Home / Urban / Belenggu Hasrat Dendam Membara / BAB 6 INFORMASI ADALAH SENJATA

Share

BAB 6 INFORMASI ADALAH SENJATA

Author: Michaella Kim
last update Last Updated: 2025-12-17 15:51:40

“Apa dia serius?”

Ethan mengembuskan napas, menyandarkan punggung ke kursi tunggu bank yang empuk tapi entah kenapa tetap terasa seperti duduk di atas batu. Ia sudah menunggu hampir lima belas menit sejak Celeste mengatakan untuk menunggunya selama sepuluh menit.

Tanpa sadar kedua mata Ethan sudah berkali-kali melirik pintu lift tempat Celeste masuk sebelumnya.

Orang-orang lalu-lalang, staf bank sibuk, dan di luar hujan tipis masih turun, membuat seluruh kaca berembun. Tapi bukan cuaca yang membuat ketegangan mencubit tengkuknya.

Isi pesan di ponsel itu membuatnya ingin buru-buru mendapatkan jawaban dari Celeste, dan ia sudah tidak bisa menunggu lebih dari ini.

“Jangan abaikan Celeste Morel. Dunia ini tak sekecil yang kau kira.”

Sial. Bahkan untuk standar orang yang baru keluar penjara, ini meresahkan.

Ethan mengetuk ujung sepatunya ke lantai marmer, ritme tak sadar yang menunjukkan ia gelisah. Bukan gelisah karena Celeste, tapi karena fakta bahwa ada seseorang yang sepertinya mengirim Celeste Morel kepadanya.

Saat pintu lift itu terbuka, Ethan langsung menoleh.

Celeste keluar dengan langkah mantap, blazer navy dan rambut kecokelatannya tersapu rapi di belakang telinga. Sekilas ia tampak seperti semua eksekutif muda ambisius di kota ini, anggun, terukur, sibuk. Tapi Ethan sudah melihat sesuatu yang lain di balik itu, peringatan untuk berhati-hati dengan wanita itu.

Ketika mata mereka bertemu, Celeste berhenti. Hanya sepersekian detik, tapi cukup untuk membuat denyut Ethan melompat.

“Akhirnya,” gumam Ethan tanpa suara.

Celeste mendekat, mengusap sedikit kaca tablet di tangannya seolah untuk mengulur waktu. Setelah cukup dekat, ia menurunkan suaranya.

“Kau di sini untuk apa?” tanyanya. Bukan ramah. Bukan juga sopan. Lebih seperti seseorang yang ingin memastikan sesuatu sebelum mengambil langkah berikutnya.

Ethan menaikkan alis. “Itu bukan urusanmu.”

Celeste menghela napas pendek, agak putus asa namun tetap elegan. “Bank ini terhubung dengan jaringan yang, yah, kau tahu siapa yang menguasainya.”

“Cross Group,” potong Ethan dingin.

Celeste memandangnya lama, seolah ingin membaca reaksi itu sampai lapis terdalam. “Jadi kau sengaja datang ke tempat yang Marcus Cross kendalikan?”

Ethan tak menjawab. Ia hanya menahan tatapannya. Di dalam kepalanya, serphan curiga mulai tersusun. Celeste terlalu ingin tahu. Terlalu sadar akan setiap gerakannya.

Sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu, Celeste mendekat setengah langkah, cukup dekat hingga aroma parfum samar, bergamot dan cedar, menyentuh hidung Ethan.

“Marcus Cross tidak memberikan informasi kepada sembarang orang, termasuk aku,” bisiknya. “Dia tidak gegabah untuk melakukan hal itu, sepenting apapun posisiku. Ada bagian-bagian yang dia tutupi. Termasuk tentangmu.”

Ethan mengerutkan kening. “Jadi kau mengaku bekerja untuk dia?”

Celeste menahan senyum tipis, bukan senyum bahagia, lebih seperti smirk seseorang yang menyadari dirinya berada di antara dua jurang. “Lebih tepatnya aku bekerja di bawah Cross Group. Itu berbeda dari bekerja untuk Marcus Cross.”

“Heh.” Ethan menyilangkan tangan. “Kedengarannya sama saja.”

“Tidak,” jawab Celeste cepat. “Jika itu sama, aku tidak akan memperingatkanmu.”

Ethan menegakkan bahu. Tubuhnya seakan otomatis bersiap bertarung, meski bukan adu fisik. Ia merasa seperti berada dalam duel kata yang bisa membuatnya terpeleset kapanpun.

