Share

Kotak harta karun?

Beberapa hari kemudian, Bingwen yang sudah hampir sembuh segera bersiap untuk mengunjungi gua waktu itu.

Anak lelaki itu sibuk menyiapkan apa yang patut dia bawa, sesekali Bingwen bersenandung. Suasana hatinya sedang bagus hari ini.

Pintu rumah terbuka dan Mei Lin muncul dengan raut wajah heran, "Kamu mau ke mana?"

"Aku mau ke gua waktu itu."

"Ngapain? Baru juga sembuh," ucap Mei Lin lalu dia duduk di kursi yang ada di sebelah Bingwen.

"Ada hal yang mau aku periksa. Gimana kamu mau ikut?" tanya Bingwen.

"Hm, boleh juga. Aku bosan, Ayah juga sibuk dengan serangakaian urusannya," keluh Mei Lin.

Guru Bao memang sudah dua hari ini selalu pulang pergi ke pusat kota, saat ditanya Guru Bao selalu bilang kalau dirinya punya pekerjaan tambahan. Sedangkan sesi latihan dilakukan oleh murid senior yang ditunjuk sebagai pelatih sementara.

Mei Lin yang terjebak diantara para murid Guru Bao yang kebanyakan laki-laki, hanya bisa memantau dari jauh. Mei Lin tidak diizinkan untuk berlatih beladiri mau pun ilmu pedang, gadis itu memiliki jantung yang lemah. Jadi Mei Lin cukup puas hanya menjadi penonton dan mengobati mereka yang terluka.

"Baiklah, kita pergi sekarang. Kamu mau bawa sesuatu? Aku sudah bawa makanan dan minuman, aku yakin kamu ikut makanya sudah kusiapkan semua," ujar Bingwen.

Mendengar hal itu senyum Mei Lin langsung merekah, tidak ada salahnya mengikuti Bingwen. Mei Lin menganggap sekalian mengawasi Bingwen.

"Ayo kita pergi, Bingwen. Cepat!"

Mei Lin yang justru lebih semangat dari pada Bingwen itu berjalan mendahuluinya. Keduanya menyusuri jalan setapak sambil sesekali bercanda gurau, kebanyakan Bingwen yang bercerita. Bingwen termasuk orang yang suka bercerita, apa lagi jika dengan orang terdekatnya.

"Coba kalau kamu seperti ini juga, pasti anak-anak lain akan mau bermain denganmu, Bingwen." Mei Lin tidak bisa menahan dirinya untuk mengungkapkan apa yang ada di hatinya.

"Entahlah, Mei Lin. Aku tidak begitu yakin, mereka pasti sudah dihasut oleh Ni Lou. Aku juga takut jika Ni Lou dan Ni Me tahu aku dekat dengan anak-anak lain, pasti Ni Lou tidak akan tinggal diam..."

"Ni Lou bisa saja menyakiti mereka nantinya, makanya aku tidak bisa dekat dengan anak-anak lain. Bukan karena aku tidak mau punya teman lain selain kamu," sambung Bingwen.

"Masa begitu? Seumur hidup kamu hanya punya teman aku saja dong?" tanya Mei Lin.

"Hehehe Iya, maaf ya." Bingwen tersenyum getir.

Mau bagaimana lagi, tidak mungkin juga dia mengatakan hal yang sebenarnya. Selama ini Bingwen bukan tidak mau berteman dengan anak didik Guru Bao yang lain, tapi dia tidak bisa membedakan mana yang tulus dan tidak.

Beberapa temannya bahkan ada yang ikut melakukan kekerasan padanya. Sebagian lainnya hanya menonton saja ketika Bingwen dihajar Ni Lou dan Ni Me.

"Guanya masih jauh ya, Bingwen? Aku sudah capek..." Mei Lin yang belum pernah melakukan perjalanan jauh, apa lagi di area pegunungan yang cukup terjal.

"Tidak begitu jauh kok. Kamu lihat yang sebelah sana? Gua itu ada dibalik pepohonan itu, kita istirahat dulu sebentar. Kamu mau minum?"

Mei Lin mengangguk lemah, dia menerima minuman yang diberikan Bingwen. Nafas Mei Lin kini sudah normal kembali, gadis itu mengelap keringat di dahinya.

"Kita jalan lagi, mumpung masih siang. Jadi lebih cepat kamu periksa gua itu, jadi kita bisa kembali sebelum malam datang," ujar Mei Lin.

