Home / Romansa / Bayi Bos / 2. Keluarga Ku

Share

2. Keluarga Ku

Author: Ka Umay
last update Last Updated: 2023-10-03 20:23:13

Kok keluargamu nggak dateng?" tanya salah satu kerabat Roan. 

Aku kembali mengalihkan pandangan ke semua kerabat Roan, mengabaikan Roan yang sedang minum kopi.

"Emb... itu," ucapku terbata-bata.

Memang tidak ada satupun keluargaku yang datang, orang tuaku bercerai, ibuku menikah lagi sejak aku masih kecil. Sementara Bapak kabur meninggalkan banyak hutang. Aku diasuh nenek dan kakekku di kampung dari SD sampai SMP. 

Aku meremas jemari, sulit menjawabnya.

Sebenarnya aku ingin mengundang ibu yang aku ketahui keberadaanya. Hanya saja aku ragu. Berpikir ini hanya pernikahan pura-pura, tidak perlu mengundang. 

Sementara bapakku, aku tidak tahu dia masih hidup atau tidak. Saat aku lulus SMP tiba-tiba dia menjualku ke keluarga Yua untuk membayar hutang. 

"Ibuku ... itu, beliau..." Aku sungguh bingung.

"Kalau udah selesai makan cepat kalian pulang, mau aku pesenin taksi nggak?" tiba-tiba Roan memotong ucapanku. 

"Kami bawa mobil sendiri, nggak perlu." Kerabat Roan menjawab. 

Mereka mengobrol, menenggelamkan pertanyaan yang tidak bisa aku jawab tentang keluarga. 

Dari dulu aku berjuang sendirian, bagiku keluarga adalah sesuatu yang tidak ada. Aku tidak memilikinya. Yang menemaniku sejak masih gelandangan hingga jadi sekretaris CEO Nathanael Grup adalah cita-cita dan impian.

Aku akan jadi orang kaya dan  membeli apartemen impianku, Apartemen Jakarta Living Star Jakarta Timur. Harganya 399 juta. Selama 4 tahun bekerja banting tulang aku menabung mati-matian demi membeli apartemen satu kamar itu. Meskipun terlihat sempit tapi aku suka. 

Dulu aku hanyalah gadis kampung biasa, teman sebayaku kebanyakan sudah menikah dan sebagiannya lagi menjadi TKW. Ada juga yang kerja di pabrik sebagai buruh. 

Jika saja dulu bapak tidak menyuruhku bekerja sebagai pembantu di rumah Yua. Tidak mungkin aku punya kesempatan bersekolah di SMA elite dan kuliah di UI lalu bekerja di kantor Nathanael Grup. 

Aku bisa sampai sejauh ini dengan kerja keras. Aku tidak memiliki orang tua yang mendukung, harus menghidupi diri sendiri dan berjuang sendiri. 

Uang bayaran nikah kontrak adalah 500 juta. Hutang bapak 80 juta, renovasi rumah nenek di desa 100 juta, sisanya untuk tambahan beli apartemen. Akan aku kerahkan semua tabunganku demi apartemen itu. Aku lelah tinggal di kosan sempit bau got.

"Apa kau sudah mengemas barangmu?" tanya Roan meletakkan cangkir kopi.

Para saudara Roan sudah pamit pulang satu persatu. Mamanya Roan hanya datang sebentar kemarin. Tidak mau kumpul bersamaku. Bisa dibilang dia membenci pernikahan kami. Katanya tidak level. 

Tapi aku tidak peduli karena pernikahan ini hanyalah bagian dari pekerjaan. Mendapat restu atau tidak, itu bukan urusanku.

"Sudah, Pak." 

Aku melihat jam tangan, kami harus berpisah sekarang. Aku ingin segera pulang dan bertemu apartemen kesayanganku. Aku baru pindah dua hari lalu, belum selesai meletakkan barang-barang. 

Aku juga belum merenovasi apartemen, hanya kamar dicat warna kuning kesukaanku. Untuk ruang tamu dan dapur belum aku isi. Nunggu gajian. 

Aku benar-benar senang mendapat pekerjaan dadakan ini, tadinya kuperkirakan bisa membeli apartemen itu di usia 30 an. Tidak ku sangka bisa secepatnya ini. 

"Kalau begitu kirim alamat rumahmu, biar Pak Anto mengambil barang-barangmu." 

