Tanpa terasa sudah 3 hari semenjak Shanara siuman, dia merasa jauh lebih baik walau kepalanya masih nyeri. Dokter Edward masuk ruangannya dengan senyum menawan. Setelah satu minggu di rawat disini Shanara sudah akrab dengan dokter Edward.
''Nona Shanara hari ini saya akan mengganti perban di kepala mu.'' Ucapnya sembari mengecek selang infus kemudian mengecek mata Shanara, setelah di pastikan kondisi pasiennya sudah jauh lebih baik dia mulai melepas perban itu. Ketika perban di buka luka di dahi Shanara sudah hampir sembuh seutuhnya. Dokter Edward sangat takjub, pemulihan yang cukup cepat, baru satu minggu luka itu sudah mengering jauh lebih cepat dari pada perhitungannya. ''Bagaimana dok.'' Kapan saya boleh keluar dari sini. Tanya Shanara, dia sedikit khawatir jika berlama-lama di rawat disini dia takut tidak bisa membayar biaya rumah sakitnya. ''Saya rasa dalam 2 atau tiga hari kedepan nona sudah bisa pulang. Ucap dokter Edward sambil membersihkan luka Shanara. ''2 atau 3 hari lagi dok,,?'' Raut wajahnya tampak sedikit panik. ''Walau keadaan nona sekarang sudah jauh lebih baik, tapi untuk memastikan saya sarankan nona tetap disini dulu. Tapi dok...! Shanara ingin menolak tapi ucapannya di hentikan oleh Dokter Edward. Kalau nona mengkhawatirkan mengenai biaya rumah sakit, Nona tidak perlu khawatir.' Semua biaya sudah ada yang menanggungnya. Ucapan dokter Edward mengagetkan Shanara, Dia tidak memiliki keluarga dan satu-satunya teman yang dia miliki disini adalah Carla Bretton tapi itu tidak mungkin dia karena Shanara tau keuangan sahabatnya itu tidak berbeda jauh dengannya. ''Maaf dok, Siapa yang menangung biaya rumah sakit saya..?! Shanara tidak dapat menyembunyikan rasa penasarannya. ''Hari ini nona akan bertemu dengan beliau.'' Dokter Edward tidak ingin menjelaskannya karena dia takut akan salah bicara, dia pikir akan lebih baik membiarkan nyonya Anderson sendiri yang memperkenalkan diri nya nanti. Dan saat Shanara baru ingin mengorek informasi dari dokter Edward, Pintu ruangan di dorong dari luar. Kemudian 2 wanita berpakaian rapi dan mewah memasuki ruang rawat Sahanara, Satu wanita paruh baya dengan wajah yang masih sangat cantik bersama seorang wanita berusia lanjut menggunakan tongkat melangkah masuk dari pintu dengan raut wajah ramah. Shanara memandang kedua wanita tersebut dengan penuh tanda tanya. Nyonya Anderson.'' Anda Sudah datang..? Dokter Edward menyapa sambil sedikit membungkuk. Shanara memperhatikan kedua wanita yang menghampirinya itu dengan seksama, dari sikap dokter Edward yang begitu sopan pada mereka sepertinya kedua wanita itu bukanlah orang sembarangan pikirnya. ''Hallo Nona Shanara.'' Nama saya Cecille Anderson dan ini Mama saya Elisabeth Anderson. Ucap wanita yang lebih mudah ''Maaf..! Shanara merasa bingung dia tidak mengenali kedua wanita itu. ''Kamu boleh memanggilku Oma saja.'' Ucap wanita yang lebih tua lalu menambahkan. ''Apakah nona ingat apa yang terjadi sebelum nona mengalami kecelakaan?'' Tanya Nyonya Elisabeth sambil duduk di kursi yang di siapkan Cecille dan dia sendiri pun berdiri di samping wanita tua itu. ''Ya! Saya sudah mengingat kejadiannya, Saat itu saya mau pergi ke toko di seberang jalan dekat apartemen tempat tinggal saya, dan waktu itu saya melihat ada seorang wanita yang hampir tertabrak lalu saya mendorong nya dari jalan untuk menepi tapi tanpa saya sadari saya sendiri yang tertabrak. Ucap Shanara kembali mengingat kejadian saat itu. ''Hem.. lalu apa nona mengenali wanita itu atau melihat wajahnya?" Nyonya Anderson bertanya lagi. Shanara menggeleng seraya berkata, ''Kejadiannya sangat cepat, saya tidak banyak berfikir, saat itu hanya mengikuti insting saja. Mendengar penjelasan Shanara hati Nyonya Anderson tersentuh, Gadis ini tidak mengenalnya tapi dia mau mempertaruhkan nyawa nya sendiri untuk menyelamatkan orang tidak di kenal, sungguh mulia pikirnya."Nona Shanara, kami datang kali ini untuk berterima kasih kepada nona." Karena nona telah menyelamatkan mama saya. Ucap Cecille penuh syukur
