Share

Bab 6 ㅡ Yes, You Are.

Author: nanaanisaa
last update Last Updated: 2021-06-20 07:04:16

"Ya, kau." Desis Elder pelan. Hangat tubuh Lauretta menyebabkan gelayar aneh yang membuat miliknya menegang.

Lauretta menipiskan bibirnya, bergerak-gerak meronta minta dilepaskan. Namun tenaga Elder jauh lebih kuat darinya. Laki-laki itu mendominasi. "Tidak mau."

"Aku memaksa, Lau." Bisikan itu seolah membuat Lauretta semakin ingin segera lepas. 

"Memangnya siapa kau?!" Suara Lauretta meninggi. Sungguh sebal dengan sifat Elder yang semaunya.

"Aku Tuanmu. Jangan membantah atauㅡ"

"Pergi!" Gadis itu berteriak keras. Dalam hati berharap ada yang mendengar suaranya. 

Elder terkekeh pelan, lalu melonggarkan pelukannya. Melepas Lauretta hingga dengan cepat gadis itu menjauh darinya. Ia senang melihat wajah Lauretta yang merah padam, sangat menggemaskan. "Kau salah memilih kolam ini. Sekencang apapun kau berteriak, tidak akan ada yang mendengar."

Oh shit! Lauretta melupakan hal itu. Mendadak wajahnya terlihat tegang karena takut. Pandangannya turun ke pakaian Elder yang sepenuhnya basah. Memperlihatkan tubuh yang terlatih, jangan lupakan perut sawah yang sangat sekㅡ tunggu. Lauretta menggelengkan kepalanya, apa yang kupikirkan?

"Kau tampak tegang setelah melihatku. Apa yang kau pikirkan?" Elder menyeringai, melangkah menerjang air kolam mendekati Lauretta.

"T-tidak ada." Perlahan Lauretta beringsut mundur saat Elder semakin dekat dengannya. Menelan ludah kasar saat Elder menyugar rambutnya. Kali ini Lauretta mengakui kalau Elder sangat seksi.

"Yakin?" Laki-laki itu menaikkan satu alisnya. Tangannya mencekal lengan Lauretta yang hendak pergi. Mendorong pelan hingga punggung gadis itu menabrak dinding kolam. Elder mengukung Lauretta dengan kedua tangannya.

"J-jangan mendekat." Lauretta melindungi dadanya dengan tangan agar dadanya tidak langsung menyentuh tubuh Elder. Matanya bergerak ke segala arah asal tidak menatap wajah Elder.

"Sayangnya kita sudah dekat, Lau." Elder menyentuh dagu Lauretta agar berani menatapnya. Yang membuatnya tenggelam dengan sepasang mata lebar yang berkedip-kedip dengan iris kecoklatan milik Lauretta. Gadis ini nyaris sempurna.

Lagi, Lauretta merutuk dalam hati. Ia tak bisa lepas saat sepasang mata teduh yang saat ini menatapnya. Tubuhnya terkunci dan membeku. Lauretta membiarkan Elder menyelipkan telapak tangan di punggungnya. Punggungnya dielus pelan membuat matanya perlahan terpejam.

Elder menyeringai kemenangan saat Lauretta berhasil dalam pengaruhnya. Tubuh Lauretta ditarik untuk mengikis jarak diantara mereka. "Sepertinya kau mulai menikmati permainanku."

Lalu dengan cepat, tangan Elder yang bebas menarik tengkuk Lauretta. Menyambar bibir gadis itu sedikit kasar. Membuat Lauretta tanpa sadar mengalungkan tangannya di leher Elder. 

Elder memperdalam ciumannya, mencecap bibir Lauretta yang terasa manis. Gadis itu pun mengikuti permainannya. Bibir bawah Lauretta digigit pelan, membuat gadis itu membuka sedikit bibirnya. Memberi celah untuk Elder memasukkan lidahnya. 

Lauretta kehabisan nafas. Tangannya turun mencengkram kuat kerah kemeja Elder meminta untuk sudah. Namun ciuman itu malah semakin rakus. Lauretta melihat mata Elder menggelap, sialnya Lauretta membuat hasrat laki-laki itu semakin terpancing.

"Hei! Setidaknya pakai kamar kalian!" suara Lucy memecah suasana. 

Elder melepas pelan pagutan bibirnya, mengelap bibir Lauretta yang basah karena ulahnya. Tertawa kecil saat melihat Lauretta menghirup udara dengan rakus. Gadis itu berhasil mencuri perhatiannya.

Kemudian Elder mengangkat tubuh Lauretta, mendudukkan gadis itu di pinggir kolam baru setelah itu dia naik. Lauretta duduk memeluk lututnya, jantungnya berdegup sangat kencang. Pelukan, belaian, dan ciuman itu mengusik pikirannya.

