulihat di depan mataku ini? Kenapa Tia bisa melakukan perbuatan laknat ini?Tuhan, selama ini, aku hanya membaca berita di gadget atau menonton di televisi. Lalu, sekarang?Setelah beristigfar berkali-kali di dalam hati dan menarik napas perlahan, aku baru bisa menguasai diri. “Apa yang kalian lakukan?”Keduanya saling berpandangan. Aku terisak lagi. Entah mengapa rasa marah, kesal, dan tidak percaya di dalam hati bikin aku ingin menangis meraung-raung.“Tia, Bang Udin, apa yang kalian lakukan? Kalian telah berzina!” Kalimat itu sengaja aku keluarkan agar mereka sadar dengan kesalahan yang telah diperbuatnya. “Kalian akan mendapatkan dosa besar kalau sampai benar-benar melakukan perkara haram ini. Bahkan kalian bisa diarak keliling kampung. Dan kamu Tia. Kamu bisa hamil dan berhenti sekolah.”Sesak kembali memenuhi dadaku. Baga
Baca selengkapnya
Penyiksaan
“Itu balasan bagi orang yang sudah kepo sama kehidupan orang lain,” ucap Tia.“Tapi, kalian sudah keterlaluan. Kalian tidak boleh melakukan ini. Kalian telah berzina. Ini dosa besar,” ucapku, coba menyadarkan mereka dari kesalahan yang telah mereka perbuat.“Tahu apa kau tentang dosa, Kak?” Tia berjongkok di depanku. “Hidup kau sempurna. Kau memiliki segalanya. Aku?” Saat mengucapkan ini, matanya tampak berkaca-kaca. Dia seperti menyimpan suatu luka yang mendalam. Apakah itu disebabkan ulah ayah? Apa karena dia tidak diperhatikan oleh ibu?“Kau juga bisa punya kehidupan sempurna Tia. Kakak janji akan bantu kamu untuk kuliah.”Dia tersenyum sesaat. “Tapi, aku nggak mau," jawabnya. Kemudian, Tia mengulurkan tangannya di hadapanku.Aku terdiam. Sungguh, aku sangat bingung dengan semua keadaan ini. Tia yang tiba-tiba ketus. Tia yang ....“Nggak mau dibantu?” ucap Tia.Mendengar ucapan Tia, aku buru-buru menerima uluran tangannya.Seketika, saat aku hendak berdiri, dia memutar tanganku ke
Baca selengkapnya
Katakan atau Tidak
Aku terbangun dalam keadaan badanku sakit semua. Ini pasti akibat ulah Bang Udin dan Tia dan perlawananku kemarin.Namun, anehnya, sekarang aku tidak lagi terikat pada tempat tidur. Hanya, kedua pergelangan tangan dan kakiku yang memerah.Saat kesadaranku benar-benar pulih pun, aku melihat diriku sudah menggunakan baju piama tidur yang lengkap. Tubuhku juga ditutupi dengan selimut tidur yang biasa kugunakan.Aku beranjak turun dari atas ranjang.“Astagfirullah, badanku rasanya sakit semua,” keluhku sambil berjalan menuju ke dapur. Aku mau minum. Tenggorokanku terasa benar-benar kering.“Baru bangun kau, Wulan?” tanya ibu, orang pertama kali kutemui pagi ini.“Iya, Bu,” jawabku lemas.“Tumben kau tidur nyenyak sekali, sampai-sampai ibu bangunkan berkali-kali, tapi kau tidak bangun.”Aku melihat sekeliling. Apa aku katakan saja apa yang terjadi kemarin malam? Tapi, dari mana aku harus memulainya.“Hei, ditanya kok, malah termenung.” Senggolan ibu menyadarkanku kembali.“Eh, itu, Bu. Ti
Baca selengkapnya
Fitnah
Setelah membaca pesan dari Tia, aku meminta Kak Dina untuk langsung keluar dari kamarku. Sungguh, aku takut tidak tahan untuk tidak mengatakan yang sebenarnya.Namun, aku rasa lebih baik tidak mengambil risiko, kan, dari pada terjadi apa-apa. Melihat ulah Tia kemarin, aku jadi yakin kalau dia akan tega melakukan apa saja untuk menutupi kejahatannya.Jadi, seharian ini, aku memutuskan untuk diam dan menutup mulut dulu. Setelah ini, aku akan berpikir lagi. Intinya, aku harus menyadarkan Tia dan Bang Udin untuk kembali ke jalan yang benar.Malam ini pun, aku memutuskan untuk tidur lebih awal. Pagi-pagi sekali, aku langsung pergi ke sekolah. Aku memutuskan untuk sarapan di kantin saja.“Benar kan, apa yang aku katakan.” Seorang guru langsung berbisik pada teman di sebelahnya begitu aku memasuki kantor. Ibu-ibu di sebelahnya pun tampak mengangguk-angguk.Si guru kepo yang sering mengomentariku pun berkata dengan lantang, “Tampangnya aja yang MasyaaaaAllah. Tapi, ternyata ...” Namun, lagi
Baca selengkapnya
Balas Dendam Berakhir Maut
Pikiranku bertambah kalut. Dadaku semakin sesak. Air mataku semakin deras. Setelah berteriak menumpahkan segala emosi, bukannya tenang, aku malah tambah uring-uringan.Dengan segera, kulajukan motor metikku.Setibanya di rumah, aku sudah tidak tahan lagi. Aku menangis, membentak, dan marah. “Kemana Tia? Kenapa dia sejahat itu. Bukankah dia yang telah selingkuh dengan Bang Udin. Lalu, kenapa aku yang malah difitnah.”“Apa yang kamu katakan, Lan? Kamu kenapa? Kenapa pula kamu pulang sepagi ini?” Kak Dina menghampiriku.Aku duduk dan mengatur napas. “Kakak—ta—hu, Bang—Udin dan Tia—sudah—selingkuh,” ucapku terbata-bata.“Ngomong yang jelas, Lan! Apa maksudmu?”Kak Dina juga terlihat tidak sabaran. Dia sampai berdiri mendekatiku.Aku menarik napas kembali, mencoba untuk tenang, agar bisa menjelaskan dengan benar.“Kak Dina tahu, selama ini, Bang Udin dan Tia sudah selingkuh. Mereka bahkan sudah tidur bersama.”Wajah Kak Dina seketika memerah. Ibu yang tampak hendak pergi ke depan untuk
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status