"Menyelamatkan?" Shanara memandang wajah Cecille lalu kepada Elisabeth. "Benar Shanara, Saya adalah wanita tua yang kamu selamatkan itu." Elisabeth menyentuh tangan Shanara sambil tersenyum dan menambahkan "Terima Kasih" sambil menepuk-nepuk tangan gadis itu dengan lembut. Shanara tampak sedikit terkejut, kemudian dia tersenyum sambil berkata. "Tidak perlu berterimakasih Nyonya, Sudah seharusnya saya melakukan itu." Manusia di ciptakan untuk saling menolong, apapun keadaannya. "Tapi kamu menolong tanpa memikirkan keselamatan mu sendiri." Apakah itu pantas?" Nyonya Anderson tampak penasaran dengan karakter gadis di hadapannya itu. "Semua itu tergantung takdir." Yang penting bagi saya adalah melakukan apa yang menurut saya benar untuk di lakukan." Dan saya lakukan dengan ikhlas. Ucap Shanara sembari tersenyum tulus. Gadis ini benar-benar berhati mulia, dia harus membuat gadis ini tetap bersamanya. Pikir Nyonya Elisabeth, Cecille yang mendengarkan ikut tersenyum, dalam hati dia kagum akan sifat Shanara. "Oh ya." Menurut Dokter Edward mengenai biaya rumah sakit saya yang sudah di bayar, Apakah itu nyonya yang melakukan?" Tanya Shanara yang merasa yakin mereka pastilah orang itu."Jangan kamu pikirkan masalah itu." Semua tidak seberapa di bandingkan dengan apa yang sudah kamu lakukan. Ucap Cecille
"Tapi nyonya, biaya rumah sakit ini pasti tidak murah, saya akan mengembalikannya kepada nyonya, tapi jika uang yang saya miliki kurang saya mohon izinkan saya mencicilnya. Ucap Shanara yang merasa tidak nyaman. "Shanara Oma mohon ya." Jangan kamu pikirkan masalah biaya itu." Anggap saja itu sebagai ungkapan terimakasih Oma padamu. Ucap Elisabeth tampak memelas. Melihat raut wajah wanita tua dihadapannya itu Shanara merasa tidak tega, biar bagaimanapun menolak kebaikan seseorang itu tidak baik, maka dia pun mengangguk pelan. "Baiklah Nyonya, Terimakasih. Ucapnya"Nah, begitu lebih baik, Oma juga merasa lega. Senyum merekah di wajah nya yang sedikit keriput. Shanara merasa kagum dalam hati wanita di hadapannya itu di perkirakan berusia 70 an tahun namun wajahnya masih terlihat segar dan kencang. "Edward ! Kapan Nona Shanara di perbolehkan untuk keluar dari sini?" Tanya Elisabeth Sebenarnya pemulihan nona Shanara sangat baik." Dia bisa pulang kapan saja, tapi saya saran kan dua atau tiga hari lagi untuk memastikan tidak ada masalah lain. Ucap dokter Edward "Hemm." Kalau begitu ikuti saran dokter saja! Istirahat yang cukup dalam pengawasan dokter itu lebih baik. Nyonya Elisabeth setuju dengan saran dokter Edward. Shanara tetap merasa kurang nyaman tetap tinggal di rumah sakit dan membiarkan mereka membayar seluruh biayanya tapi dia tidak bisa menolak permintaan wanita tua itu. "Kalau begitu kami akan pulang dulu, nanti jika butuh apa-apa beritahu saja kepada dokter Edward. Tambah nyonya Elisabeth seeraya berdiri, dia menambahkan " Shanara,, kamu beristirahat lah disini dengan baik, jangan pikirkan yang lainnya. Sambil menepuk lembut tangam gadis itu dia beranjak menuju pintu keluar. Shanara ingin mengatakan sesuatu tapi sepertinya wanita itu tidak