Bingwen setuju dengan apa yang Mei Lin katakan, perjalananya memang cukup menyita waktu berhubung Mei Lin harus berhenti beberapa kali untuk beristirahat.

Keduanya pun kembali melanjutkan perjalanan, Bingwen terkadang membantu Mei Lin jika jalan yang mereka tapaki cukup terjal. Ada hal yang membuat Bingwen kembali mengagumi gurunya, setelah dia sendiri melewati jalan menuju gua tempatnya bersembunyi.

Guru Bao dengan mudah menuruni jalan tersebut, dengan menggendong dirinya. Pasti tidak mudah, sebab dia yang jalan sendiri dan di siang hari saja harus hati-hati agar tidak tergelincir.

"Akhirnya sampai juga," ucap Bingwen ketika keduanya telah sampai di mulut gua.

"Wah, ternyata ini gua yang kamu ceritakan? Ternyata benar ya, guanya tidak seseram yang aku bayangkan," balas Mei Lin.

"Aku sudah bilang kan? Ayo masuk, aku ingin memastikan apa yang aku rasakan waktu itu."

Bingwen memimpin jalannya ekspedisi mereka. Krena kedatangannya di gua itu saat matahari masih terbit, Bingwen dapat melihat dengan jelas bagian dalam gua.

Dia sangat takjub dengan berbagai coretan di dinding gua.

"Kira-kira siapa yang membuat ini semua ya?" gumam Bingwen.

Mei Lin pun turut memperhatikan coretan-coretan tersebut, hingga matanya tertuju pada satu coretan bergambar seorang pendekar yang memegang pedang.

"Bingwen, coba lihat ini. Bukankah pendekar ini mirip denganmu?" tanya Mei Lin.

Bingwen berjalan ke arah Mei Lin dan melihat gambar yang dimaksud gadis itu.

"Kamu yakin? Menurutku tidak mirip tuh, beda jauh. Wajah pendekar ini jauh lebih tegas dari pada aku, tubuhnya juga tinggi dan tegap. Berbeda denganku bukan?"

"Kamu kan masih kecil, ya wajar saja. Kalau kamu sudah cukup besar dan rajin berlatih nanti tubuhmu akan seperti orang yang di gambar ini," tutur Mei Lin.

Bingwen tidak menjawab, dia masih tidak menganggap orang yang di gambar itu mirip dengannya. Sungguh memalukan jika Bingwen terlalu percaya diri menyamakan dirinya dengan seorang pendekar yang berhasil melawan puluhan musuh.

"Mungkin saja orang yang di gambar ini adalah leluhurmu, Bingwen," celetuk Mei Lin.

"Ah, kamu ini kalau bercanda suka berlebihan. Kalau benar aku ini keturunan pendekar hebat, tidak mungkin aku dibuang," ucap Bingwen.

Mei Lin yang menyadari ucapannya mungkin menyakiti Bingwen, akhirnya mengubah topik pembicaraan mereka.

"Kita ke sebelah sana yuk," ajak Bingwen. Keduanya kemudian beralih ke pojok gua, tidak ada hal yang spesial. Namun Bingwen menemukan sebuah kotak kayu panjang yang hampir lapuk dimakan usia.

"Kotak apa ini?" tanya Bingwen.

"Coba saja buka, Bingwen. Mungkin kotak harta karun!"

Bingwen tidak yakin dengan ucapan Mei Lin, tapi tidak ada salahnya jika dia memeriksanya. Perasaan aneh itu pun kembali menghampirinya. Seakan ada dorongan dari dirinya yang lain, yang memintanya untuk membuka kotak tersebut dan mengambil benda yang ada di dalamnya.

Perlahan Bingwen membuka kotak kayu tersebut, jantungnya berdegup dengan kencang. Persis ketika dia melihat senyuman Mei Lin.

"Gimana, Bingwen? Kamu sudah tahu isinya apa?" tanya Mei Lin dengan penuh antusias. Dalam bayangan Mei Lin, kotak itu dipenuhi oleh berbagai perhiasan atau koin emas.

"Loh.... Apa ini?" tanya Bingwen. Matanya hampir tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Mei Lin yang sudah dipenuhi rasa penasaran itu pun ikut mengintip isi di dalam kotak tersebut.

"Haaaa! Bingwen....ini kan?"

Bingwen dan Mei Lin saling bertukar pandangan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status