Share

Selamat Tinggal

Author: Ai Ueo
last update Last Updated: 2023-01-15 22:58:18

Rania menaiki bis malam untuk pergi ke luar kota di mana ia bekerja, beruntung rumah kos yang ia tempati belum habis masanya. Rania mengistirahatkan tubuh lelahnya, ia usap perut yang masih rata itu.

Isakan lolos dari mulutnya, ia adalah korban tapi semua orang membencinya seperti ialah tersangka utamanya. Mengapa Tuhan begitu tidak adil padanya?

Selama ini Rania selalu berusaha tidak menyakiti orang lain, tapi mengapa ada orang yang begitu kejam padanya.

Rasa lelah mendera, Rania mulai memejamkan matanya. Perlahan kesadaran Rania menghilang, ia tidur meringkuk di kasur tipis itu.

Paginya Rania memutuskan untuk pergi jauh dari tempatnya, rumah kosnya sudah diketahui banyak orang. Bisa jadi sewaktu-waktu mereka akan mencarinya ke sini, Sinta akan terus memaksanya menggugurkan kandungannya.

Rania sudah membuat surat pengunduran diri. Rania keluar dari kos, ia berjalan menuju kos sebelah untuk menitipkan surat itu.

Mengetuk pintu, Rania lalu menunggu di kursi depan kamar. Rania cukup sering bermain ke sini, jadi dia bisa dengan mudah masuk.

"Rania. Masuk dulu." Seseorang membuka pintu setelah beberapa menit Rania menunggu.

"Di sini aja, Mbak," jawab Rania.

"Mau berangkat bareng? Ini masih kepagian, Ran," ujar wanita itu.

"Aku nitip surat ya Mbak, tolong kasihkan ke Mbak Laila," ucap Rania pada salah satu rekan kerjanya.

"Kamu nggak masuk? Masih sakit?" tanya teman Rania, karena yang ia tahu Rania izin tidak masuk tiga hari karena sakit.

"Nggak, Mbak, aku mau resign. Mau ikut kerja sama sodaraku di luar kota," ucap Rania berbohong.

"Oh gitu, berarti nggak bisa ketemu lagi dong. Kerja di mana emangnya?"

"Belum tau, Mbak, sodaraku mau buka cabang usahanya. Aku cuma diajak ikut, jadi belum tau di mana."

"Oh, gitu. Semoga betah di sana ya. Nanti tetep kabar-kabar."

"Iya, Mbak. Ya udah aku pamit dulu ya mbak, makasih selama ini udah jadi teman yang baik," ucap Rania. Ia harus segera kembali ke kos karena waktu semakin beranjak naik.

Sesampainya di kos, ia segera ke kamarnya untuk mengambil tas yang akan ia bawa.

Saat tengah membereskan bajunya, ia dikejutkan dengan suara ketukan. Jantung Rania berdetak kencang, apakah itu Sinta atau Andra?

"Ran, tolong buka pintunya." Terdengar suara lelaki dari luar sana.

Rania mengenal suara itu, tapi ia tidak yakin. Rania mengintip dari celah jendela, setelah memastikan siapa yang datang ia lalu membuka pintu.

"Mas Damar, ngapain ke sini?" Rania melongokkan kepalanya.

"Mau bicara sebentar sama kamu, bisa keluar dulu?" ucap lelaki yang disebut Damar.

Rania keluar dari kamarnya. Mereka duduk di kursi tamu yang telah disediakan oleh pemilik kos jika ada yang berkunjung karena kos Rania adalah kos-kosan khusus putri.

"Ngapain Mas Damar ke sini?" tanya Rania.

Ini yang sangat ia takutkan. Seseorang akan mendatanginya ke sini jika ia tidak segera pergi. Rania tidak mau ada drama lagi.

"Kenapa kamu pergi dari rumah? Aku tadi dihubungi Risa, dia bilang kamu nggak ada di rumah saat dia bangun tidur. Dia begitu panik, lalu aku mutusin cari kamu di sini," jelas Damar. Damar mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan tinggi, ia tidak ingin terlambat menemukan pujaan hatinya.