“Peringatan apa?”

Celeste melihat sekeliling, refleks seorang yang terbiasa menyimpan rahasia, lalu menatap Ethan lagi.

“Gerak-gerikmu sudah mulai masuk radar Cross Group. Dan Marcus Cross, dia bukan orang yang suka kejutan.”

Ethan merasakan napasnya tercekat sedetik. Bukan karena takut, tapi karena ia tahu benar bagaimana cara Marcus bermain. Bapak iblis itu tidak pernah menyerang dengan tangan kosong. Semuanya terencana, ditata seperti permainan catur.

“Apakah kau bilang begitu karena kau peduli?” tanya Ethan, setengah mengejek, setengah penasaran juga.

“Jangan terlalu percaya diri,” balas Celeste cepat. “Aku hanya–“

“Tidak ingin ikut mati?” Ethan memotong.

Celeste memiringkan kepala, tersenyum tipis. “Begitulah.”

Sebelum Ethan sempat menekan lebih jauh, suara panggilan dari arah belakang memotong momen itu.

“Nona Morel?”

Seorang pegawai bank memanggilnya.

“Manajemen minta tanda tangan Anda.”

Celeste mengangguk, lalu menatap Ethan sekali lagi. Tatapan itu, rumit. Seperti ada sesuatu yang ingin ia katakan tapi menahan diri.

“Hati-hati,” ucapnya pelan. “Sungguh.”

Kemudian ia pergi.

Ethan menonton punggung Celeste menjauh lagi. Langkahnya tegap, gerakannya anggun, tapi ada keraguan samar di setiap ayunan lengannya. Wanita itu bukan hanya alat dalam mesin Marcus, ia tidak tampak sekuat itu. Atau setidaknya, ia sudah mulai retak.

Ethan mengembuskan napas panjang. “Brengsek, ini makin rumit.”

Ia belum sempat berdiri saat ponselnya bergetar.

Satu nama muncul di layar. Graham.

Ethan menjawab cepat, “Ya?”

Suara Graham terdengar lebih tegang dari biasanya.

“Tuan Deighton, saya butuh waktu dua menit Anda. Anda harus mendengar ini.”

“Apa?”

“Kabar besar.” Graham menurunkan suaranya, seperti takut ada seseorang menguping meski ia sendiri ada di kantor. “Orion Blaze setuju bertemu malam ini.”

Ethan membatu.  “Kau bercanda.”

“Tidak.” Graham menghela napas berat.

“Orion jarang membuka pintu untuk siapa pun. Bahkan dulu ke ayah Anda pun tidak mudah. Tapi dia bilang, dia mau bicara dengan Anda. Hanya dengan Anda saja.”

Ethan berdiri perlahan. “Di mana?”

“Gudang tua dekat pelabuhan 46. Anda tahu tempatnya.”

Ethan tahu. Tempat itu terkenal. Lokasi transaksi gelap, tawar-menawar harga darah, dan reputasi Orion sebagai pria yang tidak mengenal kata ’loyal’. Ia hanya menaati kekuatan. Siapa yang kuat, dialah yang Orion ikuti.

“Kalau aku berhasil meyakinkan dia,” Ethan bergumam, lebih ke diri sendiri. “Aku bisa dapat jaringan distribusi yang Cross Group pikir sudah mati.”

“Itu sebabnya Anda harus pergi,” tekan Graham. “Tapi hati-hati. Orion tidak suka basa-basi. Dan kalai dia merasa Anda datang dengan tangan kosong, dia–“

“Aku tahu.”

Graham melanjutkan, “Satu hal lagi. Anda harus pastikan tak ada yang mengikuti. Cross Group sedang sensitif. Gerakan Anda di bank itu, kemungkinan sudah dilaporkan pada Marcus Cross.”

Ethan menoleh instingtif ke arah lobi tempat Celeste berada tadi. “Ya. Aku sadar.”

“Jangan terlambat. Malam ini bisa menentukan segalanya,” ucap Graham.

Ethan menutup telepon dan berdiri diam selama beberapa detik. Pikirannya penuh suara, tentang Celeste Morel, pesan misterius, Marcus, Orion, ayahnya. Semuanya berputar dalam orbit yang sama, saling berbenturan.

Ia melangkah keluar dari gedung bank, disambut udara dingin dan bau hujan yang tidak pernah hilang dari kota ini.

Lampu-lampu jalan menyala redup, membiaskan warna emas di air yang menetes dari atap bangunan.