"Baik, Pak." Aku mengambil ponsel. "Eh, apa?" Kepalaku meneleng, baru sadar ucapannya barusan. "Buat apa Pak Anto ngambil barang-barangku?" 

"Kita akan tinggal serumah selama pernikahan berlangsung," jawabnya. 

"Ehhh...." 

Aku terkejut, mencoba mengingat isi perjanjian pernikahan. Tidak disebutkan bahwa kami harus tinggal bersama. Isi perjanjian yang paling aku ingat adalah privasi akan terjamin dan kami hanya akan menjadi suami istri di hadapan orang-orang. 

"Tapi, Pak. Kayaknya di perjanjian nggak disebut kita harus tinggal bareng." 

"Pasal 7 ayat 1 menyebut bahwa kita tidak boleh ketahuan. Itu berarti kita harus tinggal bersama." 

Tidak boleh! 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bayi Bos   63. TAMAT

    Katanya anak kedua sering terabaikan, aku pikir itu mitos tik tok. Rupanya benar. Aku dan Roan sampai shock seperti tidak percaya perkataan dokter yang mengatakan bahwa aku sudah hamil lima bulan. Tiba-tiba ada bayi yang bergerak di perutku!Sampai kandungan hampir memasuki usia ke enam bulan tidak terasa sama sekali. Padahal aku pernah hamil tapi tidak tahu. "Kok kamu bisa nggak sadar sih?" Protes Roan. Kami saling berpandangan. Masih di depan dokter kandungan. "Aku beneran nggak sadar, soalnya bulan kemarin aku datang bulan walaupun cuma flek." Dokter menyela, "memang hal seperti ini bisa terjadi, tidak masalah. Sekarang Bu Rina harus menjaga kesehatan lebih ekstra." "Bayinya normal 'kan Dok? Soalnya aku nggak jaga kandungan dan serabutan." Aku bertanya karena khawatir. "Alhamdulillah bayinya sehat."Roan tiba-tiba memelukku. "Selamat, akhirnya kita dianugerahi anak lagi." Aku membalasnya. "Selamat juga, akhirnya kita bisa menjadi orang tua." Rasanya terbaru, setelah penantia

  • Bayi Bos   62. Perutku Aneh

    Selesai acara itu, sikap orang-orang padaku berubah. Di kantor, mereka selalu menawariku makan, bersikap sok akrab dan membuatku tidak nyaman. Mereka penjilat.Aku memutuskan keluar dari sana lebih awal, sikap mereka kadang kurang ajar cari perhatian pada suamiku yang datang menjemput. Aku risih dan tidak suka. "Kalau ada yang natap tuh kamu harus nunduk," kataku pada Roan setelah melihat Roan bertatapan dengan gadis-gadis di kantor tadi."Nggak bisa lah, nanti aku dikira salting.""Kalau gitu abaikan mereka, aku nggak mau ke kantor itu lagi. Mereka semua genit sama kamu!" "Kamu cemburu?" Aku diam, malu mengakui dan malah memalingkan wajah. Rasa mual tiba-tiba menyerang. Aku menutup mulutku sendiri dan keluar dari mobil. Kembali ke gedung kantor dan mencari toilet. Roan mengejarku sampai di depan pintu toilet, aku tidak mempedulikannya dan muntah. Orang-orang melihatku dengan heran. "Apa aku hamil ya?" tanyaku setelah membersihkan mulut di wastafel. Menatap wajah di cermin. Sete

  • Bayi Bos   61. Celin

    Ternyata, tidak ditantang Andy membawa suami ke anniversary perusahaan pun aku tetap harus mendampingi Roan. Cepat atau lambat memang harus bersiap membongkar identitas. Aku mengembuskan napas berat. Sekarang kami dalam perjalanan, jauh-jauh hari Mama menyiapkan gaun yang serasi dengan Roan. Ayah dan bundaku juga diundang. Aku sudah bisa marah pada ayah, tanpa disangka itu membuatnya senang sekaligus sedih. Aku mengungkapkan perasaanku selama ini. Rasa sakit yang aku derita selama puluhan tahun. Rasa iri pada orang lain yang dijaga ayahnya dan perasaan rindu.Semua itu berawal dari tali sepatuku yang lepas. Ayah memasangkannya sambil jongkok, membuatku merasa seperti seorang putri yang dicintai. "Kenapa baru sekarang?" tanyaku.Ayah mendongak, melihatku yang menunduk. "Ayah baru lihat tali sepatumu lepas." Selesai memasangkan ayah berdiri. "Kenapa Ayah nggak peka dari awal?" Mendengar pertanyaanku membuat ayah bingung. "Maaf Ayah nggak tahu." "Andai Ayah lebih peka, aku nggak a