"Aku mau pergi jauh, ada perlu apa mas Damar nyari aku?" tanya Rania sekali lagi.

Damar adalah sepupu Andra. Sebelum Rania menjalin hubungan dengan Andra dulu, Damar sudah pernah menyatakan cinta padanya. Saat itu Rania menolaknya karena ia belum ingin pacaran. Lalu mengapa Damar berada di sini?

"Ayok pulang sama aku, aku mau nikahin kamu. Aku bakal bertanggung jawab atas janin itu," ujar Damar.

Rania menggeleng tegas, ia tidak butuh dikasihani. Hidupnya sudah berat, ia tidak mau merepotkan orang lain, "ini nggak ada hubungannya sama kamu, Mas, jadi mas nggak perlu terlibat dalam masalah ini. Ini salahku, jadi biarkan aku bertanggung jawab," tegas Rania.

"Aku cinta sama kamu, Ran. Aku mau nikahin kamu karena aku mau. Aku akan memperlakukan dia seperti anakku sendiri, kamu mau kan?" mohon Damar.

"Nggak, aku nggak mau. Kalau emang mas Damar cinta beneran sama aku, mas Damar harus biarin aku pergi. Aku nggak mau jadi beban buat orang lain, mas Damar masih bisa cari perempuan baik-baik."

"Tapi Ran, aku maunya ...." Ucapan Damar terputus karena Rania menyambar ucapan Damar.

"Udah mas, aku mohon jangan halangi aku. Aku yakin mas Damar bisa bahagia sama yang lain. Makasih karena selama ini mas Damar udah baik sama aku, sekarang mas Damar bisa pulang," usir Rania.

Damar kecewa. Ia tulus mencintai Rania. Ini bukan rasa kasihan. Ia tidak ingin kehilangan Rania.

"Ini buat kamu, jangan ditolak. Pakai ini kalau kamu butuh uang, pin pakek tanggal lahir kamu." Damar meletakkan kartu ATM di tangan Rania, "aku pergi. Kamu harus jaga diri baik-baik, jaga dia."

Damar pergi tanpa menunggu jawaban dari Rania, ia ingin perempuan yang ia cintai bahagia. Dengan terpaksa ia harus membiarkan Rania pergi.

Rania menatap kepergian Damar, mengapa ada lelaki sebaik itu?

Rania bangkit, ia harus segera pergi. Sekarang Damar yang menemuinya, bisa jadi nanti sang kakak juga akan ke sini mencarinya.

Rania segera mengambil tasnya dan pergi dari rumah itu setelah berpamitan pada pemilik kos, ibu kos menyayangkan kepergian Rania, karena selama enam bulan ini ia mengenal Rania sebagai pribadi yang baik.

"Jaga diri baik-baik, Ran. Jangan lupa main ke sini. Ini nomer ibu, kalau kamu butuh kamar kos suatu saat kamu bisa hubungi ibu," ucap ibu kos seraya menyerahkan kertas bertuliskan namanya.

"Iya, Bu. Makasih atas kebaikan Ibu selama ini. Rania pergi ya, Bu." Rania mencium tangan ibu kos lalu Rania pergi dari sana.

Rania menoleh sekali lagi pada tempat yang ia tinggali selama enam bulan ini, ia sebenarnya berat meninggalkan tempat ini dan pekerjaan yang baru ia jalani selama enam bulan. Tapi ia tahu keadaannya saat ini tidak mungkin bisa diterima bekerja lagi.

Rania menaiki bus menuju tempat yang belum pernah ia kunjungi, menurutnya ia akan bisa melupakan masa lalu kalau dia tidak mengenal siapa pun di sana. Memulai hidup baru bersama orang baru.

Bus yang ia tumpangi mulai menjauh. Rasa sesak itu kembali mendera. Ia merasa menjadi anak yang durhaka. Belum juga membahagiakan ibunya, ia justru memberi aib yang akan dikenang semua orang seumur hidupnya.