"Pergilah. Kenapa kau datang?" ketus Elder pada Lucy. Sama sekali tidak menatapnya.

Seketika Lucy merasa sesak dengan nada bicara Elder. "Oh, maaf. Kedatanganku pasti mengganggu kalian. Tadi aku mendengar Lauretta berteriak, makanya aku datang."

"Ya, kau mengganggu." Bulu kuduk Lauretta meremang mendengar pernyataan Elder. Sekujur tubuhnya terasa panas, dan pipi menjadi bagian tubuh yang paling panas. 

Lucy menghela, sengaja dikeraskan agar Elder mendengarkan. Meskipun tahu laki-laki itu tidak akan menghiraukannya. "Kalau begitu aku pergi."

"Pergilah," jawab Elder santai. Melihat handuk yang tergeletak di meja, lantas ia mengambilnya. Selanjutnya Elder menyelimuti tubuh basah Lauretta dengan handuk itu.

Gadis itu tersentak kaget. Namun merasakan Elder dengan lihai menutupi tubuhnya dengan handuk, hatinya merasa hangat. Matanya belum teralihkan dari wajah laki-laki tampan itu. 

"Aku memang tampan." Elder mengangkat tubuh Lauretta ala bridal style. Secara spontan Lauretta mengalungkan tangannya di leher Elder, menyandarkan kepala di dada bidang laki-laki itu. 

Lauretta tak menjawab, tak menampik karena ucapan Elder memang benar adanya. Diam-diam gadis itu tersenyum. 

Namun saat Elder kembali mendekatkan wajahnya, Lauretta kembali was-was. "Kita harus melanjutkannya di kamar."

Reflek Lauretta memukul dada Elder dengan keras, meskipun tahu laki-laki itu tidak akan merasa sakit karena pukulannya. "Tidak kuijinkan."

"Hei! Memang kau berfikir apa? Maksudku hanya melanjutkan mengeringkan tubuhmu agar kau tidak sakit," goda Elder. "Memang kau mau tetap dalam kondisi basah seperti ini?"

"Menyebalkan!" Bibir Lauretta mencebik kesal. Sementara Elder malah tertawa puas. Kemudian Elder menggendong tubuh Lauretta menuju kamar.

Mereka tidak tahu kalau sejak tadi Lucy belum pergi. Dadanya bergemuruh menahan emosi. Lucy merasa Elder menjadi sering mengabaikannya.

****

"Kau mau membawaku keluar sesekali?" pinta Lauretta setelah mengganti pakaiannya. Menjadi dress warna cream yang dihiasi salur bunga cantik.

"Tidak." Jawaban itu membuat Lauretta menghela berat. Gadis itu melangkah menghampiri Elder yang sekarang disibukkan dengan laptopnya. Laki-laki itu duduk selonjor di atas ranjang.

"Sudah lama aku tidak ke L.A, aku ingin jalan-jalan," rengek Lauretta. Sekarang ia duduk lesehan di samping tempat tidur sambil bertopang dagu memandangi Elder yang sedang serius. Bukan apa, hanya ingin duduk dibawah.

"Kubilang tidak ya tidak."

"Kenapa, hm?" Lauretta mengedip-kedipkan mata lebarnya, tampak bening dan bibir yang tertekuk ke bawah. Dulu saat ia menginginkan sesuatu, Lauretta selalu menunjukkan puppy eyes-nya dan selalu berhasil. Sekarang ia sedang mencobanya.

Elder menghela, meletakkan laptopnya ke kasur kemudian menatap Lauretta lekat. "Diluar berbahaya. Tetap di dalam rumah dan jangan pernah berfikir untuk kabur."

"Baik, akan kulakukan!" balas Lauretta semangat.

Membuat satu kecurigaan yang terlihat jelas di kening Elder. "Apa yang akan kau lakukan?"

"Kabur."

Laki-laki itu berdecih. "Coba saja. Bisa kupastikan, kau akan lebih cepat mati di tangan mereka. Jangan lupa, dibalik posisiku sekarang, aku memiliki banyak musuh. Bagaimana? Masih mau mencoba kabur?"

Lauretta menelan ludah kasar. Kepalanya menggeleng cepat karena takut. Kepolosannya itu yang mengusik hati dingin Elder. "Kalau keluar rumah? Di kebun atau di halaman misalnya, boleh?"

"Tetap tidak. Diantara orang-orang berpakaian hitam yang kau lihat di lantai dasar, beberapa dari mereka bisa jadi penyusup."

"Lalu kenapa kau masih mempekerjakan mereka?"

"Tidak masalah. Aku bisa membalik keadaan." Elder menegakkan tubuhnya, memegang lengan Lauretta yang masih duduk lesehan di atas lantai. "Bangunlah."