memberinya kesempatan, kedua wanita itu mwnghilang di balik pintu bersama dokter Edward. Setelah kunjungan kedua wanita itu Shanara tertidur, sekitar satu jam kemudian dia terbangun. Merasa bosan berada di ranjang rumah sakit dia ingin keluar menghirup udara segar, ruangan rumah sakit di penuhi aroma obat-obatan membuatnya merasa pusing. Dia membuka pintu ruang rawat, badannya terasa ringan dan berenergi, sebenarnya dia merasa tidak perlu lagi berada disini tapi dokter dan nyonya itu bersikeras. Shanara berjalan di taman rumah sakit, hari masih cukup pagi udara segar membuatnya merasa nyaman. Saat memandang sekeling taman yang asri dan bersih itu Shanara baru menyadari rumah sakit yang ia tempati itu adalah rumah sakit nomor satu di Kota Adelite, tidak dapat di bayangkan berapa biaya rawat inap disitu, walau seluruh tabungannya tidak akan cukup untuk biaya satu malam disini. Shanara tiba-tiba merinding, dia teringat kata-katanya yang ingin mengembalikan biaya itu kepada wanita tua tadi. "Shanara!?'' Kamu, kenapa disini?! Tiba-tiba sebuah suara laki-laki mengagetkannya dari belakang. Shanara menoleh ke asal suara itu, wajahnya tampak kaget melihat laki-laki di hadapannya itu. ''Jackob?!Tanpa menjawab pertanyaan Jackob Shanara lansung berbalik badan dan melangkah meninggalkan laki-laki itu. ''Tunggu! Jackob mencekal pergelangan tangan Sahanara ''Lepas kan Jack! Shanara mencoba melepaskan cengkraman tangan Jackob namun laki-laki itu menambah tenaganya membuat Shanara merasa kesakitan. ''Shanara, Empat tahun kamu menghilang tanpa memberitahuku.'' Sekarang tidak mau menjelaskan?'' ''Menjelaskan?'' Untuk apa?,, Bukankah kamu sendiri sudah tau, untuk apa menjelaskan ! Ucap Shanara meninggikan nada suaranya, Laki-laki ini adalah orang tarkhir di dunia ini yang ingin dia temui.Shanara dapat merasakan nafas mint laki-laki itu yang membuat jantung nya berdegup tak beraturan. Memang benar yang dia ucap kan, ini yang kedua kalinya mereka bertemu dan selalu saja saat dia akan terjatuh dan berakhir dalam pelukan pria itu. "Eeh maaf.'' Ucap Shanara gugup sembari kembali berdiri. Kamu tidak apa-apakan? Tanya laki-laki itu dengan sikap yang amat lembut sambil memperhatikan Shanara dari atas ke bawah untuk memastikan kulit gadis itu tidak terkena kuah panas tadi. " Tidak aku tidak apa-apa.'' Terimakasih! Ucap Shanara sedikit bergetar karena gugup. Untung saja dia tadi bergerak cepat melempar mangkuk itu kesamping karena kalau tidak, tubuh dan wajahnya pasti terkena kuah panas itu. "Sha..'' Kamu tidak apa-apa?" Tanya Oma menghampiri seraya memandang Shanara dari atas ke bawah memeriksa keadaan gadis itu dengan raut panik masih melekat di wajahnya yang mulai keriput. "Ahh..eeh Oma.. Iya.. Maaf telah membuat mu kawatir, tadi Saya terpel
"Sha.." Apa kamu baik-baik saja?" Tanya Elizabeth ketika dia melihat wajah murung Shanara setelah menatap lekat pada lukisan di ruang tamunya itu. "Aah Oma." Iya Saya tidak apa-apa." Jawab Shanara sedikit gugup. Elizabeth menatap lekat wajah Shanara yang tiba-tiba berubah murung itu. "Apa kamu yakin Sha.?" Tanya Elizabeth untuk memastikan. "Iya oma, maaf sudah membuat oma kawatir, tadi saya hanya teringat masa lalu. Ucapnya menjelaskan. "Oh baiklah kalau begitu kita duduk dan minum dulu.'' Ajak Elizabeth sembari menuntun Shanara menuju Sofa. Sepertinya lukisan itu telah mengingatkan Shanara pada masa lalunya yang sepertinya bukanlah hal yang menyenangkan pikir Elizabeth. Dan dia pun tidak ingin memperpanjang masalah itu. Apa sebenarnya yang di alami gadis ini sehingga dia jadi tampak begitu sedih. Mungkin sebaiknya aku menyelidiki latar belakang Shanara. Pikir Elizabeth, walau status dan latar belakang keluarga tidak begitu penting baginya dan keluarga Ander