Rania tidak pernah berpikir untuk menggugurkan kandungannya. Kesalahan yang Rania buat sudah terlalu banyak. Rania tidak ingin menambahnya.

Rania menatap jalanan yang mulai dijatuhi air hujan. Alam seperti mengerti kepedihannya. Ia ikut menangis melepas kepergian Rania.

Selamat tinggal masa lalu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Benih Yang Kau Tanam   Anak Kembar mengakhiri cerita

    "Lain kali jangan makan sambal terlalu banyak ya, kasihan kalau ibu hamil sakit perut, rasanya pasti tidak nyaman," ucap dokter yang menangani Rania.Memang kemarin Rania memakan rujak buah, sambalnya sangat pedas karena memakai cabai lima. Rania begitu menikmati makanannya hingga ia menghabiskan semua sendiri, hingga akhirnya ia sakit perut.Rania mengangguk, hal ini cukup membuatnya malu karena mengira akan melahirkan.Setelah mendapat resep vitamin, Rania dan Damar pamit pada dokter tersebut."Aku tadi ngiranya kamu bener-bener mau lahiran," ucap Damar saat mereka sudah masuk mobil."Aku juga gitu, kirain si adik mau lahir sebelum waktunya. Perut mules, pinggang sakit, udah kayak mau lahiran Revan dulu," jelas Rania."Lain kali jangan gitu lagi, kasian adek kalau diajakin makan pedes mulu." Rania hanya tersenyum mendengar nasihat suaminya, karena ia tahu kalau kali ini ia memang membuat kesalahan.Hari ini Damar memilih memasak sendiri untuk makan siang mereka, ikan goreng dan osen

  • Benih Yang Kau Tanam   Terlalu awal

    Semakin hari nafsu makan Rania semakin meningkat, selama dua bulan saja berat badannya sudah naik enam kilo, perutnya sudah semakin membuncit seperti hamil tujuh bulan, padahal kehamilannya baru memasuki bulan ke empat."Nanti mau dibawain apa?" tanya Damar saat akan berangkat bekerja."Mau roti bakar rasa coklat," jawab Rania. Saat ini ia masih sibuk merajut, baru satu bulan yang lalu Rania memutuskan untuk belajar merajut."Mau bikin apalagi?" Damar mendekat pada istrinya yang masih sibuk sendiri."Bikin topi, baru dapet satu. Besok mau bikin sepatu," jawab Rania. Ini adalah dunia baru dan Rania sangat menikmatinya. Rania sangat bersungguh-sungguh untuk belajar merajut."Kok warnanya merah sama merah muda, kalau anaknya cowok gimana?""Ya nanti aku bikin warna biru, jadi kalau anaknya cowok masih bisa dipakek," jawab Rania tanpa menoleh pada Damar."Iya deh. Kalau gitu mas berangkat dulu, ya." Saat Damar berpamitan, Rania baru merespon dengan menerima uluran tangan dari suaminya lal

  • Benih Yang Kau Tanam   Adik?

    "Selamat ya, Bu, usia kehamilan Ibu sudah masuk enam tujuh minggu," ucap seorang dokter kandungan pada Rania.Hari ini Rania menuruti ucapan Yati, ia memang merasa ada sesuatu yang mengganjal pada perutnya. Sebelum ini Rania mengira itu hanya karena buang air besarnya yang selama ini kurang lancar, ternyata ada janin dalam rahimnya yang saat ini sedang bertumbuh."Terimakasih, dok," ucap Rania terbata, ia masih belum percaya pada kenyataan yang ia alami."Mulai sekarang asupan makanan harus di jaga, jangan banyak pikiran dan hindari pekerjaan yang berat. Di trimester awal biasanya akan mengalami mual dan tidak berselera makan, itu hal yang biasa, jadi Ibu tidak perlu khawatir," jelas dokter itu pada Rania."Tapi saya tidak mengalami mual-mual atau tidak nafsu makan, justru saya sangat suka makan. Apa itu wajar, dok?" tanya Rania."Kalau begitu Ibu harus bersyukur, tidak banyak calon Ibu yang tidak mengalami gejala muntah dan mual pada trimester pertama, tapi itu tetap termasuk hal yan