Lauretta menurut. Ia berdiri kemudian duduk di pinggir kasur. "Boleh aku tanya satu hal lagi?"

Anggukan kecil Lauretta anggap sebagai jawaban iya. "Bibi Kelly adalah pengasuhku dulu, kenapa kau tidak membunuhnya disaat seluruh pekerja dulu kau habisi?"

Pertanyaan itu membuat Elder tercenung sesaat. Bibirnya masih bungkam. "Aku tidak bisa mengatakannya. Dan jangan tanyakan hal itu lagi."

"Dia sangat menyayangiku dulu, aku harus tau."

"Dulu berbeda dengan sekarang, Lau. Kelly adalah kunci."

"Apalagi yang terjadi? Apa kau mempengaruhi Bibi Kelly-ku juga? Aku sangat mengingat saat ia menyuapiku dengan sayang."

"Dia tidak mengingatmu. Berhenti bertanya tentang dia." Mata Elder menajam.

Dan itu membuat Lauretta mengernyit curiga. "Kau pasti menutupi sesuatu dariku."

"Memang."

"Katakan! Jangan membuatku penasaran!" Lauretta mendesak.

Laki-laki itu diam, tangannya bergerak meraba sesuatu di bawah bantal. Sebuah pistol. Lauretta membulatkan mata baru mengetahui kalau ada benda itu di bawah bantalnya. 

Elder mengecek tempat dimana 8 selongsong peluru tersimpan rapi. Dengan santai ia menaruh ujung pistol itu di bawah dagu Lauretta. "Sekali lagi kau tanya hal itu, peluru ini akan menembus kepalamu."

Tangan Lauretta menurunkan lengan Elder saat ujung pistol yang terasa dingin itu menyentuh dagunya. Untung saja Elder sedang tidak mood mencium bau darah, jadi ia menurunkan tangan dan menyimpan kembali pistol itu.

"Dasar mafia psikopat!" sembur Lauretta tepat di depan wajah Elder.

"Aku? Psikopat?" Pertanyaan Elder barusan menunjukkan seolah ia tidak percaya dirinya disebut psikopat. Tidak, Elder bukan psikopat. Melainkan monster kejam yang tak berperikemanusiaan.

"Ya, kau!"

"Sayangnya kau salah." Elder memberi jeda, sambil mendekatkan bibirnya ke telinga Lauretta. "Aku lebih dari psikopat."

****

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bastard Prince Who Obsessed With Me   Bab 9 ㅡ Get Jealous

    Setelah cukup lama mematung di ambang pintu, Lucy membuka kenop pintu secara perlahan. Kakinya melangkah masuk berusaha tidak menimbulkan suara yang mengganggu. Amplop cokelat berisi dokumen tentang Blythe ia taruhh di meja kerja Elder.Masih dengan perasaan yang sesak, Lucy mengambil selimut dan menyelimuti mereka berdua. Geraham Lucy gemeretak menahan geram. Ia masih belum bisa menerima Elder yang memilih lebih dekat dengan gadis pendatang ini.Melihat wajah mereka yang sangat damai, Lucy memutuskan pergi dari ruangan itu dengan perasaan cemburunya.****Pagi datang secepat angin lalu. Lauretta mengerjapkan mata saat sinar matahari mencoba menembus retinanya. Parfum maskulin langsung menyeruak setelah kesadarannya telah penuh.Keningnya mengernyit menyadari adanya selimut yang mengangatkan tubuh mereka. Pipi Lauretta memanas. Pandangannya bergulir pada Elder yang masih terlelap. Tetap saja, laki-laki itu sempurna secara fisik.

  • Bastard Prince Who Obsessed With Me   Bab 8 ㅡ Bad Feeling

    Jelas saja setelah mendengar suara itu, Lucy menatap Kelly dengan wajah tegang. Sementara Kelly memaksa wajahnya untuk tetap terlihat tenang.“Sudah berapa lama kau disana?” ketus Kelly.“Aku ingat betul bagaimana ia menggunakannya dulu.” Lauretta mengutip kalimat Kelly. “Sejak kalimat itu kau ucapkan.”Batin Kelly merutuk. “Kenapa tidak mengetuk pintu dahulu sebelum masuk?” tukasnya dengan nada dingin.“Eum ... soal itu, aku minta maaf. Aku sangat penasaran saat kalian menyebut nama Ayahku.”“Ayah? Memang siapa Ayahmu?” Lucy mengikuti permainan Kelly untuk memanipulasi Lauretta.Gadis berambut kecoklatan itu menggigit bibir bawahnya sebentar. Kemudian mengaku. “Alexander Blythe.”Kelly tertawa keras mendengarnya, diikuti Lucy yang melakukan hal yang sama. “Maksudmu k

  • Bastard Prince Who Obsessed With Me   Bab 7 ㅡ Why Me?