  • Bayi Bos   60. Rin Dikejar-kejar

    Dokter hanya menanyai beberapa hal di pertemuan pertama kami. Dia mengajakku mengobrol santai dan dalam waktu singkat menjadi akrab. Dokter wanita yang cerdas dan ramah, auranya dewasa nan elegan. Ia mendengar ceritaku tentang kehidupan sehari-hari.Ia menanggapi sebagai pendengar yang baik, membuatku sangat nyaman karena tidak ada yang menghakimi. Hal yang aku takutkan selama ini adalah dipandang rendah. Tapi Dokter Valerie antusias mendengar dan menanggapi secara rasional, menunjukkan profesionalitas kerja. Ia mencatat percakapan kami sesekali. Wajah cantiknya selalu tersenyum hangat. "Pertemuan selanjutnya tiga hari lagi, saya akan membuatkan resep." Dokter Valerie menulis di kertas resep. Membuatku memiringkan kepala karena heran. "Obat untuk apa? Kita kan cuma ngobrol, Dok?"Dokter Valerie tersenyum. "Supaya saya dapat bayaran, saya kan jual obat." Aku mengerutkan kening, candaannya garing. "Aku serius, Dok." Dokter Valerie membenarkan kacamatanya, ia menutup buku catatan p

  • Bayi Bos   59. Dia Ahli

    Dari mana dia tahu bahwa aku memiliki hotel, aku menelan ludah. Tekanan dari orang ini berbeda. Dia terlihat santai tapi berbahaya. "Aku akan menghadiahkan sprei, cangkir Papa Mama dan baju tidur. Itu kan kado pernikahan yang umum." Benar, umum di kalangan rakyat biasa tapi tidak untuk kalangan atas. Malah kado seperti itu seperti penghinaan. Aku mencoba memancing Lazio, melihat seberapa batasannya. Lazio menelengkan kepalanya, menatapku dengan tekanan mencekam. Aku meletakkan sendok. Berusaha tidak terlihat takut. Hanya saja diamnya Lazio terlihat mengerikan apalagi senyum simpul di sudut bibirnya. Dia seperti psikopat."Kami akan menghadiahkan mobil," ucap Roan. Mencairkan suasana. "Hahahahaha," tawa Lazio pecah hingga semua orang melihat ke arah kami. Ia kembali mengambil buah stroberi. "Sprei dan cangkir couple juga bagus." Aku bernapas lega, ikut tersenyum dengan canggung. Wanita yang bisa menikah Lazio tentulah orang yang kuat. Aku yang baru dua kali bertemu saja merasakan

  • Bayi Bos   58. Menantu Presdir

    Kata Roan statusku sebagai istrinya di Rose Green grup tidak diketahui oleh siapapun. Tapi sepertinya Roan lupa bahwa dulu Pak Salam datang ke pernikahan kami. Dia mengenaliku dan terkejut. "Anda adalah menantu Presdir?" tanyanya saat aku mengharap pagi ini. "Benar, Pak. Saya mohon bantuan untuk kedepannya." Aku menunduk hormat. Pak Salam langsung berdiri, ia gugup dan bingung memperlakukanku yang merupakan menantu atasannya. "Pak Rasyid nggak bilang kalau sekretaris baru saya itu menantunya sendiri." "Papa ingin saya bekerja normal tanpa ada yang memandang status. Mohon perlakukan saya seperti yang lain." "Mana bisa seperti itu, anda adalah nyonya muda. Kalau saya salah sedikit, saya yang akan dipecat. Silakan duduk dulu." Setelah aku duduk, Pak Salam keluar dan berteriak menyuruh mengambilkan air serta cemilan, ia panik seperti kedatangan tamu penting.Ini sulit, kurasa pekerjaanku tidak akan berjalan baik. Hari pertama, aku hanya diajak berkeliling kantor oleh direktur, memb

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status