  • Benih Yang Kau Tanam   Tanda-tanda

    "Kamu beneran mau makan ini?" tanya Damar pada Rania.Rania saat ini sedang menyantap nasi goreng petai dengan lahap, ia sama sekali tidak terganggu dengan bau menyengat dan rasa getir pada petai itu.Revan dan Damar hanya saling pandang, mereka heran dengan tingkah Rania. Biasanya dia akan sangat marah hanya dengan mencium aroma petai, tapi sekarang Rania justru sangat menikmati seakan petai adalah makanan ternikmat di dunia."Enak, Bun?" tanya Revan."Enak banget, Bunda mau nambah petenya aja bisa nggak ya?" "Bisa, mau Revan pesenin?" Revan sangat antusias karena selama ini dia begitu menyukai makanan itu tapi Ibunya selalu melarang tiap kali dia ingin memakannya.Rania segera mengangguk, ia juga tidak tahu mengapa begitu menikmati makanan yang biasanya sangat ia benci. Yang Rania rasakan saat ini makanan itu adalah makanan ternikmat dari banyaknya makanan yang sudah ia makan.Setelah selesai makan, mereka memilih untuk pulang. Rania sudah mengeluh kalau kakinya terasa pegal, Reva

  • Benih Yang Kau Tanam   Jeruji besi

    Dua minggu setelah kejadian kebakaran di toko Rania, fakta baru terungkap. Polisi akhirnya menetapkan Mely sebagai tersangka bersama dua orang temannya.Teman Mely adalah orang yang pernah dipecat oleh Damar karena kasus korupsi di kantornya, latar belakang sakit hati membuatnya mendukung Mely untuk melenyapkan istri Damar.Mely terancam hukuman seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun penjara seperti yang tertuang dalam pasal 340 KUHP karena tuduhan berencana merampas nyawa orang lain."Kamu yakin mau ketemu sama dia?" tanya Damar pada Rania.Hari ini rencananya Rania akan menemui Mely bersama Tania, Tania yang mengatakan pada Rania kalau Mely ingin bertemu dengannya."Iya, lagian nanti di sana ada Tania juga," jawab Rania.Damar hanya bisa mengizinkan istrinya.Rania berangkat bersama Tania yang menjemputnya di rumah."Mbak, maafin Mely ya, aku sebagai sahabat merasa ikut bersalah karena kenekatan Mely. Aku nggak nyangka kalau dia bisa berbuat sejauh itu,

  • Benih Yang Kau Tanam   Balasan

    "Bunda!" Revan segera berlari mendekat pada Ibunya dan seseorang yang tidak ia kenal, dengan sekuat tenaga Revan mendorong tubuh Mely hingga Mely terhuyung ke samping."Bunda nggak apa-apa?" tanya Revan saat membantu Ibunya berdiri.Rania segera memeluk anaknya, sekuat apapun Rania, jika yang dihadapi membawa senjata sementara dirinya hanya dengan tangan kosong, apa yang bisa Rania lakukan selain minta tolong dan pasrah?"Alhamdulillah, Bunda nggak apa-apa sayang. Makasih banyak karena Revan datang tepat waktu," ucap Rania.Mely mencoba untuk berdiri, ia masih berusaha mencari pisau yang terpental jauh darinya. Benturan yang cukup keras membuat kaki Mely terkilir, dengan susah payah dia menyeimbangkan tubuhnya."Siapa kamu? Kenapa ikut campur urusan orang lain? Anak kecil, lebih baik pergi sana!" bentak Mely pada Revan. Ia masih menyeimbangkan tubuhnya dengan berpegangan pada tiang teras rumah Rania."Anda yang siapa? Bagaimana bisa anda berbuat kejahatan di rumah orang lain!" bentak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status