Celeste Morel.

Marcus Cross.

Orion Blaze.

Puzzle besar itu mulai bergerak, dan ia ada di tengahnya.

Ethan menatap bayangannya di genangan air di trotoar. Mata gelap, wajah letih, tapi tekad menyala lebih terang daripada lampu neon di sekelilingnya.

Malam ini, ia akan bertemu Orion Blaze.

Malam ini, ia akan menempatkan dirinya di papan permainan yang lebih besar dengan bantuan Orion.

Ethan menarik napas panjang.

“Dad, dulu ini permainanmu. Tapi sekarang, giliranku.”

Ia mulai berjalan dengan langkah pasti.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Belenggu Hasrat Dendam Membara   Bab 10 KABAR YANG MENCUITKAN API

    “Cepatlah naik, Tuan. Sebelum ada orang yang melihat Anda dalam keadaan seperti ini.”Suara Graham langsung meledak ketika Ethan membuka pintu mobil tua yang ia bawa malam itu, seda sewaan yang bunyinya seperti akan meledak saat setiap kali gas diinjak. Begitu Ethan duduk, Graham menatapnya lima detik penuh tanpa berkedip.“Oh, ini gila. Tuan, Anda baik-baik saja?”“Aku masih hidup,” jawab Ethan sambil menyandarkan kepala.Graham menarik napas keras, seperti menahan sumpah serapah. Kemeja Ethan penuh darah kering dan segar, wajahnya memar, dan bajunya sobek di beberapa bagian. Tetapi tatapan matanya? Tetap tajam.“Kalau tahu ini yang akan mereka lakukan.” Graham menghela napas sambil menyalakan mesin, “aku tidak akan mengirim Anda ke pelabuhan. Tapi, kita memang tidak punya pilihan lain.” Ada raut sesal di wajah tuanya.“Yang penting dia mau bicara,” balas Ethan, suaranya tenang.Graham menoleh cepat. “Tunggu. Jadi dia, Orion Blaze, benar-benar–““Ya.” Ethan menutup mata sejenak. “Dia

  • Belenggu Hasrat Dendam Membara   BAB 9 TES DARAH SEORANG DEIGHTON

    “Tuan Blaze, Anda yakin dia ini bisa menahan kami?” Suara seorang pria terdengar lirih namun penuh ejekan.“Kelihatannya hanya bocah hilang yang salah masuk gudang,” sahut yang lain sambil memutar pipa besi di tangannya.”Ethan berdiri diam di tengah gudang kosong, dikelilingi oleh lima orang pria bertubuh besar dengan wajah yang tampak seperti dipahat oleh kerasnya hidup.Di atas sebuah peti kontainer, Orion Blaze duduk menyilangkan kaki, cerutunya menyala merah. Ia menatap Ethan seperti menilai seekor binatang yang baru dibeli.“Ini ujian sederhana, Tuan Deighton,” katanya tanpa berdiri. Suaranya tenang, tapi dinginnya menusuk. “Kalau kau tidak mati, kita mulai berbisnis.”Ethan tidak menjawab. Ia hanya memutar bahu, menarik napas, dan menatap balik para penjaga itu satu per satu.“Lima lawan satu.” Ia berkata pelan. “Sepertinya kalian butuh lebih banyak penjaga.”“Dengar itu!” Salah satu dari mereka menunjuk Ethan sambil tertawa keras. “Dia hanya sendirian tapi sombongnya tak terto

  • Belenggu Hasrat Dendam Membara   Bab 8 ORION BLAZE, PENJAGA PINTU KEKUASAAN

    “Sebutkan nama.” Suara berat tiba-tiba datang dari balik gelap bahkan sebelum Ethan benar-benar masuk ke dalam gudang. Bau karat, oli, dan air laut bercampur menusuk hidungnya. Tampak lampu kuning redup berayun pelan dari kabel panjang, seakan tidak yakin ingin tetap menyala atau mati saja.Ethan menarik napas pendek. “Ethan Deighton.”Dari balik kontainer gelap itu, muncul dua orang bodyguard. Postur tubuh mereka seperti tembok yang bisa berjalan. Yang satu mendekati Ethan kemudian mendorongnya mundur. Pria itu harus menggunakan tenaga agak keras, barulah Ethan bergerak.“Kau harus diperiksa dulu,” katanya.“Ya, silakan.” Ethan tidak bereaksi. Bukan karena tidak mau, tapi karena tahu perlawanannya di wilayah Orion hanya akan membuatnya pulang tinggal nama.Mereka menggeledahnya kasar, seperti sedang mencari emas. Satu dari mereka menemukan pisau kecil yang ia selipkan di balik sabuk.“Ini, bos,” kata pria itu pada rekannya sambil mengangkat pisau kecil itu seperti menemukan barang cu