    Lauretta menelan ludah kasar mendengar Elder yang secara gamblang mengatakan kalau ia lebih dari sekedar psikopat. Dilihat dari wajahnya saja, Elder memang terlihat memiliki aura pembunuh."Aku tidak mau tidur sekamar denganmu lagi. Aku trauma!" protes Lauretta."Memang siapa kau?" Laki-laki itu mengangkat satu alisnya, melihat Lauretta dengan ekspresi merendahkan."Aku pemilik rumah ini sebelumnya.""Aku yang berkuasa sekarang. Kau bisa apa?" Sekelebat bayangan hitam yang tampak dari jendela berhasil Elder tangkap melalui lirikan mata. Gerakan itu mencurigakan. Namun Elder tetap memasang wajah tenang, seolah tidak ada apapun.Saat Lauretta mencebik, tiba-tiba Elder mendekapnya. Kepalanya menabrak dada bidang Elder, Lauretta memekik tertahan."Sst ... Pejamkan matamu. Jangan berteriak kalau mendengar suara keras," bisik Elder di telinga Lauretta. Kemudian laki-laki itu men

  • Bastard Prince Who Obsessed With Me   Bab 6 ㅡ Yes, You Are.

    "Ya, kau." Desis Elder pelan. Hangat tubuh Lauretta menyebabkan gelayar aneh yang membuat miliknya menegang.Lauretta menipiskan bibirnya, bergerak-gerak meronta minta dilepaskan. Namun tenaga Elder jauh lebih kuat darinya. Laki-laki itu mendominasi. "Tidak mau.""Aku memaksa, Lau." Bisikan itu seolah membuat Lauretta semakin ingin segera lepas."Memangnya siapa kau?!" Suara Lauretta meninggi. Sungguh sebal dengan sifat Elder yang semaunya."Aku Tuanmu. Jangan membantah atauㅡ""Pergi!" Gadis itu berteriak keras. Dalam hati berharap ada yang mendengar suaranya.Elder terkekeh pelan, lalu melonggarkan pelukannya. Melepas Lauretta hingga dengan cepat gadis itu menjauh darinya. Ia senang melihat wajah Lauretta yang merah padam, sangat menggemaskan. "Kau salah memilih kolam ini. Sekencang apapun kau berteriak, tidak akan ada yang mendengar."&nb

  • Bastard Prince Who Obsessed With Me   Bab 5 ㅡ Me?

    Melihat Lucy yang begitu lihai menyiapkan segala keperluan kerjanya, Elder mengeringkan rambutnya yang basah karena habis mandi sambil memperhatikan Lucy. "Seharusnya kamu tidak perlu seperti ini."Lucy meletakkan kemeja putih itu di atas jas hitam yang sudah disiapkan. Tubuhnya berputar menatap Elder balik. "Tidak masalah bagiku, El. Anggap saja aku sedang belajar melakukan tugas sebagai seorang istri.""Pacarmu akan marah kalau dia tahu ini." Elder berjalan mengambil kemeja yang disiapkan Lucy. Kemudian ke bilik untuk berganti pakaian.Lucy terkekeh mendengar itu. "Aku tidak punya pacar, El. Berapa kali sudah ku katakan, hm?"Lucy sebenarnya gadis yang manis dan hangat. Namun belum cukup menarik perhatian Elder. Laki-laki lebih tertarik pada gadis polos yang suka berbicara dengan nada tinggi, menurutnya lebih menantang. "Kalau begitu sege

  • Bastard Prince Who Obsessed With Me   Bab 4 ㅡ Because of You

    Lauretta menepis kasar tangan besar itu, mengambil guling dan meletakkannya di tengah-tengah mereka untuk pembatas. Posisinya berbalik memunggungi Elder. Sementara laki-laki itu malah menyingkirkan guling itu dan mendekat kembali memeluk pinggang kecil Lauretta.Gadis itu tampak tidak nyaman dengan pelukannya, Elder sama sekali tidak peduli. “You’re mine.”“Jangan mimpi!” balas Lauretta dengan mata yang terpejam sempurna. Mengabaikan pelukan Elder yang terasa menggelitik.****Kicau burung itu membuat tidur Lauretta terusik. Matanya mengerjap sayu saat cahaya yang menembus celah jendela itu terasa menusuk retinanya. Di pinggangnya masih ada lengan kekar Elder, bedanya sekarang ia menghadap pada wajah tampan pria yang masih terlelap itu.Jika dilihat-lihat, wajah Elder saat tertidur sangat tenang. Bulu mata lentik laki-laki itu sangat menawan. Bibir berisinya sedikit terbuka menimbulkan suara dengkuran halus. Ramb

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status