Sementara itu di kediaman nyonya Anderson suasana terlihat kembali tenang para pelayan telah selesai mengerjakan tugas-tugas yang di berikan oleh kepala pelayan. "Apa kamu tidak kangen sama Oma?! Sudah hampir dua minggu kamu tidak menjenguk Oma loh! Suara berat Elizabeth terdengar memelas sambil menempelkan handphone ke telinganya. "Pokoknya Oma tidak mau tau, hari ini kamu harus datang menjenguk Oma! Titik!! Elizabeth menggunakan nada sedikit tinggi. Di seberang telepon Gillian tampak kehabisan alasan dia memijit keningnya, dia tau betul jika Oma sudah ngotot maka tidak ada yang bisa dia lakukan kecuali menuruti kehendak beliau, walau saat ini pekerjaan nya menumpuk. Gillian menghela nafas menyerah, dia lalu berkata " Baiklah oma." Nanti Gillian akan mengunjungi Oma. Mendengar cucu semata wayang nya itu telah se
"Tuan Ryan maaf aku permisi dulu." Jika ada kesempatan kita mengobrol lagi lain kali ucap Danniel memohon diri. Walau dalam hati Ray masih ingin bersama gadis cantik itu tapi dia tau Danniel adalah atasan Shanara dan urusan mereka pasti bersangkutan dengan pekerjaan. "Oh ya, silahkan, aku akan sering berkunjung nanti. Ray mengangguk Shanara menarik lengan Clara yang masih bengong memandang wajah Ray. Ketiga orang itu berjalan menuju area dalam restoran. Pandangan Ray terus tertuju pada punggung Shanara, pikiran dan hatinya di penuhi oleh bayangan gadis itu. Dia pikir baru kali ini ada gadis yang tidak terpana oleh ketampan yang dimiliki Seorang Ryan. Di dalam restoran Danniel mengajak Shanara dan Clara masuk dalam restoran di lantai utama, ruangan itu berukuran sangat luas. "Sha." Sekarang Seaview telah resmi di buk
Teressa tampak mencoba mengingat-ingat ucapan Ray tadi malam, memang benar laki-laki itu tidak memaksa nya, tidak menjanjikan apa-apa padanya dan dia juga berterus-terang dari awal padanya. Tapi dia tidak dapat menerima kenyataan itu, dia ingin dapat menaklukan hati Ray tapi melihat sifat laki-laki playboy itu, apakah dia mampu bersabar dan terus menerus menelan sakit hati. Tapi demi perubahan status dia pikir dia harus berusaha menaklukan sang playboy itu. Saat ini di kota Adelite pria-pria luar biasa yang termasuk golongan top 10 tidak banyak lagi yang tersisa, selain Ray ada dua lagi pria lainnya, dia adalah Jimmy Lewis dan Zander Smith. Keluarga Smith termasuk keluarga kaya top sepuluh, sedang kan keluarga Lewis tidak ada yang tau jelas karena Jimmy Lewis tidak lagi memiliki keluarga. Kabar mengatakan kedua orang tua Jimmy meninggal dalam sebuah kecelakaan dan dia di paksa mengambil
Clara sangat mengagumi kegigihan Shanara dalam bekerja, dia sama sekali tidak tertarik mengunakan penampilan nya untuk menggaet pria kaya demi status dan harta. "Ra! Bagaimana menurutmu?" Tanya Shanara pada Clara yang tampak sedang melamun. Clara sedikit gugup, lalu memperhatikan Shanara dari atas kebawah, Shanara yang kini mengenakan dress motif bunga tanpa lengan sebatas lutut itu tampak jauh lebih muda dari usianya. "Kamu benar-benar cantik Sha." Aku jadi makin iri! Puji Clara yang tampak sangat kagum. "Kamu bisa aja! Sahut Shanara malu-malu. Dia memang jarang mengenakan pakaian-pakaian seperti saat ini, dia lebih senang bercelana pendek dan kaos sedikit longgar. "Bener Sha, kamu terlihat sangat anggun dengan dress itu. Ucap Clara tulus. Shanara memandang dirinya di dalam cermin dia terlihat sep