Share

Bab 5. Ceraikan Aku!

Apa Kayana tidak salah dengar? Pantasnya yang bicara begitu adalah dirinya. Bukankah selama ini yang tidak menganggap istri adalah Eiser? Tapi kenapa pria itu berkata seolah dirinya yang tidak bersikap layaknya seorang istri?

"Kamu sedang membicarakan dirimu sendiri, Eiser." Kayana membalas ucapan telak pada sang suami.

"Tak bisakah kamu tidak membantahku."

"Aku hanya berbicara kenyataan, Eiser."

Eiser, mendecak kesal lantaran sang istri terus saja membantah. Dan ketika keduanya sampai di lokasi acara senyum mereka tampakkan di bibir masing-masing.

"Akhirnya kamu datang juga, Sayang."

Kayana langsung menerima pelukan dari Lusiana, sang ibu mertua. Wanita yang masih terlihat muda di usia kepala 5 itu nampak begitu kagum terhadap paras yang dimiliki sang menantu.

Lalu Evan, sang papa mertua. Dia juga sangat senang terhadap Kayana. Pembawaan yang lemah lembut dan penuh sopan santun, menandakan kalau menantunya ini memiliki attitude yang bagus. Tidak seperti yang dikatakan oleh sang putera beberapa waktu yang lalu.

"Ayo kita masuk, Om Reymond sudah menunggu kalian."

Eiser mengulurkan tangan. Kayana jelas kaget. Tak biasanya pria itu bersikap begini. Ah, tetapi sekali lagi Kayana ditampar kenyataan kalau dirinya dituntut untuk bersandiwara di depan keluarga.

Tidak apa, asalkan itu membuat Eiser senang. Apapun akan Kayana lakukan. Setidaknya, Eiser menganggapnya manusia di depan orang banyak. Dan memperlakukannya layaknya manusia pada umumnya.

Bersandiwara tidaklah buruk. Mungkin hanya dengan begini, Kayana bisa dekat dengan Eiser. Jantung tak berhenti berdetak, tatkala Eiser merengkuh pinggang. Pesta dansa telah dimulai, beberapa pasangan terlibat di dalamnya termasuk Eiser dan Kayana yang membuat orang lain merasa iri melihatnya.

"Selamat, kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan," bisik Eiser di telinga sang istri. Kayana hanya diam seraya menghembuskan napas.

Kayana jelas tahu apa yang dimaksud oleh sang suami. Pasti Eiser mengira bahwa dirinya begitu senang karena telah menjadi wanita yang paling beruntung telah memiliki Eiser. Siapa yang tidak tahu Eiser, seorang pemimpin perusahaan Global Group.

Selain harta, parasnya yang rupawan dan postur tubuh yang menawan adalah obat bius bagi kaum hawa. Attitude dan status sosial tak diragukan lagi. Meski terlihat dingin di luar, Eiser adalah sosok pemimpin yang bijaksana dan juga berwibawa.

Ia juga disukai rekan bisnisnya karena sifat yang baik dan ramah terhadap sesamanya. Namun, sayangnya semua sikap itu tidak ditunjukkan pada Kayana karena pria itu terlanjur membenci wanita yang kini berstatus sebagai istrinya.

"Kamu harus membayar mahal atas semua ini," desis Eiser lagi.

"Kamu bisa melakukan apapun yang kamu mau." Kayana pasrah. Setelah menikah, seorang istri memang milik suaminya. Pesta dansa berlangsung cukup lama, sebelum sebuah tepukan di pundak membuat Eiser menoleh dan menghentikan gerakannya.

"Tuan Eiser."

Eiser langsung melepas pelukan dari sang istri. "Oh, Tuan Owen. Bagaimana kabar Anda?"

Rekan bisnis Eiser yang berasal dari negeri Jiran turut hadir. Itu sebabnya ia memilih untuk berbincang dan meninggalkan istrinya. Dan di saat itulah, Kayana sendirian. Ia berencana untuk menghampiri ibu mertua, tetapi malah berpapasan dengan Freeya adik iparnya.

Kening Kayana mengkerut melihat tingkah adiknya yang nampak celingukan, seperti tengah mencoba menemukan sesuatu.

"Apa yang kamu lakukan, Freeya?" tanya Kayana. Bukannya menjawab, gadis itu menatap kanan kiri.

"Aku dengar putra tertua keluarga Liu datang. Daddy ingin aku mendekatinya dan berkenalan dengannya." Freeya sedikit berbisik saat mengatakannya. Kayana menggeleng pelan.

Sudah menjadi rahasia umum di kalangan masyarakat. Kalau pengusaha menggunakan putri mereka sebagai umpan. Untuk mendukung dan memperkuat kerjaan bisnis mereka yaitu dengan cara perjodohan. Tentu saja, Kayana tidak termasuk.