  • Belenggu Hasrat Dendam Membara   BAB 7 BAYANGAN DI BALIK NAMA CROSS

    Celeste melangkah keluar dari lift di lantai 32 gedung Cross Holdings dengan napas sedikit memburu. Ia baru saja tiba dari Bank Hesler, dan belum sempat meletakkan tas di meja kerjanya ketika seorang staff senior memanggilnya.“Nona Morel,” panggil staff itu, suaranya ketat, seperti sedang menahan sesuatu. “Tuan Cross ingin bertemu Anda. Sekarang.”Celeste menghentikan langkah, menoleh ke arah pintu. “Sekarang?”“Sekarang.” Pria itu menelan ludah. “Dia tidak terdengar seperti sedang dalam mood yang baik.”Celeste tidak bertanya apa pun lagi. Tidak ada yang pernah menolak panggilan Marcus Cross. Tidak akan ada yang berani.Celeste mengatur napas, merapikan blazer dan kerah kemeja putihnya. Lalu berjalan menyusuri lorong panjang menuju ruang eksekutif, sebuah ruangan yang jarang digunakan. Hanya ketika Marcus ingin benar-benar mengisolasi seseorang, dan hari ini, orang itu adalah dirinya.Ia mengetuk pintu satu kali. Ketika ia masuk, pintu tertutup otomatis di belakang punggungnya.Marc

  • Belenggu Hasrat Dendam Membara   BAB 6 INFORMASI ADALAH SENJATA

    “Apa dia serius?”Ethan mengembuskan napas, menyandarkan punggung ke kursi tunggu bank yang empuk tapi entah kenapa tetap terasa seperti duduk di atas batu. Ia sudah menunggu hampir lima belas menit sejak Celeste mengatakan untuk menunggunya selama sepuluh menit.Tanpa sadar kedua mata Ethan sudah berkali-kali melirik pintu lift tempat Celeste masuk sebelumnya.Orang-orang lalu-lalang, staf bank sibuk, dan di luar hujan tipis masih turun, membuat seluruh kaca berembun. Tapi bukan cuaca yang membuat ketegangan mencubit tengkuknya.Isi pesan di ponsel itu membuatnya ingin buru-buru mendapatkan jawaban dari Celeste, dan ia sudah tidak bisa menunggu lebih dari ini.“Jangan abaikan Celeste Morel. Dunia ini tak sekecil yang kau kira.”Sial. Bahkan untuk standar orang yang baru keluar penjara, ini meresahkan.Ethan mengetuk ujung sepatunya ke lantai marmer, ritme tak sadar yang menunjukkan ia gelisah. Bukan gelisah karena Celeste, tapi karena fakta bahwa ada seseorang yang sepertinya mengiri

  • Belenggu Hasrat Dendam Membara   BAB 5. BENIH YANG MULAI BERGERAK

    Pagi itu, Ethan sedang berjalan dengan langkah cepat melewati trotoar Manhattan yang penuh dengan orang-orang kantoran berlalu lalang. Udara masih dingin, tapi pikirannya jauh lebih dingin lagi. Hari ini, ia fokus pada satu hal, yakni tentang situasi perusahaan yang masih sah atas namanya, miliknya. Satu-satunya warisan dari mendiang sang ayah yang tidak diketahui oleh Marcus Cross.Kantor yang ia tuju saat itu hanyalah ruang sempit di lantai dua sebuah gedung tua. Bukan gedung ilegal seperti Cross Group. Tapi justru di ruangan sederhana inilah Graham menunggunya.Saat Ethan masuk, Graham mengangkat kepala dari tumpukan berkas di atas meja kerjanya. “Selamat pagi, Tuan Deighton.”“Pagi.” Ethan duduk, mengusap rambutnya yang masih sedikit basah karena hujan pagi. “Apa kita bisa mulai sekarang?” tanyanya dengan nada berat.“Sudah mulai sejak semalam, Tuan,” jawab Graham sambil menutup map. “Saya punya beberapa hal yang perlu Anda lihat.”Ia menggeser sebuah folder ke arah Ethan. Di dala

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status