Sebab ia bukan putri seorang pengusaha. Namun, namanya cukup dikenal karena usaha toko bunga yang sering melayani pelanggan yang mayoritas adalah pengusaha. Namun, untuk keluarga Liu. Kayana tidak pernah dengar. Dan ia tidak mau tahu soal itu.

"Good luck untukmu, Freeya."

Niat untuk menemui ibu mertua batal. Ia berbelok arah untuk mencari meja konsumsi. Dan ketika melihat tumpukan gelas berisi cairan berwarna merah, Kayana tersenyum lalu menghampirinya.

Satu gelas sampanye sudah berada di tangan, dan ia bermaksud untuk kembali. Namun saat ia berbalik, sosok tinggi tiba-tiba datang dan membuatnya kaget sehingga tanpa sengaja menumpahkan isi dalam gelas.

"Oh, maaf!" Ketika Kayana mengulurkan tangan hendak membersihkan jas pria di hadapannya, tetapi tangannya malah ditahan.

"Dari keluarga mana kamu?"

Mendengar itu Kayana mengangkat wajah. Sosok pria tinggi berdiri tegap, kulitnya putih, rahang sedikit kecil, wajah tampannya seolah terukir dengan hati-hati.

"Maaf, saya tidak sengaja."

"Kamu tahu berapa harga jasku?"

Kening Kayana berkerut. Apa pria itu meminta dirinya menebak harga jas? Yang benar saja.

"Maaf, saya tidak tahu. Tapi saya akan coba bersihkan."

"Ini adalah noda anggur," sahut pria itu.

"Lalu?"

"Sepertinya kamu tidak cukup pandai untuk memahami kata-kataku, Nona."

"Jadi Anda mengatai saya bodoh? Begitu?"

Pria itu malah tertawa. Selain suami, ternyata ada orang lain yang membuat Kayana kesal setengah mati. Bahkan di pertemuan pertama kali ini, pria itu sudah berani menghina dirinya.

"Kalau begitu, berikan saya bukti kalau Anda orang yang pintar."

Rahang Kayana berkedut. Gelas yang telah kosong diletakkan di atas meja begitu saja. Lalu ia mengambil sesuatu dari dalam tas tangan untuk diberikan kepada pria di hadapannya.

"Ini kartu nama saya. Hubungi saya, lalu kirimkan nomor rekening Anda. Saya akan ganti rugi sesuai dengan harga jas mahal Anda."

Di sisi lain, Eiser yang tengah asyik berbincang dengan rekan bisnis harus terganggu oleh pemandangan yang menyebalkan. Di mana ia melihat istrinya berbincang dengan seorang pria. Bahkan ia melihat sang istri menyodorkan sesuatu kepada pria itu.

Eiser memang benci dengan istrinya, tetapi ia lebih benci kalau wanita itu tidak bisa menjaga martabat keluarganya. Eiser memisahkan diri dari kelompok. Ia harus memberi pelajaran pada istrinya.

Langkah terdengar mendekat. Namun, Kayana masih belum menyadarinya. Hingga sepersekian detik. Tangannya tiba-tiba ditarik. Ia jelas kaget.

"Lepas, Eiser!"

Untuk menghindari perhatian keluarga, Eiser membawa Kayana ke sebuah ruangan khusus. Di mana ia bebas meluapkan amarah yang meledak-ledak.

"Wanita murahan!" Eiser meraih rahang sang istri, lalu menekan tubuh istrinya ke dinding. "Tidak tahu diri, tidak tahu malu! terang-terangan kamu merayu pria lain di depan keluargaku! Tak cukupkah kamu menjebakku. Dan menghancurkan kebahagiaanku. Menghancurkan hubunganku dengan Ivana? Sekarang kamu menginginkan pria lain? Hmmm?"

"Lepaskan aku, Eiser!" Kayana kesulitan bicara lantaran rahangnya yang dicengkeram.

"Mau mengelak apa lagi? Aku sudah melihatnya dengan mata kepalaku sendiri, Kay. Kamu merayu laki-laki itu. Semurah itukah dirimu?"

"Aku bilang cukup!"

Dan ketika Kayana berhasil mendorong suaminya. Ia langsung berteriak. Sudah cukup ia mendengar penghinaan Eiser terhadap dirinya. Sudah cukup ia menerima tuduhan-tuduhan yang tak berdasar. Dan sudah cukup pula ia menerima rasa sakit di hatinya. Dan saatnya Kayana mengakhiri semuanya.

"Aku muak denganmu, Eiser!"

"Oh ya? Lalu apa maumu?"

"Ceraikan aku sekarang juga!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status